Mubadalah.id – Ramadan merupakan momentum untuk lebih mendekatkan diri kepada Sang Pencipta alam raya. Dalam rangka ini, ummat muslim berlomba-lomba untuk mendapatkan kemuliaannya melalui banyak ritual. Mulai dari laku ibadah spiritual sampai sosial.
Untuk menjalankan seluruh rangkaian ibadah itu. Maka, penting kiranya sebagai ummat muslim untuk berpegang teguh pada prinsip Tauhid.
Bahwa, Tauhid sebagai pokok ajaran Islam meniscayakan Allah SWT sebagai Tuhan yang Maha Esa. Artinya, selain-Nya tiada tuhan yang lain. Dan hanya kepada-Nya lah satu-satunya yang kita sembah tanpa sambil menuhankan yang lain.
Maka sebagai sesuatu yang fundamental itu penting untuk belajar menyelami makna lafadz Allah. Kiranya kita bisa mengenal-Nya lebih dekat. Mengingat Allah sendiri memperkenalkan diri-Nya sendiri melalui banyak cara. Antara lain: melalui asmaul husna, melalui seluruh ciptaan-Nya, serta keteraturan dialam raya.
Prof Quraish Shihab dalam keterangannya menyampaikan bahwa terdapat kekhawatiran menuliskan tentang Asmaul Husna. Selain itu, Imam Ghazali juga pernah mengalami hal yang serupa.
Hal ini mengingat para ulama itu ingin menjelaskan nama-nama-Nya yang sebenarnya tidak kita kenal. Mengingat firmanNya dalam QS As-Syura ayat 11 yang berarti “Tidak ada sesuatupun yang serupa denganNya.”
Tinjauan para ulama ini pada saat yang sama mengingatkan bahwa perlu berhati-hati dalam memberikan arti terhadap nama-nama-Nya.
Lafadz Allah dan Maknanya
Allah menyebut dan memperkenalkan diriNya sendiri dengan “Anallahu rabbul Alamin” yang berarti Allah Tuhan semesta alam.
Selain itu, lafadz Allah sendiri memiliki beberapa arti jika lafadznya terpisah. Pertama, ilaaha atau yang disembah, yang kita mengabdi kepada-Nya. Penyembahan ini adalah ketaatan mutlak yang hakikatnya tidak bisa kita jangkau.
Allah juga berarti menakjubkan. Karena semua ciptaanNya menakjubkan. Laisa Kamitslihi syaiun, Tuhan berbeda dari apa yang kita pikirkan dalam benak. Kedua, Hu yang merujuk pada Dia (Allah).
Kemudian yang ketiga, Lahu yang berarti milik-Nya. Keempat, Ah. Mayoritas manusia dari segala bangsa yang sedang mengeluh mengucapkan kata “ah” yang merupakan akronim dari lafadz Allah. Maka, hal yang terkahir ini menjadi penanda bahwa keyakinan tentang adanya Allah itu telah menjadi fitrah manusia.
Mengenal Allah Lebih Mesra
Mungkin kita tidak mengenalNya sebagaimana yang Allah harapkan. Tapi Allah mengenalkan diriNya maha kasih dan maha penyayang. Hal ini berbeda dari pandangan umum yang telah penulis ketahui sejak kecil. Bahwa Allah itu kejam dan gemar menyiksa.
Imbasnya, ibadah yang tergerak dari pengetahuan semacam itu adalah ketakutan-ketakutan akan siksaan yang pedih dari Tuhan. Padahal menurut Prof Quraish Shihab tidak demikian.
Dalam penjelasannya Prof Quraish menyitir sebuah hadis tentang sahabat nabi yang bertanya tentang bagaimana cara menebus kesalahan yang terus berulang. Maka beliau Nabi Saw menganjurkan untuk memohon ampunan kepada-Nya. Hal ini menandakan betapa besarnya cinta kasih Allah terhadap hamba-hamba-Nya.
Allah senang hamba mendekat kepadaNya. Jika kita kembali dengan satu langkah. Maka Allah akan mendekat dengan langkah yang lebih banyak kepada hamba-Nya.
Mesra beribadah kepada-Nya dapat tercermin dari seberapa khusyuk kita menjalankannya. Dalam ibadah salat misalnya. Tidak hanya dengan mengingat-Nya dan hilang segalanya ingatan.
Khusyuk minimal menjaga gerak tubuh agar tidak berlebihan. Khusyuk adalah upaya sungguh-sungguh mengingat-Nya. Kalau berhasil Alhamdulillah kalau tidak berhasil tiada masalah.
Dalam hal ini, asmaul husna dapat juga sebagai salah satu wasilah terkabulnya doa-doa kita. Berdoa dengan cara menghafal yakni memelihara dalam benak sekaligus mengamalkannya sesuai kemampuan kita. Hal ini sejurus dengan ajaran agama bahwa Allah tidak akan membebani seorang hamba tanpa ia sanggup atau memiliki kekuatan yang cukup untuk memikulnya. []