Mubadalah.id – Apa maksud perempuan manusia seutuhnya? Perempuan adalah salah satu makhluk ciptaan Allah SWT yang memiliki sifat lembut dan penuh kasih sayang. Saat perempuan mulai dewasa dia akan menemukan laki-laki yang dicintainya. Saat itu terjadi mereka berdua akan bersatu dalam sebuah pernikahan dengan tujuan untuk hidup bersama membangun keluarga yang bahagia, penuh cinta, dan kasih sayang.
Hampir semua perempuan mempunyai impian atau berangan-angan akan mendapatkan laki-laki yang akan menjadi imamnya, dapat membahagiakannya, mencintainya selama-lamanya.
Pada saat ini hampir semua orang, laki-laki dan perempuan berlomba-lomba untuk memperbaiki diri (hijrah). Mulai dari penampilan. Mereka ubah yang tadinya urak-urakkan hanya memakai celana jeans, baju kaos lengan pendek yang sempit di badan, dan lain-lain, menjadi laki-laki mulai memakai gamis, menggunakan peci, dan memanjangkan jenggot mereka.
Kalau laki-laki yang sudah mempunyai istri biasanya memerintahkan istri-istrinya untuk berhijrah mengikuti mereka. Kadang juga memaksa istrinya untuk memakai cadar atau penutup wajah. Mereka mengatakkan bahwa perempuan wajib menutup auratnya. Dan seorang istri wajib mengikuti semua perintah suaminya. Kalau tidak maka berdosalah istri-istri itu.
Banyak istri yang takut bila tidak mengikuti perintah dan keinginan suaminya dia akan berdosa dan akan di tempatkan di neraka. Ada sebuah dalil mengatakan bahwa surga istri ada di bawah telapak kaki suaminya.
“Dan meraka (wanita) memiliki hak seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang pantas. Tetapi para suami mempunyai kelebihan di atas mereka. Allah maha perekasa, maha bijaksana “ (QS.al-Baqarah: 28).
Setelah wali atau orang tua menyerahkan kepada suami. maka kewajiban taat istri kepada suami menjadi hak tertinggi yang harus dipenuhi. Setelah kewajiban taat kepada Allah SWT dan Rasul-Nya.
Bahkan sekarang banyak suami-suami itu ingin berpoligami. Memiliki istri lebih dari satu untuk kesempurnaan ibadahnya. Mengikuti Sunnah Rasul, katanya. Bahkan sampai memaksa istrinya untuk mengizinkannya. Kalau tidak diizinkan suami tetap akan melakukanya dengan menikah secara sirih dengan wanita lain.
Sering juga terjadi perselingkuhan oleh suami di belakang istri, ketika suami ketahuan selingkuh mereka tidak merasa berdosa dan hanya mengatakan ini terjadi karena istrinya tidak mengizinkannya untuk menikah lagi. Keadaan seperti ini adalah contoh dari ketimpangan relasi antara laki-laki dan perempuan.
Perempuan selalu menjadi bahan kesalahan laki-laki. Seakan-akan perempuan adalah biang kesalahan di dunia ini. Bukankah derajat antara laki-laki dan perempuan itu sama karena manusia, laki-laki dan perempuan, diciptakan Allah SWT. Dalam hadist Nabi Muhammad Saw menegaskan bahwa “Perempuan adalah manusia seutuhnya sebagaimana laki-laki” (QS. al-Hujuraat, 49:13)
Perempuan dan laki-laki harus diperlakukan secara manusiawi. Perebedaan keduanya tidak boleh menjadi alasan untuk melemahkan. Melainkan harus dipandang sebagai kekuatan bersama dalam menjalani kehidupan.
Islam dalam ketauhidan membawa cara pandang baru pada status, kedudukan, peran, dan nilai laki-laki dan perempuan. Pertama, perempuan tidak diciptakan dari laki-laki. Asal usul penciptaan laki-laki dan perempuan adalah sama, yaitu secara “ruhani” diciptakan dari diri yang satu atau nafsin wahida (QS. An-Nisa 4:1). Dan secara jasmani sama-sama diciptakan dari bahan serta proses yang sama (QS. Al-Mu’minun, 23:12-14).
Kedua, lakiplaki bukanlah makhluk primer sedangkan perempuan sekunder. Keduanya primer. Sebab mengemban amanah sebagai khalifah fil ardl atas seluruh makhluk Allah SWT lainnya. Keduanya juga sama-sama sekunder di hadapan Allah SWT, karena mengemban status sebagai hamba-Nya.
Ketiga, perempuan tidak mengabdikan hidup untuk kemaslahatan laki-laki. Keduanya mengabdikan hidup pada Allah SWT. Demi kemaslahatan seluruh hamba-Nya.
Keempat, perempuan tidak tunduk mutlak untuk melaksanakan perintah laki-laki. Keduanya harus kerjasama melaksanakan perintah Allah SWT mewujudkan kemaslahatan bersama.
Kelima, kualitas laki-laki dan perempuan sebagai manusia tidak ditentukan oleh jenis kelamin melainkan oleh ketakwaan yang dilihat dari seberapa jauh hidup memberi manfaat pada manusia.[]