• Login
  • Register
Minggu, 5 Februari 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

Ibu dituduh Mendua, Anak Harus Bagaimana?

Aspiyah Kasdini RA Aspiyah Kasdini RA
14/04/2020
in Keluarga
0
32
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

‘‘Betapa kau sangat berarti, dan bagiku kau tak ‘kan terganti,

Kaulah Ibuku, cinta kasihku, terimakasihku tak ‘kan pernah terhenti,

Kau bagai matahari, yang selalu bersinar,

Sinari hidupku dengan kehangatanmu.’’

(Haddad Alwi & Farhan)

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Nizar Qabbani Sastrawan Arab yang Mengenalkan Feminisme Lewat Puisi
  • Teladan Umar bin Khattab Ra Saat Bertemu Perempuan Miskin
  • Merawat Optimisme Gerakan untuk Menghadapi Mitos Sisyphus
  • 5 Prinsip Mendidik Anak Ala Islam

Baca Juga:

Nizar Qabbani Sastrawan Arab yang Mengenalkan Feminisme Lewat Puisi

Teladan Umar bin Khattab Ra Saat Bertemu Perempuan Miskin

Merawat Optimisme Gerakan untuk Menghadapi Mitos Sisyphus

5 Prinsip Mendidik Anak Ala Islam

Berita memilukan datang dari Ponorogo pada bulan lalu, saat bangunan rumah megah yang telah dibangun dari hasil jerih payah bekerja di luar negeri harus dihancurkan oleh sang suami saat mengetahui bahwa istri yang dicintainya selingkuh ketika ditinggal merantau.

Kendati telah bercerai, mantan suami tidak dapat mengikhlaskan rumahnya tersebut untuk ditinggali mantan istri dan anaknya, karena rumah tersebut dibangun di atas tanah milik orang tua mantan istri yang tidak akan dijual, sedangkan pihak mantan istri juga tidak memiliki biaya untuk membeli rumah tersebut, sehingga sang mantan suami lebih memilih untuk menghancurkan rumah tersebut.

Para warga sangat menyayangkan keputusan itu, namun siapapun pasti dapat merasakan apa yang dirasakan oleh sang mantan suami, maka penghancuran rumah tersebut berjalan dengan lancar menggunakan alat berat dengan disaksikan seluruh warga sekitar.

Jika yang berselingkuh adalah sang istri, suami bisa saja menceraikannya dan memutus hubungan dengan perempuan yang telah menyakitinya ini. Lantas bagaimana dengan posisi sang anak, apa yang dapat ia lakukan jika mengetahui ibunya telah nyeleweng dan menghianati bapaknya, apakah ia dapat menceraikan ibunya dan memutus hubungan begitu saja dengan sang Ibu?

Masih adakah kemuliaan untuk sang Ibu yang telah nyeleweng ini untuk sang anak? Masih wajibkah sang anak menghormati dan memuliakannya, sebagaimana sabda Rasul tentang kedudukannya dan menempatkan surga sang anak di bawah telapak kakinya?

Mari kita menggunakan pendekatan kesalingan dalam mengurai hal-hal tersebut. Sebuah keluarga terdiri dari beberapa anggota keluarga, yakni Bapak, Ibu, serta anak-anak. Tentang keutuhan keluarga tidak menjadi kewajiban Bapak saja, atau Ibu saja, apalagi anak-anak saja.

Keutuhan dan kesejahteraan keluarga (dalam bukunya yang berjudul Pengantin Alquran (Kalung Permata Buat Anak-Anakku), Prof. Quraish Shihab menggunakan istilah sakinah untuk merujuk kepada makna kesejahteraan dengan indikator rasa nyaman dan tenang yang menimbulkan ketenangan keluarga yang dinamis) adalah tanggung jawab semua anggota keluarga, baik Bapak, Ibu, dan anak-anak.

Kebutuhan keluarga hendaknya dipenuhi dengan cara bekerjasama oleh para anggota keluarga, ada yang bertugas di luar rumah, dan adapula yang di dalam rumah, tentunya dengan melibatkan peran anak-anak dalam pemenuhan kebutuhan rumah tangga tersebut, tidak lain agar anak-anak dilatih untuk memiliki tanggung jawab dan keterampilan dalam melakukan hal-hal domestik rumahan.

Kebutuhan akan rasa aman dan bahagia juga merupakan tanggung jawab bersama, Bapak wajib mengayomi dan mengasihi anak-istrinya, Ibu wajib mengayomi suami dan anak-anaknya, dan anak-anak pun wajib menghargai dan menghormati kedua orangtuanya. Namun adakalanya kehidupan tidak berjalan seperti yang apa diharapkan, dan ini merupakan keniscayaan.

Adanya ujian dalam kehidupan rumah tangga bukanlah sebuah akhir, melainkan sesuatu yang harus diselesaikan dan diperbaiki. Ujian tersebut bermacam-macam, bisa ujian dalam hal ekonomi, kondisi perilaku anak-anak, atau juga yang berhubungan dengan keharmonisan antara suami-istri.

