• Login
  • Register
Sabtu, 28 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Pernak-pernik

Penerimaan Masyarakat terhadap Desa Inklusi

“Difabel bukan aib, beri ruang berapresiasi seluas-luasnya” Gus Yasin, Wakil Gubernur Jawa Tengah.

Mifta Kharisma Mifta Kharisma
14/12/2020
in Pernak-pernik, Publik
0
difabel

difabel

575
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Beberapa warga yang dahulu memandang difabel adalah orang yang tidak mampu, kini stigma-stigma kuat yang terbentuk diantara mereka tergantikan dengan adanya desa inklusi, yang mana orang-orang difabel memiliki hak yang sama dalam berkarya.

“Pandangan orang yang dulu difabel itu ya orang cacat, yang akan menjadi beban, kalau sekarang orang jarang lagi mengatakan cacat. Dan masyarakat menganggap bahwa orang difabel merupakan beban dari masyarakat, tapi sekarang sudah berubah pandangan itu. Kini masyarakat menganggap bahwa orang difabel merupakan potensi apalagi adanya dorongan pemerintahan desa.” Ujar Tritugiatno, sambil tersenyum lega.

Mewujudkan desa inklusi bukan hal mudah dan cepat, merubah pola pikir masyarakat yang masih terbelenggu stigma-stigma, kehadiran SIGAB membantu desa dan masyarakat mewujudkan desa inklusi dengan dorongan yang aktif, pada tahun 2015 sampai sekarang desa inklusi sebagai tatanan baru di desa Ngentakrejo, Kecamatan Lendah, Kabupaten Kulonprogo.

Respon awal masyarakat sendiri memang tidak semua masyarakat langsung menerima terutama orang-orang difabel, dari pihak perangkat desa melakukan pendataan, “Tapi karena dulu juga ditunjuk kader kader untuk membangun desa inklusi jadi ya sedikit sedikit kita beri pengertian lah ya Allhamdulillah akhirnya pendataan dan kesadaran masyarakat istilah nya memberikan informasi tentnag difabel ya mereka terbuka begitu dan sudah mulai berubah.” Ujar Tritugiatno.

Adanya desa inklusi, perubahan demi perubahan nampak terjadi, terlihat respon orang-orang difabel, keluarga dan masyarakat. Adanya pelatihan-pelatihan merupakan salah satu bentuk aksi nyata kepedulian perangkat desa dan masyarakat terhadap orang-orang difabel ini. Tercatat salah satunya pelatihan budidaya lele tahun 2019, kegiatan pertemuan rutin dengan membahas perkembangan kegiatan yang telah dilaksanakan dan yang akan direncanakan. KUBE, adalah salah satu usaha yang dilakukan orang-orang difabel, usaha ini berbentuk E-warung. Fungsi dari KUBE ini adalah sebagai pengelola pencairan BNPT (Badan Pangan Non Tunai).

Baca Juga:

Bagaimana Mubadalah Memandang Fenomena Perempuan yang Menemani Laki-laki dari Nol?

Belajar Nilai Toleransi dari Film Animasi Upin & Ipin

Kebaikan Yang Justru Membunuh Teman Disabilitas

Nelayan Perempuan Madleen, Greta Thunberg, dan Misi Kemanusiaan Palestina

Mendengar suara Basuki

Pada tahun 2016. Desa Ngentakrejo, Kecamatan Lendah, Kabupaten Kulon Progo menjadi salah satu daerah rintisan dari tim SIGAB (Sasana Inklusi Gerakan Advokasi Difabel). Restu Basuki (27), salah satu warga yang memiliki penyandang berkebutuhan khusus. Ia mulai aktif dan merasakan langung perubahan desa inklusi yang ada di desa Ngentakrejo, Kecamatan Lendah, Kabupaten Kulonprogo. Dalam kesempatan ini ia bercerita tentang perubahan sebelum dan setelah adanya desa inklusi yang dirintis oleh SIGAB.

Minggu,(26/1) saya berkesempatan berkunjung ke daerah ini. Ngentakrejo, yang terletak di Kabupaten Kulonprogo mayoritas penduduknya bermata pencaharian petani. Saat menemui warga desa yang begitu ramah terhadap masyarakat pendatang. Tentu juga ramah dengan kehadiran desa inklusi. Basuki, menjelaskan saat SIGAB belum merintis di desa Ngentakrejo, dari segi fasilitas belum ada sama sekali fasilitas yang ramah akan orang-orang yang memiliki kebutuhan khusus.

Penerimaani masyarakat, khususnya dalam berinteraksi mereka cenderung tertutup. Rasa malu dan minder untuk berinteraksi kerap kali menjadi penghalang mereka untuk bermasyarakat serta mencari pekerjaan. Sehingga banyak dari orang-orang yang berkebutuhan khusus hanya berdiam diri di rumah.

