Mubadalah.id – Belakangan ini, bumi Indonesia yang subur-makmur, seakan tak pernah bosan ditimpa bencana alam. Kerusakan lingkungan terjadi di mana-mana, di darat maupun di laut. Banjir besar telah terjadi berkali-kali menelan banyak korban manusia.
Menurut al-Qur’an, kerusakan-kerusakan ini adalah karena ulah manusia. Mereka merusak lingkungan hidupnya sendiri. Maka, kerugian yang diakibatkannya pun kembali kepada manusia juga. (QS. ar-Rum (30): 41).
Eksploitasi tanah dan penebangan pohon-pohon dan hutan-hutan secara liar dan tidak bertanggung jawab akan menimbulkan bahaya besar bagi keseimbangan ekologi, dan dalam waktu berikutnya akan membunuh manusia, baik secara pelan-pelan maupun cepat.
Penyalahgunaan alam seperti itu betul-betul bertentangan dengan etika ketuhanan dan dikutuk dengan tegas. Pemanfaatan alam menurut Islam sama sekali tidak boleh mengabaikan eksistensi hewan dan tanam-tanaman.
Lagi-lagi kita juga harus mengatakan bahwa tindakan mengabaikan eksistensi binatang-binatang dan tumbuh-tumbuhan akan berpulang akibatnya kepada manusia, baik sendiri-sendiri maupun kolektif.
Dalam sejumlah ayat al-Qur’an, Tuhan menyatakan bahwa seluruh alam semesta adalah milik-Nya (QS. al-Baqarah (2): 284). Manusia diberi izin tinggal di dalamnya dalam rangka memenuhi tujuan yang telah direncanakan dan ditetapkan Tuhan. (QS. al-Ahqaaf (46): 3).
Bukan Milik Hakiki Manusia
Dengan begitu, alam bukanlah milik hakiki manusia. Kepemilikan manusia hanyalah amanat, titipan, atau pinjaman yang pada saatnya harus ia kembalikan dalam keadaannya seperti semula.
Bahkan, manusia yang baik justru akan mengembalikan titipan tersebut dalam keadaan yang lebih baik daripada ketika ia menerimanya. Nabi Saw. mengatakan, “Sebaik-baik kamu adalah yang terbaik dalam mengembalikan utangnya.”
Islam selanjutnya menuntut manusia untuk menyelidiki dan memahami pola-pola Tuhan dalam alam. Termasuk dalam hal ini adalah pola perawatan dengan penuh kasih sayang dan sekaligus membuatnya menjadi indah.
Lebih dari itu, Islam juga menuntut manusia untuk menghidupkan tanah-tanah yang tidak produktif (ihya’ al-mawat) dengan menanaminya pohonpohon atau tanam-tanaman. Bukan hanya untuk kepentingan manusia hari ini, melainkan juga untuk generasi manusia masa depan.
Tuntutan ini berlaku sepanjang masa, bahkan sampai sebelum dunia ini kiamat. Sebuah hadits Nabi Saw. menyatakan, “Jika tiba waktunya hari kiamat, sementara di tanganmu masih ada biji kurma, maka tanamlah segera.” (HR. Ahmad).