• Login
  • Register
Sabtu, 24 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

Melihat Figur Bapak Berbagi Peran Kesalingan dalam Keluarga

Pada prinsipnya anggota keluarga penting untuk saling berbagi peran dan bertanggung jawab atas aktivitas yang terjadi di dalam rumah

Ni'am Khurotul Asna Ni'am Khurotul Asna
22/01/2025
in Keluarga
0
Peran Kesalingan

Peran Kesalingan

889
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – “Ibumu kalau tidak dibantu bisa stres,”ujar Bapak kepadaku yang maksudnya tak lain sebagai nasihat sekaligus perintah. Bapak mengatakan ini bukan hanya karena keberatan jika ibu nanti akan capek fisik dan capek mental. Justru, Bapak sering mengajarkan kepada anak-anaknya untuk tak segan ikut mengurus pekerjaan rumah sebagai aktivitas rutin keseharian bersama.

Bukan hanya dalam rangka membantu saja. Tetapi dengan kesadaran penuh sebagai keluarga, kita adalah tim yang solid dalam pengerjaan aktivitas rumah dan hal-hal yang menyangkut kebutuhan satu sama lain. Kesadaran ini penting dimiliki oleh setiap orang bahwa pekerjaan rumah tangga atau kerja domestik adalah pekerjaan semua orang tanpa memandang atau membedakan gender maupun status.

Mengutip ungkapan Alissa Wahid di beberapa sumber mengatakan bahwa tiga fondasi utama bangunan keluarga maslahah yaitu muadalah (keadilan), mubadalah (kesalingan), dan muwazanah (keseimbangan). Pilar ini akan menjadi penyangga mewujudkan keluarga maslahat yang selaras dengan istilah new relationship goals.

Dalam konteks memotret figur Bapak, kukira tepat sebagai role model yang menerapkan praktik peran kesalingan dalam lingkup keluarga. Saya akan mengambil praktik baik yang Bapak ajarkan sebagai contoh.

Meskipun saya paham, Bapak tidak terlalu paham soal peran kesalingan dan konsep yang berkaitan dengan itu. Tapi secara sadar Bapak mengajarkan pada anggota keluarga bahwa pekerjaan rumah adalah tugas kita bersama untuk saling berbagi peran. Atau kalau menurut beberapa orang, mereka menyebutnya “agar tidak manja, biar mandiri, egaliter”.

Baca Juga:

Jalan Mandiri Pernikahan

Berhenti Meromantisasi “Age Gap” dalam Genre Bacaan di Kalangan Remaja

Catcalling Masih Merajalela: Mengapa Kita Tidak Boleh Diam?

Rahasia Tetap Berpikir Positif Setiap Hari, Meski Dunia Tak Bersahabat

Berbagi Peran Anggota Keluarga

Sejak kecil, orang tua mengajarkan kepada saya untuk ikut berbagi peran dalam aktivitas rumah. Aktivitas umum ini saya lakukan salah satunya juga terdoktrin waktu masa belia sering mendapati narasi aktivitas anggota keluarga di rumah.

Sebagaimana narasi yang tertulis dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia mengenai aktivitas anggota keluarga tiap hari di rumah. Meskipun, sebetulnya narasi itu terlihat jelas ketimpangan peran gender yang terpaku pada aktivitas Bapak yang hanya duduk membaca koran dan minum kopi tiap pagi sedangkan ibu memasak di dapur.

Beruntung Bapak tidak mengamini praktik narasi seperti itu. Bertahun-tahun Bapak selalu mengerjakan hal penting hingga yang kecil nan sederhana sekalipun untuk dilakukan. Memastikan anaknya siap dan mengantar ke sekolah, bangun pagi untuk ikut mencuci, menyapu, memberi makan hewan peliharaan, terkadang mengepel lantai, menyetrika seragam adik yang kadang kala lupa, dan sebagainya.

Bapak selalu mengajarkan kepada anak-anaknya untuk berbagi peran yang bisa kami lakukan. Jika ada yang tidak bisa, tak segan Bapak yang berganti membereskannya. Sekalipun ada beberapa yang tidak Bapak lakukan seperti memasak karena memang Bapak sama sekali tidak mahir di pekerjaan itu. Meski begitu, sudah sejak lama Bapak selalu melakukan dan membereskan pekerjaan rumah yang lain ini tanpa mengeluh.

Tidak hanya Bapak, tiap anggota keluarga selalu akan bergantian melakukan pekerjaan rumah ketika memang belum bisa ditangani. Jika Bapak tak sempat, maka ibu akan berganti peran. Begitu pula dengan saya dan adik. Meskipun, saya yakin bahwa banyak juga bapak-bapak di luar sana yang sudah peka akan berbagi peran dalam urusan rumah tangga. Tetapi, seyogyanya ini adalah hal penting untuk bisa disorot sebagai apresiasi pengamatan keluarga yang berkesalingan.

Melek Realita

Fakta lapangan telah menunjukkan bahwa pekerjaan domestik yang hanya berkutat pada ibu saja memiliki kerentanan dampak yang buruk. Kerentanan ibu mengalami stres, depresi, burn out mustahil terpisah dari ketimpangan beban dalam pembagian tugas urusan rumah tangga.

Bahkan kontras melihat fakta bahwa apresiasi untuk perempuan yang berkarir dalam keluarga jauh lebih besar daripada perempuan yang menjadi ibu rumah tangga di rumah. Sebab permasalahan terletak pada anggapan yang masih mengamini bahwa pekerjaan domestik bukanlah “sebuah pekerjaan” atau tidak setara dengan pekerjaan di luar.

Kerja-kerja rumah tangga seakan menjadi pekerjaan wajib yang lumrah dan musti ibu lakukan. Bahkan urusan rumah tangga posisinya terbebankan oleh perempuan daripada menyetujui prinsip suami dan istri memiliki kewajiban mengurus urusan domestik bersama-sama.

Saya rasa saat membaca berita tirto.id soal survey Gallup terhadap 60 ribu perempuan di Amerika Serikat pada 2012 silam masih relevan hingga kini. Bahwa terungkap lebih banyak ibu rumah tangga yang merasa khawatir, sedih, dan marah daripada ibu-ibu yang bekerja di kantor. Meski begitu, apapun profesinya baik ibu rumah tangga maupun ibu yang juga berkarir di luar sama-sama memiliki tantangan masing-masing.

Pada prinsipnya anggota keluarga penting untuk saling berbagi peran dan bertanggung jawab atas aktivitas yang terjadi di dalam rumah. Dukungan dan kerja sama dari pasangan amat penting menjaga keutuhan dan kebaikan keluarga.

Tim yang Solid dan Berkesalingan

Zaman sekarang ini sudah tentu pasti membangun keluarga yang berlimpah kebaikan dan kebahagiaan adalah impian tiap pasangan. Sebagaimana tiga pilar keluarga maslahat yang saya sebut di atas menandai bahwa relasi antara suami dan istri, orang tua dan anak, anak kepada anak, dan sebagainya harus berlandaskan prinsip mubadalah (kesalingan).

Prinsip mubadalah ini akan meniscayakan relasi antara keduanya dan yang lainnya—berbasis kemitraan, kesalingan, dan kerja sama. Mengutip pemaknaan Q.S at-Taubah (9:71) dalam Manual Mubadalah, Faqihuddin Abdul Qodir, bahwa laki-laki dan perempuan, satu sama lain diminta menjadi wali, ulama mengartikan  dengan makna pelindung, penolong, dan penanggungjawab. Relasi antara mereka adalah saling menolong, melindungi, dan bekerja sama.

Ayat ini memang berkaitan dengan relasi antara laki-laki dan perempuan secara umum. Tetapi ini bisa menjadi pegangan bahwa dalam berbagai tempat dan aspek relasi laki-laki dan perempuan adalah mitra bersama. Dalam ayat lain yang spesifik mengarah pada prinsip keluarga juga mengarah pada tujuan yang sama.

Dalam Q.S al-Baqarah, 2:187 dan ar-Rum, 30:21 tentang prinsip berpasangan dan berkesalingan. Q.S an-Nisa’, 4:19 tentang saling memperlakukan dengan baik (mu’asyarah bil ma’ruf) dan Q.S al-Baqarah, 2:233 tentang kebiasaan saling rembuk bersama atau musyarawah.

Beberapa dalil Al-Qur’an yang dibaca dengan interpertasi yang mapan menampakkan anjuran dan pedoman kepada pasangan untuk membangun keluarga yang sakinah, mawaddah, Rahmah, dan mubadalah.

Tawaran perspektif mubadalah dalam pernikahan menegaskan kemanusiaan perempuan dan pentingnya relasi kerja sama. Bukan hegemoni antar keduanya. Tetapi kemitraan, kebersamaan, dan kesalingan antara laki-laki sebagai suami dan ayah. Anak sebagai individu biasa, dan perempuan sebagai istri, ibu, anak, maupun individu biasa.

Pada praktiknya, jika antara suami dan istri memiliki prinsip dan praktik kesalingan maka kita bisa yakin bahwa keduanya akan mengajarkan praktik tersebut kepada anak-anaknya. Sehingga komitmen membangun pondasi keluarga maslahat kiranya akan terwujud.

Sekali lagi, meskipun Bapak sendiri tidak terlalu memahami konsep kesalingan. Akan tetapi praktik Bapak menjadi partner pasangan yang membangun mu’asyarah bil ma’ruf untuk keluarga patut menjadi contoh yang terdokumentasi. []

 

 

 

 

 

Tags: kerja bersamaKerja MubadalahKesalinganPekerjaan Rumah Tanggaprinsip mubadalahRelasi
Ni'am Khurotul Asna

Ni'am Khurotul Asna

Ni'am Khurotul Asna. Mahasiswa pendidikan UIN SATU Tulungagung. Gadis kelahiran Sumsel ini suka mendengarkan dan menulis.

Terkait Posts

Alat KB

Dalil Agama Soal Kebolehan Alat KB

22 Mei 2025
Kekerasan Seksual Sedarah

Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

19 Mei 2025
Keberhasilan Anak

Keberhasilan Anak Bukan Ajang Untuk Merendahkan Orang Tua

17 Mei 2025
Pendidikan Seks

Pendidikan Seks bagi Remaja adalah Niscaya, Bagaimana Mubadalah Bicara?

14 Mei 2025
Mengirim Anak ke Barak Militer

Mengirim Anak ke Barak Militer, Efektifkah?

10 Mei 2025
Menjaga Kehamilan

Menguatkan Peran Suami dalam Menjaga Kesehatan Kehamilan Istri

8 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Hj. Biyati Ahwarumi

    Hj. Biyati Ahwarumi, Perempuan di Balik Bisnis Pesantren Sunan Drajat

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Belajar Memahami Disabilitas dan Inklusivitas “Hanya” Dengan Naik Transjatim

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Benarkah KB Hanya untuk Perempuan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perempuan Bisa Menjadi Pemimpin: Telaah Buku Umat Bertanya, Ulama Menjawab

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Yuk Belajar Keberanian dari Ummu Haram binti Milhan…!!!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Filosofi Santri sebagai Pewaris Ulama: Implementasi Nilai Islam dalam Kehidupan Sosial
  • Perempuan Bisa Menjadi Pemimpin: Telaah Buku Umat Bertanya, Ulama Menjawab
  • Membaca Bersama Obituari Zen RS: Karpet Terakhir Baim
  • Yuk Belajar Keberanian dari Ummu Haram binti Milhan…!!!
  • Belajar Memahami Disabilitas dan Inklusivitas “Hanya” Dengan Naik Transjatim

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version