Seiring dengan perkembangan desa inklusi yang dirintis oleh SIGAB, orang-orang berkebutuhan khusus menyadari perlunya mereka berinteraksi dan terbuka dengan masyarakat sehingga rasa malu dan minder bukan menjadi penghalang.

“Saya yang dahulunya seorang pemalu jika bertemu orang lain, karena menyadari akan kekurangan yang berbeda. Tetapi setelah mengikuti pertemuan-pertemuan dengan orang yang memiliki kebutuhan khusus, saya mulai terbuka. Jadi yang cacat bukan hanya saya saja akan tetapi banyak sekali di dunia ini yang memiliki nasib yang sama.” Ujar Basuki saat saya temui di ruang balai  pertemuan di Desa Ngentakrejo.

Sayangnya, mereka yang memiliki kebutuhan khusus masih saja menjadi sosok yang termarginalkan oleh beberapa pihak. Bahkan pemerintah sendiri begitu mengabaikan akan hak dan pemenuhan hak asasi manusia terhadap seluruh warganya.

Basuki bercerita, saat ia akan mendaftar di SMK (Sekolah Menengah Kejuruan), ada perkataan yang merupakan salah satu bentuk diskriminasi yang pernah ia terima dalam hidupnya, tetapi ia tidak putus semangat untuk mencari tempat sekolah yang mau menerima keadaannya. Pemerintah yang seharusnya menjamin setiap hak atas hidup, hak atas pendidikan, hak atas berkebebasan pendapat. Akan tetapi, masih banyak orang-orang yang memiliki kemampuan khusus ini tidak diperhatikan secara khusus oleh pemerintah pusat.

Memahami kelompok difabel seringkali mengira sebagai kelompok yang kurang, tidak normal, yang bahkan secara terkenal diistilahkan sebagai yang cacat, bahkan disabilitas yang dialami oleh seseorang seringkali diikuti dengan cap / labelling, anggapan serta pemahaman yang tidak rasional seperti anggapan bahwa itu merupakan sebuah dosa turunan, kutukan, atau bahkan akibat dari aib keluarga. Bahkan ada kelompok keluarga yang mengurung anaknya yang berkebutuhan khusus karena mereka mengira menjadi aib keluarga.

Desa inklusi menjadi terobosan baru untuk menghilangkan stigma-stigma yang ada di kelompok difabel ini. Keluarga yang awalnya tidak mendukung anaknya, lambat laun mereka terbuka dan mendukung anaknya untuk mengikuti temu inklusi. Menjadi kelompok difabel tidak mudah, banyak tantangan dan pelabelan yang mengarah ke proses diskriminasi.

Selanjutnya, membangun masyarakat yang inklusif bagi difabel harus dimulai dari mengajarkan masyarakat untuk menghargai dan bersikap positif terhadap mereka yang memiliki kebutuhan khusus, Basuki mungkin sebagai salah satu contoh proses diskriminasi masih ada dan harus kita hilangkan bersama. []

 

 

Tags: Desa InklusiDifabelkeberagamankemanusiaanKesalingantoleransi
Mifta Kharisma

Mifta Kharisma

Terkait Posts

Seksualitas Perempuan

Mari Hentikan Pengontrolan Seksualitas Perempuan

28 Juni 2025
Feminisme di Indonesia

Benarkah Feminisme di Indonesia Berasal dari Barat dan Bertentangan dengan Islam?

28 Juni 2025
Fiqh Kesetaraan

Menggeser Fiqh Fitnah Menuju Fiqh Kesetaraan

28 Juni 2025
Wahabi Lingkungan

Wahabi Lingkungan, Kontroversi yang Mengubah Wajah Perlindungan Alam di Indonesia?

28 Juni 2025
Istri Shalihah

Benarkah Istri Shalihah Itu yang Patuh Melayani Suami?

28 Juni 2025
Patung Molly Malone

Ketika Patung Molly Malone Pun Jadi Korban Pelecehan

27 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Patung Molly Malone

    Ketika Patung Molly Malone Pun Jadi Korban Pelecehan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Fiqh Al-Usrah Menjembatani Teks Keislaman Klasik dan Realitas Kehidupan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Benarkah Istri Shalihah Itu yang Patuh Melayani Suami?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Wahabi Lingkungan, Kontroversi yang Mengubah Wajah Perlindungan Alam di Indonesia?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Asma’ binti Abu Bakar Ra : Perempuan Tangguh di Balik Kesuksesan Hijrah Nabi Muhammad SAW

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Kiat-kiat Mewujudkan Keluarga Maslahah Menurut DR. Jamal Ma’mur Asmani
  • Mari Hentikan Pengontrolan Seksualitas Perempuan
  • Benarkah Feminisme di Indonesia Berasal dari Barat dan Bertentangan dengan Islam?
  • Menggeser Fiqh Fitnah Menuju Fiqh Kesetaraan
  • Wahabi Lingkungan, Kontroversi yang Mengubah Wajah Perlindungan Alam di Indonesia?

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID