• Login
  • Register
Jumat, 6 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Pernak-pernik

Makna Cantik Perempuan di Empat Suku

Definisi Cantik dari Berbagai Dunia sangat banyak dan seringkali menyakiti perempuan yang dikenal dengan istilah Beauty is Pain. Padahal Setiap Perempuan Berhak Cantik Tanpa Perlu Tersakiti. Lantas bagaimana cantik dalam perspektif Mubadalah?

Karimah Iffia Rahman Karimah Iffia Rahman
17/01/2021
in Pernak-pernik, Sastra
0
Cantik

Cantik

298
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Ini bercerita tentang kecantikan Perempuan di Empat Suku. Kisah Gemintang, Meymey, Rosa, dan Fatimah yang ingin terlihat dan tampil cantik di lingkungannya.

***

“Gemintang tidak mau pakai anting-anting ini, Ibu. Sakit.” Keluh Gemintang.

“Gemintang, dengarkan Ibu. Anak Ibu selalu cantik, Kak Lala, Kak Mela semua cantik sama seperti Ibu.” Ibu tidak mau tahu dan tetap sambil mempersiapkan anting-anting logam untuk anak-anaknya. Tradisi suku menyebut setiap perempuan masyarakat sukunya cantik apabila menggunakan anting logam sebanyak-banyaknya agar daun telinga yang ditindik memanjang.

“Lihat lah Ibu, Gem”. Ujar Ibu sambil menatap ke arah cermin di depan Gemintang. “Kalau Ibu tak memakai anting-anting sebanyak ini, mana mau Ayahmu menikahi Ibu. Ia pasti akan memilih gadis lain di suku ini yang telinganya lebih panjang dengan anting yang lebih banyak” cerita Ibu.

Baca Juga:

Menelusuri Perbedaan Pendapat Ulama tentang Batas Aurat Perempuan

Memaknai Aurat Perempuan secara Utuh

Luka Cinta di Dinding Rumah: Tafsir Feminis-Spiritual atas Tubuh yang Terlupakan

Mengapa dan Untuk Apa Perempuan Memakai Jilbab?

“Kalau begitu Gemintang tak usah jadi perempuan cantik, Ibu”.

“Apa kau bilang? Sudah, kau ikuti saja Mamakmu ini. Ibu tau yang terbaik untuk anak-anak Ibu. Lihat lah kakak-kakak mu  Lala dan Mela, semua sudah menikah dengan saudagar tambang.”

Gemintang menahan sakit kala anting-anting logam memberati daun telinganya.

***

“Aku benci melakukan ini, tetapi aku mencintai Leo” batin Rosa. Perlahan Ia mulai membuat luka di kulitnya, sedikit demi sedikit lama-lama membentuk sebuah pola. Kali ini Ia membuat pola luka itu dibagian yang mudah dilihat orang, agar semua orang tahu bahwa Ia adalah wanita tercantik. Terutama Leo, pria idamannya.

“Rosa, apa kau tidur?” tanya perempuan diluar kamarnya.

Pasti Mama, terka Rosa. “Tidak, Ma.” Jawab Rosa. “Ma, bisa kah Mama bantu aku? Tolong lah masuk sebentar Mama”. Rosa balik bertanya.

Suara gesekan tirai kain dan besi beradu. Mama Mia memasuki ruangan kamar Rosa melihat anaknya sedang membuat luka.

“Ma, tolong bantu buatkan pola yang indah dipunggungku.” Pinta Rosa

“Kau ingin memikat siapa, Ros?” tanya Mama sambil tersenyum simpul.

“Siapa lagi kalau bukan Leo, Mama.” Jawab Rosa tersipu. “Sepekan lagi bukannya akan ada pertemuan antar pemuda suku untuk merayakan hari berburu, iya kan Mama?” lanjutnya.

“Ah, sudah besar kau rupanya. Baiklah, sini Mama bantu”.

“Ku harap Leo melihat pola yang indah ini nantinya” batin Rosa.

***

“Meymey! Sini kau.” teriak A Kong Ron dari dalam rumah. Cucunya Meymey kini sudah semakin besar. A Kong Ron memberhatika Meymey yang berlarian di luar rumah sambil bermain bola salju. Ia harus mengerti tradisi kecantikan di negeri ini. Tidak baik wanita tidak memiliki kaki yang mungil dan indah. Ia harus segera tahu bahwa kini ia sudah memasuki usia 5 tahun. Tak baik menunda-nunda tradisi. Harusnya sejak usia empat tahun Meymey sudah diajarkan tentang tradisi ini, tetapi Cia dan Rei orang tua Meymey menolak.

“Meymey, sinilah kau!” kali ini A Kong Ron tak sabar. Ia tergopoh-gopoh mengambil jaket dan syalnya lalu keluar rumah menghampiri Meymey. “Meymey, sepatu ini sudah jelek. Kau harus ganti dengan sepatu baru. A Kong akan berikan untuk Meymey, hadiah musim dingin”.

Mata Meymey berbinar, “benarkah A Kong?”

“Ya, tentu saja. Makanya ayo cepat masuk”. Pinta A Kong sebelum Cia dan Rei yang sedang berkebun kembali ke rumah.

“Mana sepatunya A Kong?” tanya Meymey antusias. A Kong pun segera mengambil hadiah yang telah Ia persiapkan untuk Meymey. Meymey segera membuka hadiah berpita emas yang A Kong Ron berikan untuknya. Sepatu berpita.

“Bagus A Kong sepatunya, tetapi ukurannya sepertinya tidak pas untuk Meymey.”

“Ya Meymey, memang tradisi di sini seperti itu. Meymey harus menggunakan sepatu yang lebih kecil daripada ukuran sepatu Meymey agar terlihat lebih cantik.”

“Bagaimana bisa Meymey memakainya A Kong?”

“Tentu bisa. Nanti A Kong berikan ramuan herbal yang hangat dan darah hewan untuk dioleskan pada kaki Meymey. Kaki Meymey nanti A Kong balut agar dapat masuk ke dalam sepatu hadiah dari A Kong.”

Tiba-tiba pintu terbuka. Terlihat nafas Cia dan Rei yang memburu seperti sedang berkejaran dengan sesuatu. “Cukup A Kong, jangan Meymey. Cukup Cia saja yang alami ini. Meymey jangan.” Pinta Cia sambil menahan sesak di dadanya.

Meymey kebingungan. “Meymey, berikan saja sepatu itu pada A Kong. Dulu waktu Mama seusia Meymey, Mama diberi ramuan herbal dan darah hewan. Lalu kuku jempol Mama dipotong sedalam mungkin dan telapak kaki ditekan dengan keras sampai patah tulang jari Mama.” Cerita Cia. Cia lantas membuka balutan kakinya dan membuat Meymey terbelalak. Seketika itu juga ia takut pada A Kong Ron dan berlari ke arah Mamanya.

***

“Masya Allah Fatimah, anakku, makin cantik saja kamu, Nak!” puji Jiddah Aisha ketika melihat cucunya yang kini tumbuh semakin cantik dan menuju ke arahnya untuk mencium tangan. Ia dengar dari Sarah kini Fatimah sudah mulai menghafalkan al-Qur’an dan hadits. Ia juga mendapatkan kabar bahwa Fatimah sangat bersemangat dalam menuntut ilmu dan berbagi dengan sekitarnya.

“Terima kasih Jiddah. Jiddah yang mengajarkan pada Fatimah bahwa Allah tidak melihat hambanya cantik atau tampan dari rupanya yang indah, matanya yang menawan, bibirnya yang merekah, lehernya yang panjang, daun telinganya yang menjuntai. Berdandan atau tidak. Tetapi Allah melihat hambanya yang rupawan dari hati, akhlak, dan fikiran serta dari ketakwaannya.” []

Tags: cerita pendekMitos KecantikanperempuanSastraTradisi
Karimah Iffia Rahman

Karimah Iffia Rahman

Alumni Kesehatan Lingkungan Poltekkes Kemenkes Yogyakarta dan Kebijakan Publik SGPP Indonesia. Karya pertamanya yang dibukukan ada pada antologi Menyongsong Society 5.0 dan telah menulis lebih dari 5 buku antologi. Founder Ibuku Content Creator (ICC) dan menulis di Iffiarahman.com. Terbuka untuk menerima kerja sama dan korespondensi melalui iffiarahman@gmail.com.

Terkait Posts

Wuquf Arafah

Makna Wuquf di Arafah

5 Juni 2025
Aurat

Aurat Perempuan: Antara Teks Syara’ dan Konstruksi Sosial

5 Juni 2025
Batas Aurat

Menelusuri Perbedaan Pendapat Ulama tentang Batas Aurat Perempuan

5 Juni 2025
Fikih Ramah Difabel

Menggali Fikih Ramah Difabel: Warisan Ulama Klasik yang Terlupakan

5 Juni 2025
Batas Aurat Perempuan

Dalil Batas Aurat Perempuan

5 Juni 2025
Aurat Perempuan

Memaknai Aurat Perempuan secara Utuh

4 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Raja Ampat

    Tambang Nikel Ancam Kelestarian Alam Raja Ampat

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Iduladha sebagai Refleksi Gender: Kritik Asma Barlas atas Ketaatan Absolut

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Aurat Perempuan: Antara Teks Syara’ dan Konstruksi Sosial

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menelusuri Perbedaan Pendapat Ulama tentang Batas Aurat Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menggali Fikih Ramah Difabel: Warisan Ulama Klasik yang Terlupakan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Pentingnya Narasi Hajar dalam Spiritualitas Iduladha
  • Berkurban: Latihan Kenosis Menuju Diri yang Lapang
  • Makna Wuquf di Arafah
  • Iduladha sebagai Refleksi Gender: Kritik Asma Barlas atas Ketaatan Absolut
  • Aurat Perempuan: Antara Teks Syara’ dan Konstruksi Sosial

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID