• Login
  • Register
Minggu, 8 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Figur

Sosok Khilma Anis; Ibu Nyai yang Mencintai Wayang dan Keris

Perbedaan yang dimiliki oleh setiap kultur masyarakat adalah sebuah keniscayaan. Maka Islam hadir dengan esensi dari kehidupan, bukan perihal eksistensinya. Selagi nilai-nilai yang disampaikan oleh wayang tidak bertolak belakang dengan ajaran Islam, maka wayang tidak bisa dihukumi haram

Yuyun Khairun Nisa Yuyun Khairun Nisa
07/10/2022
in Figur
0
Sosok Khilma Anis; Ibu Nyai yang Mencintai Wayang dan Keris

Sosok Khilma Anis; Ibu Nyai yang Mencintai Wayang dan Keris

161
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id -Berikut ini akan membahas Sosok Khilma Anis. Ia adalah seorang ibu Nyai yang mencintai wayang dan keris. Baginya wayang dan Keris itu budaya leluhur Bangsa Indonesia. Yang paham betul tentang wayang dan keris kebanyakan orang sepuh. Saya sebagai orang muda merasa perlu untuk mempelajarinya.

Hal itu kontras sekali dengan fenomena belakangan. Di jagat sosial media dihebohkan dengan pandangan Ustadz Khalid Basalamah tentang wayang. Pada video berdurasi 2 menit 23 detik yang diunggah di akun YouTube Afdal Mishary dengan judul “Hukum Wayang”, Ustadz Basalamah mengatakan bahwa wayang dihukumi haram.

“Kita sudah harus tahu dan sadar kalau kita muslim, dan muslim ini dipandu oleh agama. Maka saya bilang caranya adalah harusnya Islam dijadikan tradisi dan budaya, jangan kita balik. Jangan budaya dan tradisi di-Islamkan. Susah,” demikian dikutip dari isi ceramahnya.

Pandangan Ustadz Basalamah sebagai tokoh agama ini sangat berbanding terbalik dengan Ning Khilma Anis sosok ibu nyai penulis novel best-seller Hati Suhita. Dalam sebuah talkshow yang saya ikuti, beliau justru mencintai wayang sebagai warisan budaya nusantara.

Bentuk kecintaan beliau terhadap wayang juga diekspresikan dengan menciptakan berbagai produk yang bertemakan wayang, seperti; tas, baju dan kerudung. Tak hanya wayang, sosok Ning Khilma Anis juga menulis sebuah novel berjudul “Wigati” yang menggambarkan keris dan budaya leluhur Indonesia.

Baca Juga:

Ketuhanan yang Membebaskan: Membangun Perdamaian dengan Dasar Pancasila

Fenomena Inses di Indonesia: Di Mana Lagi Ruang Aman bagi Anak?

Menilik Peran KUPI Muda dalam Momen Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

Pesan Nyai Alissa Wahid di Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

“Wayang dan Keris itu budaya leluhur Bangsa Indonesia. Yang paham betul tentang wayang dan keris kebanyakan orang sepuh. Saya sebagai orang muda merasa perlu untuk mempelajarinya. Karena kalau tidak ada yang meneruskan dan menjaganya, 2 warisan budaya itu akan punah,” ucap Ning Khilma Anis saat Talkshow yang diadakan SMA Nuris – Jember.

Tak hanya itu, caption di akun Instagramnya @khilma_anis juga tertulis sebuah nasehat dalam bahasa Jawa dari Semar, tokoh utama dalam punakawan (ksatria) di pewayangan Jawa. “Wayang iki biyen dinggo nyebarke agomo karo kanjeng Sunan Kalijogo. Wayang ket biyen ki dadi tontonan, tuntunan, tatanan, lan tantangan. Wong ndelok wayang ki nek tenan-tenan leh ndelok, mesti bakal entuk ngelmu seng apik. Entuk ngelmu seng becik.”

“Wayang ini dari dulu digunakan untuk menyebarkan agama oleh Sunan Kalijaga. Wayang juga dari dulu menjadi tontonan, tuntunan, tatanan, dan tantangan. Orang yang melihat wayang dengan sungguh-sungguh, pasti akan dapat ilmu yang baik. Mendapatkan ilmu yang bagus sekali.”

Di akhir nasehat Semar dalam caption Ning Khilma Anis, dituliskan bahwa “ojo nyepelekke wayang. Lakon lakon wayang ki iso nggo sangu sakjroning urip.” Artinya, jangan menyepelekan wayang karena tokoh-tokoh wayang ini bisa jadi panutan untuk hidup.

Ning Khilma Anis justru melihat wayang sebagai kearifan tradisi Bangsa Indonesia yang agung. Dari pertunjukan wayang, justru banyak sekali nilai-nilai dan pelajaran yang baik untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, agar menjadi pribadi yang semakin baik.

Dengan mencintai wayang dan melestarikannya, sama halnya dengan melestarikan budaya Indonesia. Menghukumi wayang dengan dalil haram karena bukan tradisi Islam adalah pemikiran yang salah. Justru wayang berperan besar dalam menyebarkan ajaran agama Islam, seperti yang dilakukan Sunan Kalijaga.

Dalam memandang suatu objek, dalam hal ini adalah wayang, harus fokus pada nilai-nilai yang terkandung didalamnya. Seperti nasihat Semar dalam caption Ning Khilma Anis, banyak ilmu yang didapat dari pertunjukan wayang.

Walaupun wayang adalah budaya Jawa, tetapi nilai-nilai yang disampaikan dalam pertunjukkannya bisa berupa nilai-nilai kemanusiaan, ketauhidan dan ajaran agama. Maka, pada dasarnya tidak ada yang salah dari budaya wayang.

Hal ini sejalan dengan salah satu gagasan besar Gus Dur yang luar biasa, yakni “Pribumisasi Islam”, bukan “Arabisasi Islam”. Artinya, konteks ajaran agama Islam menyesuaikan dengan nilai-nilai, budaya dan tradisi yang ada dan berlaku pada suatu masyarakat tertentu, alih-alih menggeneralisir ajaran Islam dengan budaya Arab.

Perbedaan yang dimiliki oleh setiap kultur masyarakat adalah sebuah keniscayaan. Maka Islam hadir dengan esensi dari kehidupan, bukan perihal eksistensinya. Selagi nilai-nilai yang disampaikan oleh wayang tidak bertolak belakang dengan ajaran Islam, maka wayang tidak bisa dihukumi haram.

Dari gagasan Gus Dur, pendekatan yang dilakukan Sunan Kalijaga, serta sosok Ning Khilma Anis yang mencintai wayang dan juga keris ini mengajak kita semua untuk lebih mengenal jati diri sebagai Bangsa Indonesia dengan warisan budaya yang sangat istimewa dan membanggakan, yakni wayang. []

Tags: IndonesiaKhilma AnisTradisiWawasan KebangsaanWayang
Yuyun Khairun Nisa

Yuyun Khairun Nisa

Yuyun Khairun Nisa, lahir di Karangampel-Indramayu, 16 Juli 1999. Lulusan Sastra Inggris, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Jember. Saat ini sedang bertumbuh bersama AMAN Indonesia mengelola media She Builds Peace Indonesia. Pun, tergabung dalam simpul AMAN, Puan Menulis (komunitas perempuan penulis), dan Peace Leader Indonesia (perkumpulan pemuda lintas iman). Selain kopi, buku, dan film, isu gender, perdamaian dan lingkungan jadi hal yang diminati. Yuk kenal lebih jauh lewat akun Instagram @uyunnisaaa

Terkait Posts

Hj. Biyati Ahwarumi

Hj. Biyati Ahwarumi, Perempuan di Balik Bisnis Pesantren Sunan Drajat

23 Mei 2025
Nyai Nur Channah

Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

19 Mei 2025
Nyai A’izzah Amin Sholeh

Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami

18 Mei 2025
Nyai Ratu Junti

Nyai Ratu Junti, Sufi Perempuan dari Indramayu

17 Mei 2025
Nyi HIndun

Mengenal Nyi Hindun, Potret Ketangguhan Perempuan Pesantren di Cirebon

16 Mei 2025
Ibu Nyai Hj. Djamilah Hamid Baidlowi

Ibu Nyai Hj. Djamilah Hamid Baidlowi: Singa Podium dari Bojonegoro

9 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Masyarakat Adat

    Masyarakat Adat dan Ketahanan Ekologi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 3 Faktor Sosial yang Melanggengkan Terjadinya KDRT

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Fenomena Walid; Membaca Relasi Kuasa dalam Kasus Kekerasan Seksual

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Spirit Siti Hajar dalam Merawat Kehidupan: Membaca Perjuangan Perempuan Lewat Kacamata Dr. Nur Rofiah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Dari Sapi Hingga Toleransi : Sebuah Interaksi Warga Muslim Saat Iduladha di Bali

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Jam Masuk Sekolah Lebih Pagi Bukan Kedisiplinan, Melainkan Bencana Pendidikan
  • Iduladha: Lebih dari Sekadar Berbagi Daging Kurban
  • Masyarakat Adat dan Ketahanan Ekologi
  • 3 Faktor Sosial yang Melanggengkan Terjadinya KDRT
  • Dari Sapi Hingga Toleransi : Sebuah Interaksi Warga Muslim Saat Iduladha di Bali

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID