Mubadalah.id – Idulfitri atau lebaran yang merupakan hari besar Islam ternyata menjadi momentum bekumpulnya keluarga lintas iman. Pasalnya tidak hanya umat muslim saja yang merayakan, namun beberapa keluarga non muslim juga ikut berkunjung ke tempat sanak saudara untuk saling memaafkan.
Idulfitri atau yang terkenal dengan hari lebaran pastinya selalu ramai dengan pernak-pernik jajanan dalam toples yang tersaji. Tidak ketinggalan pula produk unggulan satu ini, kaleng Khong Guan isi rengginang.
Mendengarnya tentu menimbulkan berbagai reaksi. Mulai dari ingatan menggelikan sampai rasa kecewa karena pernah menjadi korban. Siapa yang belum terkena jebakan lintas iman kaleng Kong Ghuan isi rengginang saat idulfitri?
Jika sudah pasti teringat kesal-kesal geli dalam hati. Namun siapa sangka keberadaan kaleng Khong Guan yang penuh jebakan ini menjadi jargon dan guyonan lintas iman.
Lebaran Milik Semua Agama dan Kalangan
Idulfitri menjadi hari raya yang sangat kita nantikan, khususnya bagi umat Islam. Keutamaan hari raya ini menjadikan manusia kembali pada fitrahnya. Hal ini menjadi momentum yang tidak boleh terlewatkan.
Pada saat hari raya semua umat muslim diperintahkan untuk meminta maaf dan memberi maaf atas segala kesalahan yang telah lalu. Segala dosa terampuni, sehinggga manusia dalam keadaan menjadi suci seperti bayi yang baru lahir.
Keutamaan tersebut yang menjadikan umat muslim berbondong-bondong menjalin silaturahmi dengan tujuan untuk mengakui kesalahan dan meminta pengampunan. Semarak hari raya ini juga membuat masyarakat non muslim ikut saling maaf dan memaafkan. Kunjungan bersilaturahmi dan anjang sana-sini menjadikan batas tak kasat mata antara agama dan budaya yang terjadi di Indonesia saat momentum idulfitri.
Di berbagai negara, idulfitri dirayakan dengan cara yang berbeda dengan subtansi yang sama, yakni untuk merayakan kemenangan setelah sebulan menjalankan puasa. Saling memaafkan dan saling memberikan kebahagiaan dimulai dengan mengeluarkan zakat fitrah sampai memberikan jamuan kepada para tamu dengan tidak membedakan kelas sosial.
Haruskah Meminta Maaf Kepada yang Non Muslim?
Beberapa orang masih saja memperdebatkan masalah ucapan selamat pada perayaan hari besar masing-masing agama. Misalnya saja ketika umat Nasrani merayakan natal terdapat beberapa umat muslim yang berpikiran ekstrim dengan menghukumi haram memberikan ucapan natal.
Padahal jika kita mengingat sosok Riyanto, seorang muslim yang menjadi Banser NU meninggal saat mengamankan gereja dari teror bom saat perayaan natal. Begitu juga sebaliknya, seorang Nasrani ikut membantu merapikan dan menjaga kendaraan yang terparkir saat umat muslim menjalankan salat hari raya.
Hari besar berbagai agama harusnya menjadi momentum untuk mempererat rasa persaudaraan dan kebangsaan sebagai sesama warga negara Indonesia. Wujudnya dengan saling menghormati dan tolong-menolong antara sesama manusia.
Kesalingan ini lah yang menjadi cahaya penerang relasi antar umat beragama. Setiap muslim yang pendek belajarnya harus mulai mendalami dengan berkaca pada teladan Rasulullah dalam bergaul dengan non muslim.
Sebaliknya, umat non muslim yang hanya mengenal islam sekadar dari nama atau perilaku buruknya saja harus diberikan akses terbuka untuk bisa lebih dekat mengenal islam. Hal ini sebagaimana tertulis dalam buku karangan Kiyai Faqihuddin Abdul Kodir, sehingga mengucapkan selamat harusnya tidak menjadi perkara.
Di tempat saya sendiri yang masyoritas muslim juga terdapat satu keluarga Nasrani keturunan Muslim yang tiap kali idulfitri juga ikut merayakan. Keluarga ini juga mempersilahkan masyarakat desa yang muslim untuk datang ke rumah mereka dan menikmati semua hidangan. Tak lupa juga untuk saling maaf dan memaafkan.
Jika kaleng Khong Guan yang bekasnya saja bisa mempersatukan, kenapa masalah ucapan selamat dari lisan yang harusnya mulia seringkali menjadi bibit perpecahan? []