Di antara semua ujian-ujian tersebut, yang dirasakan paling memiliki dampak negatif yang paling besar adalah ujian ketika salah satu dari Bapak atau Ibu memiliki hubungan istemewa dengan orang lain. Tidak hanya bagi sang sang istri atau suami, anak juga akan menerima rasa kekecewaan yang sama besar dan berpengaruh pada kehidupannya.

Pada sebuah penelitian yang dilakukan oleh David H. Demo dan Alan C. Acock, “The Impact of Divorce on Children,” anak-anak yang memiliki riwayat broken home hingga terjadinya perceraian antar kedua orang tuanya memiliki perubahan yang drastis dalam segala aspek kehidupannya, mereka cenderung pasif dan melampiaskan kekecewaannya pada hal-hal yang tidak diinginkan, seperti penurunan laporan hasil belajar, penyimpangan sosial, dan gangguan kejiwaan.

Sebagai salah satu anggota keluarga, berikut langkah-langkah yang dapat dilakukan seorang anak untuk menjaga keutuhan keluarga, jika menjumpai salah satu dari kedua orang tua nyeleweng terhadap pasangannya, lebih khususnya jika dilakukan oleh sang Ibu.

Pertama, posisikan diri sebagai seorang anak dan juga sahabat. Anak adalah buah hati yang dikandung sang Ibu sembilan bulan lamanya, anak dan Ibu memiliki hubungan istemewa untuk dapat berbicara dari hati ke hati. Perlu diyakini, jangan sesekali membenci sang Ibu, tapi fokuslah pada sikap nyelewengnya.

Anak yang berusaha mendekati Ibu untuk membantunya keluar dari masalah kejiwaannya (nyeleweng dapat dikategorikan sebagai masalah kejiwaan karena ada hal yang dirasa dan difikir tidak dia dapatkan dari pasangannya, baik itu rasa nyaman, rasa sayang, rasa aman, keperdulian, kebutuhan, dan lain sebagainya), akan lebih mudah untuk melakukan perubahan daripada sang Ibu mengkomunikaskan hal tersebut kepada pasangannya.

Ibu akan memiliki teman untuk berbagi kegelisahannya, yakni sang anak. Dengan demikian, Ibu juga akan lebih merasa nyaman dan terbebas dari rasa bersalah, dari pada harus mengutarakan dan melampiaskan kegelisahannya kepada teman nyelewengnya. Siapapun di dunia ini yang telah memiliki akal dan jiwa yang sempurna pasti mengetahui mana yang baik dan tidak, maka, tidak hanya orang tua saja yang harus menjadikan anak sebagai teman dan sahabat, tetapi para anak juga harus dapat menjadikan orang tua sebagai rekan dan sahabat untuk berbagi suka dan duka.

Tidak boleh terlewat untuk mengajak sang Ibu supaya senantiasa mendekatkan diri kepada Yang Esa, karena dengan melakukan hal ini dapat menjadi solusi atas krisis spiritual yang dialami oleh sang Ibu. Kenneth Ira Pargament dalam bukunya yang berjudul The Psychology of Religion and Coping mengatakan bahwa penyelesaian masalah dengan ajaran agama sangat membantu bagi orang-orang yang religius; agama juga dapat menenangkan atau menghalangi seseorang dari keadaan stress; dan penyelesaian krisis spiritual dengan agama merupakan sebuah dimensi yang unik dalam penyelesaian masalah.

Tidak hanya untuk sang Ibu, anak juga harus memposisikan diri sebagai anak dan juga sahabat bagi sang Bapak, ajak Bapak bekerjasama untuk memenuhi sesuatu yang dirasa dan difikir Ibu tidak ia dapatkan dari pernikahannya, apapun itu, dengan memenuhi kekosongan ini, hubungan harmonis keduanya perlahan-lahan akan terjalin kembali.

Kedua, gunakan jasa pihak ketiga sebagai mediator. Tidak semua anak memiliki kemampuan untuk dapat ikut campur atau urun rembuk dalam permasalahan keluarga yang terjadi. Namun hal tersebut lagi-lagi bukanlah sebuah akhir, para anak dapat meminta bantuan kepada pihak ketiga untuk mendapat masukan guna menyelesaikan permasalahan Ibu yang nyeleweng.

Orang ketiga di sini adalah orang-orang yang diyakini dapat memberikan pengaruh yang signifikan pada pola pikir dan pola tindak sang Ibu, seperti orang tua Ibu, saudaranya, kerabatnya, ulama yang diikutinya, atau bahkan psikiater ahli. Socrates (w. 399 SM) mengungkapkan bahwa pada dasarnya setiap manusia mampu menyelesaikan segala macam persoalan yang dihadapi.

Akan tetapi tidak semua dari mereka mampu untuk menyadari bahwa sesungguhnya dalam diri mereka terpendam kemampuan atas jawaban-jawaban permasalahan tersebut, sehingga dibutuhkan seseorang yang dapat membantu mengeluarkan kemampuan itu, yakni para mediator yang dapat dipercaya.

