• Login
  • Register
Minggu, 8 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom

Lagu Mendung Tanpo Udan: Bukti Budaya Patriarki masih Mengakar Kuat

Lirik lagu secara tersirat menyebut sebagian kecil kenyataan bahwa para lelaki Jawa sangat mengidamkan kehidupan pasca pernikahan.

RP. M. Himam Awan Afghani RP. M. Himam Awan Afghani
18/10/2024
in Pernak-pernik
0
Lagu Mendung Tanpo Udan

Lagu Mendung Tanpo Udan

651
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Hari ini, lagu Jawa mengalami perkembangan yang begitu pesat. Pasalnya, peminat lagu yang secara keseluruhan menggunakan bahasa Jawa berhasil memikat para pendengar musik tanah air termasuk yang berada di luar pulau Jawa.

Perbedaan bahasa tidak menjadikan lagu Jawa tidak diminati orang non-Jawa bahkan banyak para pelantun lagu Jawa telah berulang kali manggung di Ibukota yang notabene masyarakatnya tidak memahami bahasa Jawa.

Salah satu yang sering diperdengarkan adalah lagu Mendung Tanpo Udan (Mendung Tanpa Hujan) ciptaan Kukuh Prasetya  yang dipopulerkan oleh Ndarboy Genk penyanyi asal Bantul. Secara pribadi, lagunya memang enak untuk kita dengar.

Akan tetapi, terdapat lirik yang menggelitik telinga saya ketika mendengarkan lagu ini, berikut adalah liriknya: Awakdewe tau nduwe bayangan, mbesuk yen wes wayah omah-omahan, aku moco koran sarungan kowe blonjo dasteran (kita pernah punya bayangan, besok ketika sudah berumah tangga, aku baca koran pake sarung kamu belanja pake daster).

Kehidupan Pasca Pernikahan

Lirik tersebut secara tersirat menyebut sebagian kecil kenyataan bahwa para lelaki Jawa sangat mengidamkan kehidupan pasca pernikahan. Di mana segala bentuk kebutuhan domestik keluarga terlayani oleh seorang Istri. Hal ini tentu tidak lepas dari pengaruh budaya lama orang-orang Jawa, sebagaimana dalam sebuah ungkapan Jawa yakni Kanca Wingking yang artinya teman belakang.

Ungkapan di atas telah menjustifikasi bahwa peran yang dimiliki oleh seorang istri hanyalah pada urusan domestik saja seperti memasak, mencuci, dan mengurus anak. Selain itu, terdapat ungkapan lain yakni Macak, Manak, Masak (Dandan, Melahirkan, Masak) yang ini bahkan lebih buruk lagi, meletakkan peran istri hanya berdandan untuk kesenangan suami, beranak untuk melanjutkan keturunan, dan memasak.

Baca Juga:

Bagaimana Akhlak Karimah dalam Memilih dan Melamar Pasangan Pernikahan?

Kafa’ah yang Mubadalah: Menemukan Kesepadanan dalam Moral Pasutri yang Islami

Najwa Shihab dan Ibrahim: Teladan Kesetaraan dalam Pernikahan

Jalan Mandiri Pernikahan

Ironisnya, hingga saat ini masih banyak laki-laki Jawa yang sangat mengidamkan istri yang bisa memenuhi kebutuhan rumah tangga. Perlu kita catat mayoritas lelaki Jawa menjadikan keahlian memasak sudah merupakan hal yang wajib perempuan kuasai.

Selain itu, ketimpangan relasi kuasa begitu terlihat nyata tertuang dalam lirik lagu tersebut. Bagaimana tidak? lirik Aku moco koran sarungan, Kowe blonjo dasteran (aku baca koran pake sarung kamu belanja pake daster) menunjukkan sebuah gambaran ketika istri mengeluarkan keringat untuk pergi ke pasar membeli kebutuhan pangan, sang suami sibuk bersantai di depan rumah sambil membaca koran.

