Mubadalah.id – Jauh sebelum Islam datang, orang Arab sudah menggunakan perhitungan waktu dengan berdasar pada perputaran bulan. Sistem perhitungan ini kemudian disebut sistem Qomariyah. Tetapi waktu itu orang Arab belum memberikan urutan angka dalam setiap siklus satu tahun perhitungan. Meskipun untuk nama-nama bulan sudah digunakan istilah seperti Muharrom, Sofar, dan seterusnya. Manakah sebenarnya kalender Islam, Hijriyah atau Masehi?
Sebagai gantinya, untuk menandai tahun mereka biasa menggunakan sebutan yang merujuk kepada peristiwa besar yang terjadi di tahun tersebut. Seperti ‘amul-fiil (tahun gajah), ‘amul-huzn (tahun duka), dan lain-lain.
Khalifah kedua, baginda Umar bin Khothob r.a. adalah orang yang disebut-sebut sejarah sebagai yang pertama kali memberi angka tahun Qomariyah. Pada zaman Umar ditentukanlah awal tahun Qomariyah dari tahun hijrahnya baginda Nabi SAW. Maka sejak itulah di dunia Islam tahun Qomariah itu dikenal dengan sebutan tahun Hijriyah.
Penetapan bulan puasa, penetapan hari raya, miqot zamani haji, asyhurul-hurum (bulan-bulan yang dimuliakan), dan lain-lain, itu semua merujuk pada sistem perhitungan tahun Qomariyah. Inilah di antara sisi keterkaitan antara Islam dan tahun Qomariyah.
Mungkin atas dasar keterkaitan ini sebagian orang berujar: “Kalender Islam adalah kalender Hijriyah, bukan kalender Masehi. Tahun baru Islam adalam tahun baru Hijriyah, bukan tahun baru Masehi.” Benarkah demikian?
Faktanya, tidak hanya Hijriyah, sistem perhitungan tahun Masehi pun mempunyai keterkaitan erat dengan Islam. Tidak tanggung-tanggung, Masehi amat terkait dengan ibadah mahdhoh nomor wahid di dalam Islam: salat wajib lima waktu.
Ya, waktu pelaksanaan salat fardhu mesti merujuk pada kalender Masehi. Dalam arti, waktu salat didasarkan kepada posisi matahari dari bumi. Atau lebih tepatnya dari tempat di mana orang yang akan menunaikan salat itu berada.
Sementara itu posisi matahari dari bumi setiap hari pasti mengalami perubahan sebagai akibat dari peredaran bumi mengelilingi matahari. Nah, peredaran bumi mengelilingi matahari itu tidak lain yang disebut dengan sistem perhitungan tahun Syamsiyah atau sebutan populernya tahun Masehi.
Karena merujuknya pada tahun Masehi maka tidak heran kalau semua jadwal waktu salat disuguhkan dengan menggunakan tanggal dan bulan Masehi. Ini bisa dilihat di antaranya pada kalender-kalender yang menyuguhkan jadwal waktu salat.
Falhasil, tidak sepatutnya umat Islam antipati terhadap kalender Masehi atau kalender mana pun. Bagaimana pun juga kalender-kalender itu merupakan pencapaian ilmu umat manusia dalam perhitungan, penetapan dan pemanfaatan waktu dalam kehidupan. Islam menuntut umatnya untuk mengkaji, mempelajari dan terus mengembangkannya. Sehingga dapat dituai buah manfaatnya untuk kebaikan bersama. Wallaahu a’lam.[]