Sebagaimana yang dikemukakan oleh Ibnu Sina dalam bukunya yang berjudul Al-Qanun fi al-Tibb, nasihat dan sugesti merupakan obat psikis bagi pasien, diharapkan masukan dan nasihat dari para mediator benar-benar dapat menjadi obat bagi kesehatan jiwa sang Ibu. Namun harus digaris bawahi bahwa yang dapat menjadi mediator adalah sungguh-sungguh orang yang dapat dipercaya, tidak lain agar permasalahan pribadi keluarga ini tidak diketahui banyak orang dan memperkeruh permasalahan yang ada.

Ketiga, mendoakan dan memohon ampunan untuk Ibu. Jika segala hal sudah dilakukan atau tidak ada yang mampu dilakukan oleh seorang anak, lagi-lagi ini bukan akhir, masih ada Tuhan Yang Maha Segalanya. Tiada yang mustahil bagi-Nya, untuk sang Ibu, mohonkan ampunan-Nya, mohonkan rahman-rahim-Nya, dan mohonkan keinsafan untuk-Nya agar Ibu dapat kembali menjadi seorang istri dan ibu yang menjalankan hak dan kewajibannya sesuai norma agama, norma kesusilaan, norma hukum dan norma masyarakat yang berlaku.

Juga mendoakan kepada sang Bapak, agar tetap diberikan ketabahan, keikhlasan, dan kesetiaan dalam melalui permasalahan ini. Tidak hanya anak yang menjadi amanah bagi orang tua, namun orang tua juga amanah bagi anak-anaknya untuk saling mengingatkan, saling menjaga, saling sayang, dan saling mengasihi.

Adapun dalam kasus Ibu yang mendua, bukan berarti menggugurkan kedudukannya sebagai seseorang yang mulia bagi sang anak, sebagaimana yang disampaikan oleh Murtadha Muthahhari dalam bukunya yang berjudul Falsafe Akhlaq, yang buruk adalah perilakunya yang menyebabkan seseorang tidak memiliki kemuliaan dan keagungan diri, perilaku tersebut tidak indah secara independen, maka untuk mendapatkan perilaku karimah kembali seseorang harus memperindah ruhnya.

Dan semoga para anak dengan bantuan Tuhan Yang Maha Indah dapat kembali memperindah perilaku buruk orang tua. Dan kita semua meyakini, sebagaimana diungkapkan Bahmanyar Azerbaijani, segala sesuatu itu berubah, sebagaimana badan, maka diri manusiapun satu menit yang lalu bukanlah diri manusia yang sekarang. Demikian pula dengan para Ibu ataupun Bapak yang nyeleweng. []

Aspiyah Kasdini RA

Aspiyah Kasdini RA

Alumni Women Writers Conference Mubadalah tahun 2019

Terkait Posts

Kehidupan Rumah Tangga

Lima Pilar Penyangga Dalam Kehidupan Rumah Tangga

4 Februari 2023
Peran Ayah bagi Anak Perempuan

Fenomena Fatherless dan Peran Ayah bagi Anak Perempuannya

2 Februari 2023
Kesehatan Calon Pasangan

Pentingnya Mengetahui Kesehatan Calon Pasangan Sebelum Menikah

31 Januari 2023
Makanan Penambah Darah

Makanan Penambah Darah untuk Ibu Hamil Berdasarkan Kearifan Lokal Indonesia

26 Januari 2023
Toxic Parents

Toxic Parents dan Akibatnya pada Pengasuhan Anak

26 Januari 2023
Mandul itu Bukan Salah Perempuan

Mandul itu Bukan Salah Perempuan Semata

25 Januari 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Perempuan Miskin

    Teladan Umar bin Khattab Ra Saat Bertemu Perempuan Miskin

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pengembangan Industri Halal yang Ramah Lingkungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Merawat Optimisme Gerakan untuk Menghadapi Mitos Sisyphus

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 5 Prinsip Mendidik Anak Ala Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Lima Pilar Penyangga Dalam Kehidupan Rumah Tangga

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Nizar Qabbani Sastrawan Arab yang Mengenalkan Feminisme Lewat Puisi
  • Teladan Umar bin Khattab Ra Saat Bertemu Perempuan Miskin
  • Merawat Optimisme Gerakan untuk Menghadapi Mitos Sisyphus
  • 5 Prinsip Mendidik Anak Ala Islam
  • Pengembangan Industri Halal yang Ramah Lingkungan

Komentar Terbaru

  • Indonesia Meloloskan Resolusi PBB tentang Perlindungan Pekerja Migran Perempuan - Mubadalah pada Dinamika RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, yang Tak Kunjung Disahkan
  • Lemahnya Gender Mainstreaming dalam Ekstremisme Kekerasan - Mubadalah pada Lebih Dekat Mengenal Ruby Kholifah
  • Jihad Santri di Era Revolusi Industri 4.0 - Mubadalah pada Kepedulian KH. Hasyim Asy’ari terhadap Pendidikan Perempuan
  • Refleksi Menulis: Upaya Pembebasan Diri Menciptakan Keadilan pada Cara Paling Sederhana Meneladani Gus Dur: Menulis dan Menyukai Sepakbola
  • 5 Konsep Pemakaman Muslim Indonesia pada Cerita Singkat Kartini Kendeng dan Pelestarian Lingkungan
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist