Mubadalah.id – Kekerasan seksual dapat terjadi di mana saja, baik di ruang umum atau ruang privat. Sehingga ruang aman perempuan, menjadi kian penting kita perjuangkan. Tentu pembaca masih ingat dengan kasus di pondok pesantren Majma’ah Bahroin Hubbul Wathonn minal Iman Shiddiqiyah, Ploso, Jombang, Jawa Timur.
Di mana telah terjadi kekerasan seksual yang dilakukan oleh Mas Bechi putra pengasuh pondok pesantren tersebut. Kronologinya yaitu ia mengundang para santri perempuan untuk mengikuti seleksi tenaga kesehatan di kliniknya. Namun dalam proses seleksi medis malah terjadi kekerasan seksual.
Kasus ini sebenarnya sudah terjadi pada tahun 2017, tetapi pelaku belum berhasil tertangkap, baru pada bulan Juli 2022 ia menyerahkan diri ke polisi. Selama menjadi DPO atau daftar pencarian orang, ia mendapat perlindungan dari ayahnya selaku pengasuh pondok dan santrinya. Mengapa pelaku mendapatkan perlindungan dari santri?
Ada Relasi Kuasa Pengetahuan
Jika melihat dari teori The Power of Knowledge Michael Foucoult berarti adanya relasi kuasa pengetahuan, yakni pengasuh pondok memberikan pengetahuan kepada santrinya agar mengikuti apa yang ia tuturkan. Dengan demikian pengetahuan tersebut tidak lagi berkaitan dengan benar apa salah, melainkan bagaimana efek pengetahuan terhadap tindakan para santrinya. Dengan kata lain, kepatuhan mutlak santri pada pengasuh.
Oleh karena itu, pengetahuan yang dilontarkan oleh pengasuh pondok menjadi alat untuk mengontrol sikap dan tindakan santri. Kemudian dinormalisasikan. Jika ada santri yang bertindak tidak sesuai dengan yang ketetapan, maka tindakan santri tersebut anggapannya tidak normal. Sehingga ketika pengasuh pondok memerintahkan untuk melindungi dan menutupi kasus putranya, para santri tunduk atas perintahnya.
Kekerasan seksual yang terjadi di pondok pesantren memberikan dampak pada psikis para santri, kemungkinan terdapat rasa kekhawatiran dan ketakutan. Untuk mengatasi hal ini kita memerlukan ruang aman perempuan bagi santri di pondok pesantren. Karena itu merupakan tugas wajib yang harus kita realisasikan. Menciptakan ruang aman dapat kita lakukan dengan menggunakan teori relasi kuasa pengetahuan berbasis gender.
Ruang Aman Santri
Pertama, pengasuh pondok menjadi agen kesetaraan gender, yaitu memberikan pengetahuan terkait gender bahwa laki-laki dan perempuan mempunyai kedudukan yang sama, tidak ada kelas superior dan inferior. Sehingga tidak ada lagi yang menjadi sasaran diskriminasi dan kekerasan seksual. Pemicu kekerasan seksual itu karena budaya patriarki, yakni pelabelan negatif kepada perempuan, bahwa perempuan adalah manusia kelas kedua yang lemah dan rentan.
Kedua, sosialisasi pengetahuan. Pengetahuan tentang kesetaraan gender mereka sosialisasikan melalui pengasuh pondok kepada keluarga, guru dan santrinya. Agenda sosialisasi ini dapat menanamkan pengetahuan baru tentang hubungan antara laki-laki dan perempuan. Bahwa keduanya adalah manusia ciptaan Tuhan yang harus kita hormati dan lindungi. Dengan pengetahuan ini secara perlahan akan menghentikan terjadinya kekerasan seksual.
Ketiga, normalisasi pengetahuan. Setelah sosialisasi, lalu menormalkan pengetahuan tentang kesetaraan gender melalui praktek yang akan mereka lakukan secara berulang-ulang oleh seluruh keluarga besar pondok pesantren. Sehingga langkah ini menjadi habitus atau kebiasaan. Semua orang yang menjadi bagian di pesantren bersikap dan bertindak sesuai dengan pengetahuan yang telah pengasuh pondok tuturkan. Yaitu memperlakukan semua santri berbasis keseteraan gender, khususnya ketika memperlakukan perempuan.
Pentingnya Pengetahuan Kesetaraan Gender
Ketika ketiga tahapan ini kita praktikkan dalam pondok pesantren, maka akan tercipta ruang aman bagi perempuan. Orang tua yang ingin anaknya menimba ilmu pengetahuan di pesantren tidak lagi khawatir anaknya menjadi sasaran korban kekerasan seksual selanjutnya. Begitu juga dengan santri perempuan dapat belajar dengan nyaman dan aman.
Dengan demikian, hal utama yang harus pesantren persiapkan untuk menciptakan ruang aman perempuan, adalah pengasuh pesantren perlu mempunyai pengetahuan tentang kesetaraan gender. Karena ia merupakan seorang agen. Ruang aman bagi santri perempuan dalam pesantren ditentukan oleh pengasuhnya dalam memberikan pengetahuan kepada seluruh orang yang berada di dalam naungan, dan kebijakan pondok pesantren. []