Mubaadalahnews.com,- Kasubdit Bina KS Direktorat Bina KUA dan KS Dirjen Bimas Islam Kemenag RI, M. Adib Machrus berharap ke depan semua Kantor Urusan Agama (KUA) di Indonesia bisa menggelar bimbingan perkawinan (Bimwin) untuk calon pasangan suami-istri (pasutri). Pasalnya, angka perceraian tinggi di Indonesia, khususnya di Jawa Barat.
Sebab, ke depan Bimwin dapat menekan tingginya angka perceraian yang semakin meningkat setiap tahunnya berdasarkan riset dari Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Bimas Agama dan Layanan Keagamaan Kemenag RI tahun 2015 silam.
Di sisi lain, Bimwin dapat menyelesaikan persoalan di masyarakat terkait isu-isu keluarga, seperti nikah dini, hamil yang tidak diinginkan, tawuran, narkoba, radikalisme dan kenakalan remaja lainnya.
“Kita belum mampu melakukan binwin semuanya, karena anggaran terbatas. Ada sekitar 6 ribu KUA di Indonesia, tapi hanya 7 persen saja yang dibiayai,” kata Adib saat ditemui Mubaadalahnews di Jakarta, belum lama ini.
Untuk mencapai agar Bimwin digelar semua KUA, maka pihaknya melatih fasilitator baru agar mereka menguasai modul tentang relasi pasutri, mengatasi konflik keluarga, dan mengelola keuangan dengan baik.
Ia mengaku, telah melatih fasilitator sejak September 2017 lalu. Hasilnya ada sekitar 1.300 fasilitator yang telah dilatih memahami modul Fondasi Keluarga Sakinah.
“Jadi selama sebulan ada sekitar 50-60 fasilitator baru yang telah terlatih,” imbuhnya.
Satu KUA, satu fasilitator
Ia bertekad ke depan satu KUA bisa memiliki satu fasilitator. Menurutnya, jumlah KUA di Indonesia ada sekitar 5.945 unit. Jadi masih banyak lagi KUA-KUA yang perlu diberikan pelatihan.
“Fasilitator ini ke depan bisa menjadi petugas untuk menyukseskan program Pusat Layanan Keluarga (Pusaka) Sakinah,” tegas Adib.
Namun sebelum hal itu terwujud, pihaknya akan melakukan supervisi dan monitoring evaluasi (monev) sejauhmana penyampaian modul kepada calon pasutri, termasuk 100 KUA yang menjadi piloting project Pusaka Sakinah.
Saat disunggung terkait dampak atau perubahan dari digelarnya Bimwin, Adib menyatakan belum bisa mengukur sejauhmana efektif Binwin. Hal itu dapat diukur paling tidak minimal 3-5 tahun.
Selain itu, untuk menjamin modul ini tersampaikan dengan baik kepada fasilitator, maka pihaknya bersama beberapa stakeholder yang terlibat harus berfikir keras bagaimana agar penyampaiannya materi bisa tersampaikan dengan baik.
Maka dari itu, Adib menuntut kepada fasilitator untuk menguasai modul tersebut, baik dari segi penyelanggaraan atau output Bimwin.
Ia mengaku ada tantangan di lapangan terkait penyampaian materi kepada calon pasutri. Sebab ada fasilitator dalam penyampaiannya monoton, kaku, tak menarik, dan tidak berkembang.
“Ternyata penguasaan modul itu berbanding lurus dengan pengalaman memfasilitasi. Kalau tidak biasa jadi fasilitator, maka akan monoton dan kaku,” tandasnya. (WIN)