Mubadalah.id – Konflik sering kali muncul dalam hubungan, baik itu persahabatan, keluarga, maupun pasangan, dan salah satu penyebab utamanya adalah ketidakmampuan untuk mendengarkan secara utuh. Ketika seseorang hanya mendengar sebagian dari apa yang dikatakan tanpa berusaha memahami konteks atau emosi di balik kata-kata tersebut, kesalahpahaman dapat terjadi.
Contohnya, jika satu pihak hanya fokus pada pernyataan tertentu tanpa mempertimbangkan keseluruhan permasalahan, reaksi defensif atau penilaian yang salah dapat memicu konflik. Ketidakjelasan ini sering kali diperburuk oleh asumsi yang tidak berdasar, yang semakin menjauhkan kedua belah pihak dari penyelesaian yang konstruktif.
Ketika seseorang merasa didengarkan dan dipahami, mereka lebih cenderung merasa aman untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya. Sebaliknya, jika kita terburu-buru menyimpulkan atau menghakimi sebelum mendengar semua sisi, ketidakpuasan dan frustasi akan muncul dan berujung pada pertengkaran.
Tambah lagi, di era informasi yang serba cepat dan komunikasi instan saat ini, kemampuan mendengarkan sering kali terabaikan. Kita sering kali lebih fokus pada apa yang akan kita katakan selanjutnya daripada benar-benar mendengarkan orang lain.
Dalam buku “The Art of Listening,” Erich Fromm, seorang psikolog dan filsuf terkemuka, memberikan wawasan mendalam tentang seni mendengarkan. Dari sudut pandangnya, mendengarkan bukan hanya sekadar aktivitas pasif, melainkan sebuah seni yang memerlukan keterampilan, empati, dan perhatian penuh.
Oleh karena itu, penting bagi setiap individu untuk melatih keterampilan mendengarkan agar dapat menciptakan dialog yang lebih sehat dan mencegah konflik yang tidak perlu.
Tips
Berikut ini beberapa tips yang diungkapkan Fromm dalam bukunya, yakni sebagai berikut.
Pertama, keterbukaan. Keterbukaan adalah fondasi utama dalam mendengarkan. Fromm menekankan bahwa kita harus mendekati percakapan dengan sikap terbuka dan tanpa prasangka. Artinya, kita harus siap untuk menerima perspektif yang berbeda, bahkan jika itu bertentangan dengan keyakinan kita.
Dengan merelakan ego dan mendengarkan dengan hati, kita dapat memahami kedalaman pengalaman orang lain. Keterbukaan ini bukan hanya menciptakan ruang untuk dialog yang lebih kaya, tetapi juga membangun kepercayaan antara kita dan pembicara.
Kedua, perhatian penuh. Mendengarkan dengan penuh perhatian adalah seni yang membutuhkan praktik. Fromm mengingatkan kita untuk menyingkirkan gangguan saat mendengarkan.
Di dunia yang penuh dengan distraksi, seperti ponsel dan media sosial, memberikan perhatian penuh kepada orang yang berbicara adalah tindakan yang semakin jarang dilakukan.
Ketika kita sepenuhnya fokus pada pembicara, kita menunjukkan bahwa mereka berharga. Hal ini bukan hanya meningkatkan kualitas percakapan, tetapi juga menciptakan koneksi yang lebih dalam.
Ketiga, empati. Empati adalah salah satu aspek terpenting dalam mendengarkan. Fromm berpendapat bahwa untuk mendengarkan secara efektif, kita harus mampu merasakan apa yang orang lain rasakan.
Hal ini bukan hanya tentang memahami kata-kata yang diucapkan, tetapi juga tentang merasakan emosi yang mendasari pesan tersebut. Dengan berempati, kita dapat menanggapi dengan cara yang lebih peka dan bijaksana, sehingga pembicara merasa didengar dan dihargai.
Keempat, tidak menginterupsi. Sikap sabar dan tidak menginterupsi adalah tanda dari pendengar yang baik. Fromm menunjukkan bahwa mengizinkan orang lain berbicara tanpa potongan menunjukkan rasa hormat terhadap pendapat dan perasaan mereka.
Hal ini menjadi ruang untuk mengekspresikan diri sepenuhnya. Ketika kita menginterupsi, kita tidak hanya mengganggu alur pemikiran mereka, tetapi juga menurunkan kualitas komunikasi yang sedang berlangsung.
Ajukan Pertanyaan
Kelima, ajukan pertanyaan. Mendengarkan juga melibatkan keinginan untuk memahami lebih dalam. Fromm mendorong kita untuk mengajukan pertanyaan yang relevan setelah seseorang berbicara.
Pertanyaan ini tidak hanya menunjukkan bahwa kita benar-benar mendengarkan, tetapi juga membantu menjernihkan hal-hal yang mungkin tidak jelas. Pertanyaan yang tepat dapat membuka diskusi lebih lanjut dan memperkaya pemahaman kita terhadap topik yang ia bahas.
Keenam, refleksi dan parafrase. Salah satu teknik mendengarkan yang efektif adalah dengan merefleksikan atau memparafrasekan apa yang telah ia katakan. Fromm menekankan bahwa hal tersebut dapat membantu memastikan kita benar-benar memahami pesan yang telah tersampaikan.
Dengan cara ini, pembicara merasa terhargai, dan kita juga bisa menangkap nuansa yang mungkin terlewatkan sebelumnya.
Jika diambil konsklusi, bahwa mendengarkan adalah seni yang sering kali diabaikan, tetapi sangat penting dalam membangun hubungan yang sehat dan komunikasi yang efektif.
Melalui pandangan Erich Fromm, kita belajar bahwa mendengarkan adalah sebuah tindakan aktif yang memerlukan perhatian, empati, dan keterbukaan. Di dunia yang semakin sibuk ini, mari kita kembangkan seni mendengarkan dalam kehidupan sehari-hari kita.
Dengan melakukannya, kita tidak hanya meningkatkan kualitas hubungan kita dengan orang lain, tetapi juga memperkaya pengalaman hidup kita sendiri untuk memahami dunia dengan cara yang lebih dalam dan lebih bermakna. []