Mubadalah.id – Ruang ngaji Ramadan Mubadalah akan menggelar Ngaji Metodologi Fatwa KUPI, pada Minggu, 3 April 2022, mendatang.
Ngaji Metodologi Fatwa KUPI merupakan kajian yang akan mengupas gagasan buku Metodologi Fatwa KUPI.
Lalu membahas tentang bagaimana pengalaman perempuan menjadi basis fatwa keagamaan.
Kemudian, apakah konsep makruf bisa menjadi pendekatan dalam berfatwa.
Dan mengapa KUPI mendasarkan fatwanya pada Konstitusi dan Undang-undang, di samping Qur’an dan Hadits serta kaidah-kaidah Fiqh.
Ngaji Metodologi Fatwa KUPI ini akan dipandu langsung oleh sang penulis buku, Faqih Abdul Kodir dan menghadirkan para narasumber tamu dari Majlis Musyawarah Kongres Ulama Perempuan Indonesia (MM KUPI) yang akan mengupas buku Metodologi Fatwa KUPI.
Lebih lanjut, berikut jadwal Ngaji Metodologi Fatwa KUPI :
1. Dr. Nur Rofiah, Bil. Uzm (Anggota MM KUPI), tema “Pengalaman Perempuan sebagai Basis Fatwa KUPI”, pada Minggu, 03 April 2022, pukul 05.30 WIB
2. Nyai Hj. Badriyah Fayumi, Lc. MA (Ketua MM KUPI), tema “Konsep dan Pendekatan Makruf dalam Fatwa KUPI”, pada Minggu, 10 April 2022, pukul 05.30 WIB.
3. KH. Marzuki Wahid, M.Ag (Anggota MM KUPI dan Rektor ISIF), tema “Konstitusi sebagai Rujukan Fatwa KUPI”, pada Minggu, 17 April 2022, pukul 05.30 WIB
Untuk diketahui, Ngaji Metodologi Fatwa KUPI akan digelar secara online melalui platform Zoom.
Berikut link zoom https://us06web.zoom.us/j/87693566599?pwd=QithMS9WdzBsRnZ6NWhRMFdoWUZuUT09
Atau bisa mengakses melalui Meeting ID: 87693566599, Pascode: KangFaqih.
Sejarah KUPI
KUPI adalah suatu rangkaian panjang dari kerja-kerja aktifis perempuan Muslim di Indonesia. Ia dimulai sekitar awal tahun 1990-an melalui kerja-kerja yang digawangi Mbak Lies Marcoes di P3M dan saya sebagai asisten beliau saat itu. Karena itu, ketika di hari pertama acara ini, saya sebenarnya mencari-cari Mbak Lies dan ingin memeluk beliau serta ingin mengatakan padanya bahwa ini merupakan buah kerjanya dalam rentang waktu yang cukup panjang.
Kerja-kerja P3M (Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat) dilanjutkan oleh Rahima yang digawangi oleh Mbak Farha Ciciek, Mbak AD Eridani dan kemudian menghasilkan anak lembaga lain, yakni Fahmina di Cirebon. Langkah kerja Fahmina rupanya lebih gesit dan bergerak cukup maju karena mempunyai ide-ide kuat dengan icon KH. Husein Muhammad, Faqihuddin Abdul Kodir, dan Marzuki Wahid.
Fahmina melalui Faqih -panggilan Faqihuddin Abdul Kodir- menciptakan lagu Shalawat Keadilan yang sepanjang acara Kongres Ulama Perempuan ini, lagu tersebut dijadikan Mars wajib bagi setiap mata acara. Penyelenggaraan acara di Cirebon pun bukan tanpa alasan, karena Ibu Masriyah Amva, pimpinan Pondok Pesantren Kebon Jambu Al-Islamy Babakan Ciwaringin Cirebon adalah salah satu kader Fahmina.
Kerja-kerja mainstreaming gender dan Islam ini kami teruskan di Pimpinan Pusat Fatayat NU yang pada saat itu Ketua Umum-nya dijabat oleh Mbak Maria Ulfah Anshor. Mungkin Fatayat NU di masa Mbak Maria inilah satu-satunya organisasi perempuan berbasis massa Islam yang mengarusutamakan perspektif gender dalam kerja-kerjanya secara sistematik dan terstruktur.
Meski kami sering berseberangan dan dimarahi oleh KH. Hasyim Muzadi yang saat itu menjadi Ketua Umum PBNU, tetapi kami pantang menyerah untuk suatu visi yang hendak kami perjuangkan melalui organisasi ini.
Di tahun 2009, saya menjadi salah satu Komisioner Komnas Perempuan, dan duduk sebagai Ketua Sub Kom Pendidikan dan Litbang. Saat itu, kami: Mbak Kamala Candrakirana (Nana), Kyai Hussein Muhammad, Mbak Tati Krisnawaty dan Mbak Nani Zulminarni yang dibantu oleh Badan Pekerja Sub Kom Pendidikan yaitu Yenny Widjaja dan Yuni Nurhamida (Ida) menginisiasi berdirinya organisasi Alimat.
Sebagaimana namanya, organisasi ini berpretensi menjadi tempat bergabungnya para ulama perempuan dari pelbagai disiplin ilmu pengetahuan Islam untuk dapat menjawab masalah-masalah yang mendiskriminasi dan melanggengkan kekerasan terhadap perempuan atas nama ajaran Islam. Sejumlah aktivis perempuan terlibat dalam organisasi ini, dimana harapannya supaya terjadi pertukaran antara pemikiran dengan realitas empirik perempuan yang digeluti para aktivis.
[]