Relasi Suami Istri

Pemandangan ini menunjukkan posisi seorang istri berada di bawah dominasi suami. Gambaran seperti ini sudah normal di kalangan masyarakat Jawa. Tidak jarang para pemuda membayangkan situasi pasca pernikahan tersebut, “Enak yo mbesuk nek wes rabi enek sek ngurus” (Enak ya besok kalau udah nikah ada yang ngurus) seolah-olah perempuan adalah pembantu gratis yang Tuhan kirimkan.

Relasi suami-istri yang baik seharusnya berdasarkan pada prinsip kesalingan bukan dominasi salah satu pihak. Hubungan yang berlandaskan cinta dan kasih sayang tentu akan membuat atmosfer keluarga yang indah. Coba bayangkan, ketika matahari telah menunjukkan batang hidungnya di pagi hari seorang istri berkata pada suaminya;

“Mas, mau minum apa kopi atau teh?”

Lalu sang suami menjawabnya dengan lembut

“Kopi dek, kalau kamu? Mas buatin ya” “Teh aja mas” istri membalasnya dengan senyuman manis yang diberikan pada suaminya. Kemudian mereka berdua bergegas ke dapur dan saling membuatkan minuman untuk menyambut pagi hari.

Betapa indahnya pernikahan jika segala sesuatu kita bumbui dengan cinta. Sang istri membuatkan kopi dengan penuh cinta untuk suaminya. Begitu juga suami yang membuatkan teh dengan taburan cinta untuk istrinya. Perlu kita catat segala sesuatu yang diberi sentuhan cinta pasti lebih enak rasanya.

Ukuran mencintai seorang istri bukan lagi ketika ia tunduk secara penuh pada suaminya. Sementara prestasi suami bukanlah ketika berhasil menundukkan istrinya. Akan tetapi ketika keduanya berhasil menunjukkan bahwa mereka benar-benar saling mencintai. []

Tags: CintaKecintaanKesalinganPesan CintaRelasi Suami-IstriRomansa
RP. M. Himam Awan Afghani

RP. M. Himam Awan Afghani

Mahasiswa Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta jurusan Pengkajian Islam konsentrasi Sejarah Peradaban Islam. Sembari kuliah, aktif berorganisasi dalam Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII). Selain itu, juga terlibat aktif dalam diskusi Perempuan dan Gender perspektif Islam Pondok Pesantren Mahasiswi Al-Mumtaz Surabaya. Dalam hal keilmuan, tertarik kepada sejarah Islam di Indonesia dan sejarah perempuan.

Terkait Posts

Kursi Lipat

Kursi Lipat dan Martabat Disabilitas

8 Juni 2025
Anda Korban KDRT

7 Langkah yang Dapat Dilakukan Ketika Anda Menjadi Korban KDRT

7 Juni 2025
KDRT

3 Faktor Sosial yang Melanggengkan Terjadinya KDRT

7 Juni 2025
Apresiasi Kepada Perempuan yang Bekerja di Publik

Islam Berikan Apresiasi Kepada Perempuan yang Bekerja di Publik

6 Juni 2025
Wuquf Arafah

Makna Wuquf di Arafah

5 Juni 2025
Aurat

Aurat Perempuan: Antara Teks Syara’ dan Konstruksi Sosial

5 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Jam Masuk Sekolah

    Jam Masuk Sekolah Lebih Pagi Bukan Kedisiplinan, Melainkan Bencana Pendidikan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Masyarakat Adat dan Ketahanan Ekologi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 3 Faktor Sosial yang Melanggengkan Terjadinya KDRT

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Iduladha: Lebih dari Sekadar Berbagi Daging Kurban

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Fenomena Walid; Membaca Relasi Kuasa dalam Kasus Kekerasan Seksual

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Kursi Lipat dan Martabat Disabilitas
  • Jalan Tengah untuk Abah dan Azizah
  • 7 Langkah yang Dapat Dilakukan Ketika Anda Menjadi Korban KDRT
  • Jam Masuk Sekolah Lebih Pagi Bukan Kedisiplinan, Melainkan Bencana Pendidikan
  • Iduladha: Lebih dari Sekadar Berbagi Daging Kurban

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID