Mubadalah.id – Pertanyaan mengapa perempuan haid harus mengqadha puasa tetapi tidak mengqadha shalat pernah disampaikan seorang perempuan Bernama Mu’adzah al-‘Adawiyah kepada Sayyidah ‘Aisyah ra.
Karena ini masalah ibadah, ‘Aisyah ra menjawab dengan simpel: “Kami yang mengalami haid ini, pada masa Nabi Saw, memang diperintahkan untuk mengganti puasa (yang kami tinggalkan), tetapi tidak diperintahkan untuk mengganti shalat (yang kami tinggalkan)”. (Sahih Muslim, no. 789).
Artinya, karena hal ini masalah ibadah, maka prinsipnya adalah mengikuti ketentuan yang telah digariskan Allah Swt dan Rasul-Nya, Nabi Muhammad Saw.
Ketika hal ini sudah diputuskan, maka semua umat Islam tinggal mengikuti dan menjalankan. Dalam sebuah hadits disebutkan: “Jika aku sudah melarang sesuatu, maka tinggalkanlah, dan jika aku memerintahkan sesuatu, maka lakukanlah semampu kalian” (Sahih Bukhari, no. 7374).
Dengan demikian, perempuan yang haid meninggalkan puasa adalah perintah agama, dan meng-qadha-nya pada hari lain di luar Ramadan adalah juga perintah agama.
Begitupun, perempuan yang meninggalkan shalat dan tidak perlu meng-qadha-nya, karena haid, adalah juga perintah agama.
Perempuan yang menjalankan perintah ini adalah perempuan yang baik dan taat perintah. Ketaatan ini juga bagian dari ibadah kepada Allah SWT.
Karena bagian dari ketaatan ini, maka menyudutkan perempuan yang tidak puasa dan tidak shalat pada saat haid adalah tidak sesuai dengan ajaran Islam. Para perempuan yang menerima dispensasi ini adalah orang-orang yang mereka yang shalihah dan menerima ketentuan Allah SWT dan Rasul-Nya.
Tentu saja, perintah ini juga bisa dipahami hikmahnya. Salah satunya dengan melihat karakter shalat yang berbeda dari puasa.
Sebagaimana diketahui, kewajiban shalat itu sebanyak lima kali dalam sehari. Hal ini, tentu saja akan memberatkan perempuan jika harus mengganti semua yang ditinggalkan pada saat haid atau nifas (darah yang keluar paska melahirkan).
Sementara kewajiban puasa, hanya satu bulan dalam satu tahun. Sehingga, ada cukup waktu selama 11 bulan bagi perempuan yang haid untuk bisa ikut berpartisipasi dalam ibadah puasa ini, sekalipun dilakukan di luar bulan Ramadan. Yaitu di hari apapun, sesuai kesempatan yang dimiliki perempuan tersebut dan kemampuanya.
Artinya, ini soal keringanan hukum Islam bagi perempuan yang haid atau nifas agar tidak berat dalam menjalankan ibadah shalat dan puasa. Wallahu a’lam. (FK)