• Login
  • Register
Jumat, 4 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Ketika Perempuan Diberikan Ruang untuk Ndarus Al-Qur’an

Ndarus al-Qur’an di tempat ini justru memberikan ruang yang terbuka bagi perempuan untuk berpartisipasi aktif dalam mengaji al-Qur’an. Suara mereka tidak hanya diterima, tetapi juga dihargai.

Fuji Ainnayah Fuji Ainnayah
31/03/2025
in Personal
0
Ndarus Al-Qur'an

Ndarus Al-Qur'an

1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Meskipun bulan Ramadan telah usai, ada satu hal yang ingin saya bagikan kepada teman-teman terkait tradisi yang masih terus dirawat oleh sebagian masyarakat di Mushala As-Sa’diyyah, Desa Mulyasari, Kecamatan Losari, Kabupaten Cirebon. Tradisi tersebut adalah ndarus (tadarus) al-Qur’an.

Ndarus al-Qur’an di bulan suci Ramadan sebenarnya sudah menjadi praktik yang umum dilakukan. Banyak orang yang berlomba-lomba untuk banyak mengkhatamkan al-Qur’an. Karena di bulan ini, pahala orang membaca al-Qur’an, Tuhan lipat gandakan.

Selain itu, bulan Ramadan juga kita kenal sebagai bulan turunnya al-Qur’an (nuzul al-Qur’an). Tidak heran jika setiap mushala atau tajug di sekitar rumah saya ramai dengan lantunan ayat suci al-Qur’an.

Namun, ada satu hal menarik dari tradisi ndarus di Mushala As-Sa’diyyah. Yaitu banyak soal keterlibatan perempuan (anak-anak, ibu, maupun remaja) dalam ndarus al-Qur’an. Apalagi mereka ndarus itu menggunakan mikrofon. Sehingga membuat suara perempuan terdengar sampai ke blok-blok tetangga.

Hal ini menjadi menarik karena, seperti kita ketahui, di banyak tempat ndarus sering kali didominasi oleh laki-laki. Perempuan sering kali tidak diberi ruang untuk ndarus, bahkan ada anggapan bahwa suara perempuan adalah aurat. Pandangan seperti ini semakin mempersempit ruang perempuan dalam ruang keagamaan.

Baca Juga:

Hak dan Kewajiban Laki-laki dan Perempuan dalam Fikih: Siapa yang Diuntungkan?

Perceraian dalam Fikih: Sah untuk Laki-Laki, Berat untuk Perempuan

Fikih yang Kerap Merugikan Perempuan

Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

Namun, bagi saya, hal tersebut tidak berlaku di Mushala As-Sa’diyyah. Sebaliknya, ndarus al-Qur’an di tempat ini justru memberikan ruang yang terbuka bagi perempuan untuk berpartisipasi aktif dalam mengaji al-Qur’an. Suara mereka tidak hanya diterima, tetapi juga dihargai.

Bahkan suara perempuan berharga ini, mengingatkan aku pada salah satu kisah Ummu Salamah dalam Hadis Nabi Saw.

Dalam sebuah Riwayat Hadis, Ummu Salamah pernah bertanya kepada Rasulullah SAW:

“Wahai Rasulullah, mengapa kami (para perempuan) tidak disebut dalam al-Qur’an sebagaimana laki-laki disebut?”

Kemudian, turunlah ayat berikut:

“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang menjaga kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS. Al-Ahzab: 35)

Dalam perspektif Mubadalah, Hadis ini menunjukkan bahwa Ummu Salamah berbicara kepada Rasulullah Saw dengan suara yang jelas, dan Rasulullah tidak melarangnya. Bahkan, pertanyaannya menjadi sebab turunnya ayat yang menegaskan kesetaraan laki-laki dan perempuan dalam Islam.

Oleh karena itu, apa yang Mushala As-Sa’diyyah lakukan, bagi saya merupakan langkah luar biasa. Perempuan mendapatkan kesempatan yang setara dengan laki-laki untuk terlibat dalam aktivitas keagamaan, terutama dalam Ndarus al-Quran.

Maka dari itu, tradisi ndarus ini bukan hanya menjadi sarana untuk keterlibatan perempuan di ruang keagamaan. Tetapi juga sebagai bentuk pemberdayaan perempuan di desa.

Dengan diberikannya ruang untuk mengaji bersama-sama, perempuan di sini bisa lebih merasa dihargai, memiliki peran yang penting dalam masyarakat, serta dapat memperkuat ikatan sosial antar sesama perempuan.

Hal ini tentu saja menunjukkan bahwa peran perempuan dalam ranah keagamaan sangat tidak terbatas, dan mereka memiliki hak yang sama dengan laki-laki. Apalagi dalam ndarus al-Qur’an.

Semoga kita semua, termasuk para perempuan, senantiasa Allah Swt berikan kemuliaan al-Qur’an. Amin. []

Tags: ketikaNdarus Al-Qur'anperempuanRuang
Fuji Ainnayah

Fuji Ainnayah

Saya adalah mahasantriwa Sarjana Ulama Perempuan Indonesia (SUPI) Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) Cirebon.

Terkait Posts

Ruang Aman, Dunia Digital

Laki-laki Juga Bisa Jadi Penjaga Ruang Aman di Dunia Digital

3 Juli 2025
Vasektomi

Vasektomi, Gender, dan Otonomi Tubuh: Siapa yang Bertanggung Jawab atas Kelahiran?

2 Juli 2025
Narasi Pernikahan

Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

1 Juli 2025
Toxic Positivity

Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

30 Juni 2025
Second Choice

Women as The Second Choice: Perempuan Sebagai Subyek Utuh, Mengapa Hanya Menjadi Opsi?

30 Juni 2025
Tradisi Ngamplop

Tradisi Ngamplop dalam Pernikahan: Jangan Sampai Menjadi Beban Sosial

29 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Isu Iklim

    Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bisnis Mentoring Poligami: Menjual Narasi Patriarkis atas Nama Agama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Laki-laki Juga Bisa Jadi Penjaga Ruang Aman di Dunia Digital

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pak Bahlil, Kritik Tambang Bukan Tanda Anti-Pembangunan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Islam Harus Membela Kaum Lemah?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Pesan Pram Melalui Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer
  • Rumah Tak Lagi Aman? Ini 3 Cara Orang Tua Mencegah Kekerasan Seksual pada Anak
  • Berjalan Bersama, Menafsir Bersama: Epistemic Partnership dalam Tubuh Gerakan KUPI
  • Islam Melawan Oligarki: Pelajaran dari Dakwah Nabi
  • Pak Bahlil, Kritik Tambang Bukan Tanda Anti-Pembangunan

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID