• Login
  • Register
Sabtu, 30 September 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Sastra

Mengemas Bahasa Mesra Tanpa Harus Merasa Bersalah

Zahra Amin Zahra Amin
18/09/2019
in Sastra
0
bahasa mesra

Novel Wigati : Lintang Manik Woro Karya Khilma Anis

99
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Seringkali setiap kali membaca atau menulis cerita fiksi, lalu ditemukan kata-kata mesra, romantis yang bikin hati baper dan larut dalam kisah cintanya, tetiba ada rasa bersalah. Kemudian muncul banyak pertanyaan. Dosa tidak ya?, dianggap zina tidak ya?. Karena kultur pesantren yang kuat membuat kita acapkali membuat standar ganda. Oke deh dalam adegan novel populer lain boleh bebas dan liar, tapi kita jangan, biar sifat kesantrian tidak hilang.

Tetapi setelah membaca Novel Wigati; Lintang Manik Woro karya penulis Khilma Anis, yang memiliki basis pesantren kuat, anggapan saya yang keliru itu terbantahkan. Khilma mampu mengemas bahasa mesra tanpa harus merasa bersalah.

Sikap romantis yang ditunjukkan tokoh utama Hidayat Jati, atau dalam novel akrab disapa Kang Jati terhadap Manik begitu menyentuh, tanpa harus membuat kita mengaduh. Begitu lembut hingga membuat pembaca manggut-manggut. Sangat elegan tanpa membuat harga diri perempuan terabaikan.

Meskipun novel Wigati ini merupakan karya lawas Khilma sebelum Hati Suhita yang melegenda di kalangan pesantren itu, namun menurut saya cerita cinta yang dibangun Khilma punya satu ciri khas yang sama.

Bahwa perasaan suka, kikuk dan grogi di depan orang yang kita sukai, getar degup jantung, denyar jiwa, angan yang melayang, merupakan hal lumrah yang dialami setiap manusia, baik lelaki maupun perempuan. Khilma seolah menegaskan. Tak pernah ada yang salah dengan cinta. Hanya manusia saja yang kerap membuatnya menjadi sulit dan nampak rumit.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Gus Dur dan Tonggak Kebijakan Kesetaraan Gender: Resensi Buku Gender Gus Dur
  • Definisi Ulang Kesalehan Perempuan dalam Buku Muslimah Bukan Agen Moral
  • Muslimah Bukan Agen Moral: Menyoal Pakaian, Hukum Jilbab dan Tafsir Keagamaan
  • Bi’ah Progresif: Upaya Mencegah Krisis Lingkungan untuk Mencapai Keadilan Ekologis

Baca Juga:

Gus Dur dan Tonggak Kebijakan Kesetaraan Gender: Resensi Buku Gender Gus Dur

Definisi Ulang Kesalehan Perempuan dalam Buku Muslimah Bukan Agen Moral

Muslimah Bukan Agen Moral: Menyoal Pakaian, Hukum Jilbab dan Tafsir Keagamaan

Bi’ah Progresif: Upaya Mencegah Krisis Lingkungan untuk Mencapai Keadilan Ekologis

Selain eksplorasi tentang rasa, dalam novel tersebut ada satu kalimat yang saya garisbawahi, diambil dari dialog panjang Kang Jati dengan Manik. “Gusti Allah itu romantis sekali. Dia mengabulkan pada saat kita sudah kelelahan.” Lalu pada kalimat lain disambung dengan “Bahwa usaha manusia, sekeras apapun tidak akan berarti apa-apa kalau Gusti Allah belum kerso”.

Selanjutnya dalam kalimat kedua, penjelasan tentang kata “nriman”. Yakni artinya bukan pasrah sambil mengeluh. Nriman adalah pasrah yang penuh syukur. Mensyukuri yang sudah terjadi dan percaya bahwa yang akan terjadi di depan sudah ditata Gusti Allah dengan apik. Kalau sudah Gusti Allah yang noto, mesti apik.

Membaca barisan kalimat itu saya seperti tertampar berkali-kali. Terlebih dengan kondisi yang sedang saya hadapi saat ini, atau siapapun pembaca yang sedang punya masalah. Mungkin iya, menyerahkan semua pada Sang Pemilik Kehidupan, di mana hidup dan mati kita dalam genggamanNya, akan membuat hati lebih lega. Meski segala upaya juga harus terus dicoba.

Novel yang berkisah tentang pesantren, keris dan dunai batin perempuan Jawa ini mengusung judul Wigati, tetapi bagi saya kisah cinta Kang Jati dan Manik lebih dramatis dan mendapatkan tempat di hati pembaca. Kang Jati sebagai pusaran rasa diantara dua perempuan, Wigati dan Manik. Yang satu sudah terjerat panah asmara, sementara yang lain didesak kehendak orang tua. Sebuah pilihan sulit, dan semoga ketika cerita ini berlanjut tidak menjadi cinta segi tiga atau poligami. Sebagaimana kisah percintaan ala film drama di Indonesia.

Karena mengingati Kang Jati, saya seperti melihat sosok Parang Jati dalam novel Bilangan Fu karya Ayu Utami. Keduanya sama-sama bernama dan dipanggil Jati. Bahkan karakter yang dibangun pun tak beda jauh. Sama-sama plin-plan, mudah goyah dalam urusan perasaan, terutama terhadap perempuan.

Tetapi kalau soal pengetahuan budaya dan sejarah Jawa, keduanya punya level sama. Bedanya, Hidayat Jati masuk dari ilmu “Keris”, sementara Parang Jati di Bilangan Fu, bicara dari “Candi”. Kedua sosok tokoh lelaki tersebut telah menunjukkan sesuatu. Bahwa bagi penulis perempuan, lelaki yang berpengetahuan luas, terutama tentang sejarah dan budaya negeri sendiri itu ternyata lebih seksi dan menarik. Tak kehilangan identitas, meski teknologi dan peradaban terus memburu tanpa batas.[]

Tags: Novel WigatiResensi BukuResensi NovelReview Buku
Zahra Amin

Zahra Amin

Zahra Amin Perempuan penyuka senja, penikmat kopi, pembaca buku, dan menggemari sastra, isu perempuan serta keluarga. Kini, bekerja di Media Mubadalah dan tinggal di Indramayu.

Terkait Posts

Maulid Nabi

Fatih, Selawat, dan Maulid Nabi

24 September 2023
Kesehatan Seksual dan Reproduksi

Refleksi Kesehatan Seksual dan Reproduksi: Jangan Ada Rania yang Lain

10 September 2023
Hidup Minimalis

Memulai Hidup Minimalis dengan Berlatih Melepas Kepemilikan

20 Agustus 2023
Hari Asyura

Cara Mereka Berlomba-lomba dalam Kebajikan Menyambut Hari Asyura

6 Agustus 2023
Stasiun Roma Street

Stasiun Roma Street

2 Juli 2023
Hari Raya Iduladha

Menjumpai Siti Hajar di Hari Raya Iduladha

25 Juni 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Al-Qur'an Poligami

    Al-Qur’an Menegaskan Monogami bukan Poligami

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Dalil Tentang Larangan Berbuat Kerusakan di Muka Bumi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Jiwa yang (Seharusnya) Bersedih: Laki-laki yang Tak Boleh Menangis

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Membincang Misi Sosial Profetik Nabi Muhammad SAW

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ashoka Indonesia Kembali Mengadakan Mitigasi Krisis Iklim Melalui SICI

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Tidak Ada Anjuran Poligami Dalam Al-Qur’an
  • Insecurity Laki-laki dan Strategi Ketahanan Mental Keluarga
  • Tidak Ada Keutamaan Dalam Perkawinan Poligami
  • Muhammad Abduh: Jika Nafsun Wahidah adalah Adam, Maka Adam yang Mana?
  • Tidak Ada Tafsir Al-Qur’an tentang Poligami

Komentar Terbaru

  • Ainulmuafa422 pada Simple Notes: Tak Se-sederhana Kata-kata
  • Muhammad Nasruddin pada Pesan-Tren Damai: Ajarkan Anak Muda Mencintai Keberagaman
  • Profil Gender: Angka tak Bisa Dibiarkan Begitu Saja pada Pesan untuk Ibu dari Chimamanda
  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist