• Login
  • Register
Selasa, 20 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Tokoh

Belajar Kritis dari Khaled Abou El-Fadl dalam Menanggapi Hadis Misoginis

Ide gagasan Abou El-Fadl dalam menanggapi fatwa-fatwa dari lembaga Hukum Islam dengan menggunakan hadis-hadis misoginis perlu adanya dilakukan jeda-ketelitian lebih kritis

Miftahur Rohmah Miftahur Rohmah
03/12/2021
in Tokoh
0
Qira'ah Mubadalah

Buku Tuhan Ada di Hatimu, Karena Islam Sejati adalah Akhlak

246
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Menoleh sejarah ke belakang pada zaman jahiliyyah, peran perempuan sama sekali tidak ada artinya. Sehingga bisa dikatakan minadzulumati ilannur ketika ditarik ke konteks sekarang. Tetapi faktanya sampai sekarang perempuan masih terdiskriminasi.

Terlebih dalam memahami sebuah teks hadis yang sudah beredar tanpa dilakukan penelitian secara kritis dan mendalam. Masih banyak yang mempercayai bahwa perempuan adalah biang kerok dalam keburukan. Apalagi ketika berbicara soal hadis penduduk terbanyak neraka adalah perempuan, yang sampai sekarang masih melekat dipercaya dengan kuat tanpa berpikir dengan kritis.

Khaled Abou El-Fadl seorang pakar hukum Islam yang sekarang menetap di negara Amerika Serikat. Walaupun lahir di negara kuwait yang asalnya menganut sebagai puritan wahabi, tetapi pikirannya mulai berkembang ketika mencari ilmu di negara paman sam tersebut. Sehingga disebut sebagai tokoh intelektual muslim kontemporer. Karena mempunyai ide gagasan pendekatan hermeneutika otoritatif dalam menanggapi paham otoritarianisme.

Dalam agama Islam pemegang otoritas hukum Islam yang pertama dan utama yakni Allah Subhanahu Wata’ala. Dalam hal ini hukum Islam dari Allah diwujudkan berupa kitab suci al-Qur’an yang dimukjizatkan kepada Nabi Muhammad Shallohu ‘Alaihi Wasallam. Sehingga bisa dikatakan bahwa pemegang otoritas sesudah Allah adalah Nabi Muhammad sang suri tauladan umat.

Di samping al-Qur’an yang dijadikan sebagai pedoman Islam, hadis dari Rasululllah juga disebut pelengkap dari al-Qur’an atau sebagai pedoman kedua pada kala itu. Dengan ini jelas bahwa nabi Muhammad dianggap sebagai orang yang otoritatif dalam hukum Islam. Tetapi yang menjadi problem adalah ketika Rasulullah wafat. Siapa pemegang otoritas hukum Islam selanjutnya?

Baca Juga:

Merebut Tafsir: Membaca Kartini dalam Konteks Politik Etis

Merebut Tafsir: Ketika Daya Dukung Sosial bagi Anak Melemah

Fikih Disabilitas dan Narasi Inklusif

Dalil al-Qur’an dan Hadis tentang Hak Perempuan Untuk Menikah

Pada awal Islam sejak zaman khalifah pertama Abu Bakar Ash-Shiddiq mulai muncul persoalan-persoalan terkait hukum Islam. Secara pada zaman Rasulullah ketika masih hidup adanya problem langsung dilaporkan dan mendapatkan jawaban secara jelas. Sehingga pada zaman khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq terjebak dalam perang saudara, dilanjut pada khalifah Umar bin Khattab dan Utsman bin Affan telah terbunuh.

Dan yang paling kemelut puncak pemberontakan hebat pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib yang juga meninggal akibat dibunuh oleh sesama muslim sendiri. Adanya pemberontakan tersebut mencerminkan karena dilandasi krisis otoritas. Sehingga pada waktu itu orang Islam awal berdebat dalam menentukan siapa yang berhak menerima otoritas.

Memang pada kala itu ada beberapa calon yang berhak menerima otoritas diantaranya keluarga Nabi, para tokoh Quraisy, sahabat dekat nabi dsb. Tetapi pada abad ke-2 H/ ke-8 M pemegang otoritas mulai terbentuk yaitu di pegang oleh para fuqaha. Sehingga pada abad ke-4 H/ke-10 M otoritas nabi secara kokoh dalam konsep hukum Islam dijaga oleh para fuqaha.

Berkaitan dengan para fuqaha yang dianggap sebagai penerus pemegang otoritas. Dalam hal ini juga terdapat lembaga hukum Islam yang dianggap problematis atau otoriter dalam mengeluarkan fatwa-fatwa yang menggunakan tafsiran misoginis. Misal saja, dalil hadis tentang ketaatan penuh kepada suami, perempuan yang menjadi penghuni neraka terbanyak, maupun perempuan yang lemah akal dan agamanya. Sehingga adanya fatwa yang dikeluarkan dengan menggunakan dalil tersebut berdampak pada ideologis, moral, dan sosial yang merendahkan perempuan.

Dari sini gagasan Abou El-Fadl muncul. Salah satu karya Abou El-Fadl yang mengkritik lembaga hukum Islam yang mengeluarkan fatwa secara otoriter atau disebut sebagai paham otoritarianisme yakni dalam buku yang berjudul “ Speking in God’s Name : Islamic Law, Authority and woman” yang bukunya diterjemahkan ke bahasa Indonesia “Atas Nama Tuhan : Dari Fikih Otoriter ke Fikih Otoritatif” mengajak pembaca untuk berfikir kritis sebelum menetapkan keputusan dengan dalil hadis yang dianggap bertentangan akal tersebut.

Ide gagasan Abou El-Fadl dalam menanggapi fatwa-fatwa dari lembaga Hukum Islam dengan menggunakan hadis-hadis misoginis perlu adanya dilakukan jeda-ketelitian lebih kritis. Dalam bukunya tersebut Abou El-Fadl mengutarakan bahwa menurut ulama hadis kebanyakan hadis-hadis misoginis terutama terkait hadis tentang bersujud dan taat kepada suami derajat autentisitas hadisnya ada yang dha’if  hingga hasan gharib.

Tetapi semuanya adalah hadis ahad dan belum mencapai derajat tawatur. Kebanyakan juga hadis tersebut bersumber dari Abu Hurairah, yang secara fakta cukup dianggap sebagai problematis. Abu Hurairah dipandang agak kontroversial dalam sejarah awal Islam. Secara diketahui bahwa Abu Hurairah masuk Islam tiga tahun sebelum Nabi Muhammad SAW wafat, ternyata juga dalam meriwayatkan hadis yang dinisbatkan kepada Nabi Muhammad lebih banyak dibandingkan para sahabat yang masuk Islamnya lebih awal.

Ini bukan tentang menjatuhkan Abu Hurairah. Tetapi pembuktian hadis harus memenuhi standar yang ketat. Uji kompetensi yang di dalamnya mencakup subtansi hadis (matn), rantai periwayatan (isnad), zharf al-riwayah, maupun konsekuensi moral serta sosialnya harus diteliti secara kritis. Sehingga apakah benar hadis-hadis tersebut bersumber dari nabi Muhammad?

Jika hadis tentang bersujud kepada suami yang dapat menyebabkan legitimasi, dengan ini ketika disandingkan isi dalam al-Qur’an juga tidak selaras. Kehidupan pernikahan yang diinginkan adalah sakinah, mawaddah, Warohmah sebagaimana dalam QS. Al-Rum [30]: 21. Disamping itu hadis-hadis misoginis yang lain seperti perempuan diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok, perempuan kecerdasannya di bawah standar, perempuan pembawa sial dsb. Tentu hadis-hadis tersebut secara mendasar tidak sejalan dengan pesan-pesan Islam.

Maka, perlu adanya mengevaluasi proses kepengarangan dalam mendukung riwayat-riwayat tersebut. Dengan ini Abou El-Fadl juga menawarkan ide gagasan pendekatan hemeneutika otoritatif sebelum menetapkan makna dalam teks. Sehingga tidak terjebak dalam paham otoritarianisme. Yang mana hermeneutika otoritatif adalah sebentuk hermeneutika berdasarkan negoisasi dan moral di mana makna merupakan hasil interaksi yang erat antara pengarang, teks, dan pembaca yang di sana makna dapat diperdebatkan, didialogkan, dan terus mengalami perubahan.

Negoisasi di sini maksudnya adalah menjembatani agar tidak tegang antara pengarang, penafsir atau pembaca, dan sumber-sumber tekstual. Sedangkan ketika dihubungkan ke moral, maka dengan ini melindungi penafsir dari sikap sewenang-wenang dalam menafsirkan sebuah teks. Karena, jika melihat konteks moral antara laki-laki dan perempuan juga tidak mengalami timpang tindih, dan hadis-hadis misoginis tidak ditetapkan makna secara tekstual tanpa berfikir kritis. Semoga ide pemikiran Abou El-Fadl dapat membuka ruang pikiran dalam menanggapi teks-teks yang tidak sejalan dengan akal. []

Tags: HadisHermeneutikaMerebut TafsirTafsir Hadits
Miftahur Rohmah

Miftahur Rohmah

Mahasiswa Magister Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Terkait Posts

Sa'adah

Sa’adah: Sosok Pendamping Korban Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak  

19 Januari 2025
Umi Nyai Sintho' Nabilah Asrori

Umi Nyai Sintho’ Nabilah Asrori : Ulama Perempuan yang Mengajar Santri Sepuh

30 Desember 2024
Ning Imaz

Ning Imaz Fatimatuz Zahra: Ulama Perempuan Muda Berdakwah Melalui Medsos

8 Desember 2024
Siti Hanifah Soehaimi

Siti Hanifah Soehaimi: Penyelamat Foto Perobekan Bendera Belanda di Hotel Yamato yang Sempat Hilang

12 Oktober 2024
Teungku Fakinah

Teungku Fakinah Ulama Perempuan dan Panglima Perang

27 September 2024
Durrah binti Abu Lahab

Durrah binti Abu Lahab: Beriman di Tengah Kekufuran

26 September 2024
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kekerasan Seksual Sedarah

    Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia
  • Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama
  • KUPI Dorong Masyarakat Dokumentasikan dan Narasikan Peran Ulama Perempuan di Akar Rumput

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version