“Nanti janda-janda akan disantuni oleh Pak Habiburrahman, akan diurus lahir batin oleh Bang Ali Lubis, akan diberi sembako oleh Bang Adnan, dan kalua cocok akan dinikahi oleh Bang Riyan.”
Mubadalah.id – Begitu Kira-kira isi dari penggalan video kampanye Ridwan Kamil di hadapan banyak warga. Dengan adanya video tersebut, catatan hitam para politisi melemparkan guyonan-guyonan sok asik nan seksis yang merendahkan perempuan kembali bertambah.
Belum lama, pasangannya yakni Suswono juga blunder soal ini. Beliau menyarankan janda kaya untuk menikahi pemuda pengangguran. Meskipun sudah klarifikasi dan meminta maaf kepada publik, pernyataan tersebut tidak seharusnya keluar dari mulut seorang calon pemimpin.
Selain pasangan ini, calon wakil gubernur Banten yakni Dimyati Natakusumah juga melakukan hal yang sama. Dalam debat publik, beliau mengatakan bahwa jangan memberikan perempuan beban yang berat apalagi menjadi gubernur. Pernyataan yang ingin melemahkan lawannya ini menjadi bumerang karena merendehkan dan menjadikan perempuan sebagai makhluk nomor dua.
Pemimpin Patriarkis dan Misoginis
Seharusnya dengan guyonan-guyonan oleh politisi ini kita akan lebih bijak lagi untuk memilih seorang pemimpin. Karena guyonan-guyonan tersebut menandakan bahwa mereka akan menjadi pemimpin yang patriarkis dan misoginis.
Melansir dari website suluh perempuan, makhluk misoginis merupakan makhluk yang memiliki kebencian atau prasangka terhadap perempuan yang biasanya laki-laki lakukan. Makhluk misoginis adalah buah dari patriarki, yakni masyarakat dengan laki-laki yang mendominasi.
Atribut yang berkaitan dengan perempuan (feminim) akan diremehkan. Sedangkan atribut yang berkaitan dengan laki-laki (maskulin) akan mendapatkan keistimewaan.
Seorang pemimpin yang patriarkis juga misoginis, akan meahirkan kebijakan-kebijakan yang tidak mewakili perempuan. Mereka cenderung mengabaikan atau bahkan meremehkan perspektif seorang perempuan.
Dampak dari pemimpin seperti ini juga sangat menakutkan. Kesenjangan gender semakin meluas, diskriminasi semakin masif karena struktur sosial yang tidak adil semakin kuat. Terkahir, yang sudah saya sebut sebelumnya bahwa pemimpin seperti ini akan melahirkan ketidakadilan dalam mengambil kebijakan.
Bagian dari Melanggengkan Stigma
Perilaku politisi yakni melemparkan guyonan sok asik perihal perempuan juga merupakan bagian dari melanggengkan stigma yang mengakar di masyarakat. Perempuan makhluk kelas dua, labelisasi perihal “janda” dan masih banyak lagi.
Seperti yang kita ketahui bersama, masyarakat masih kerap kali menganggap perempuan sebagai makhluk kelas dua. Pendidikan perempuan tidak boleh lebih dari laki-laki, pendapatan mereka tidak boleh lebih besar dari pada laki-laki, bahkan banyak yang menganggap mereka tidak lebih memumpuni untuk menjadi seorang pemimpin ketimbang laki-laki.
Dengan adanya pernyataan politisi yang menganggap perempuan tidak boleh memikul beban berat apalagi menjadi gubernur, maka stigma-stigma negatif yang membelenggu perempuan akan semakin langgeng. Bagaimana tidak, politisi ini 24/7 tidak lepas dari kacamata publik.
Kemudian perihal labelisasi “janda”. Label stigma yang masih membelenggu perempuan yang berstatus janda menimbulkan stereotip negatif. Penilaian yang hanya berdasarkan pada asumsi dan persepsi semata.
Mereka seringkali menempati posisi yang rendah, lemah, tidak berdaya, membutuhkan belas kasih, dan menjadi bahan gunjingan. Labelisasi dan stigma ini mebuat mereka memperoleh dampak negatif di kehidupan sosial. Mereka berpeluang mendapatkan diskriminasi, menyebabkan mereka hilang motivasi dan menjalani kehidupan yang sulit serta menarik diri dari kehidupan sosial.
Kehidupan perempuan dengan status janda yang sulit karena label dan stigma yang melekat tersebut bertambah buruk dengan ikut sertanya politisi untuk melanggengkannya.
Alih-alih memberikan solusi untuk menangani kemiskinan mereka dengan fokus memeberikan pelatihan untuk meningkatkan skill atau lapangan kerja. Para politisi malah melemparkan guyonan-guyonan sok asik “dinikahi” atau “diurusin” seakan-akan perempuan dengan status janda tidak bisa mandiri.
Jadi, bisa gak kalian (politisi) berhenti melemparkan guyonan-guyonan sok asik yang merendahkan perempuan? Gak lucu tau! []