• Login
  • Register
Minggu, 8 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Pernak-pernik

Moderasi Beragama dan Stigma-stigma yang Melingkupinya

Penghormatan kepada agama lain yang selanjutnya kita sebut toleransi sebagai salah satu indikator moderasi beragama menjadi kunci dan sesuatu yang niscaya

Yulinar Aini Rahmah Yulinar Aini Rahmah
16/08/2022
in Pernak-pernik
0
Moderasi Beragama

Moderasi Beragama

444
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Islam sudah moderat, mengapa masih harus ada moderasi beragama? Seberapa sering pertanyaan ini dilontarkan di tengah forum-forum bertemakan moderasi beragama?

Mubadalah.id – Jawabannya masih sangat banyak. Dalam salah satu seminar via zoom yang Ditjen Bimbingan Masyarakat Islam adakan, dengan menghadirkan Kiai Faqihuddin Abdul Kadir, masih ditemukan pertanyaan semacam ini. Baru-baru ini, Dr. Ali Muhtarom dosen UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten dalam kegiatan ekspos bertema moderasi beragama yang diadakan Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Jakarta Kamis, 04/08/2022 juga mengungkap masih adanya pertanyaan semacam ini di tengah masyarakat.

Kedua fakta empiris ini mengindikasikan bahwa internalisasi isu ini kepada masyarakat masih perjuangan yang cukup panjang. Moderasi beragama sebagai salah satu isu utama dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2020-2024 dengan Kementerian Agama.

Selain stigma Islam tidak perlu lagi moderasi, masih banyak stigma-stigma lain seperti moderasi beragama adalah titipan “asing” dan mengarahkan masyarakat pada liberalisme. Mereka yang menstigmakan Islam sudah moderat tidak perlu moderasi telah bermasalah sejak tataran ontologi. Wacana ini bukan hendak memoderasikan “agama” melainkan memoderasikan “pemahaman agama dan cara beragama” seseorang.

Moderasi Pemahaman Agama

Jelas bahwa objek yang menjadi sasaran untuk “dimoderatkan” adalah bukan agama melainkan pemahaman agama. Karena agama-lah yang membawa nilai-nilai moderat tersebut, maka pemahaman memoderasikan agama merupakan ketidaklogisan yang seharusnya tidak perlu kita tanyakan.

Yang seharusnya adalah pemahaman agama yang kita moderasikan, bukan agama. Sebab pemahaman agama meniscayakan terjadinya perbedaan yang beragam. Hal ini merupakan fitrah yang tidak bisa kita pungkiri Bersama namun perlu kita kelola dengan baik agar tidaak memunculkan pemahaman yang terlalu ke kanan maupun ke kiri, tidak terlalu ekstream maupun liberal.

Baca Juga:

Ketuhanan yang Membebaskan: Membangun Perdamaian dengan Dasar Pancasila

Fenomena Inses di Indonesia: Di Mana Lagi Ruang Aman bagi Anak?

Menilik Peran KUPI Muda dalam Momen Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

Pentingnya Menanamkan Moderasi Beragama Sejak Dini Ala Gus Dur

Karena di dalam sesuatu yang terlalu condong, terdapat kefanatikan yang akan banyak merugikan tidak hanya pribadi namun secara luas juga merugikan kelompok dalam hal ini adalah umat Islam dalam arti luas. Argumentasi inilah yang mengantarkan moderasi beragama perlu ada.

Sedangkan mereka yang menstigmakan moderasi beragama mengarah pada liberalisme memiliki kekacauan pada tataran epistemologi. Karena prinsip “wasath/ tengah-tengah”, mereka yang mengamini moderasi beragama dipandang “meremehkan” hal-hal yang berkaitan dengan prinsip ajaran teguh yang kaum konservatif jalani. Karena dianggap mengompromikan prinsip­-prinsip dasar agama untuk menyenangkan orang lain yang berbeda paham keagamaannya.

Penghormatan pada Praktik Beragama Orang Lain

Konsep yang sebenarnya, berdasarkan panduan yang Kementerian Agama keluarkan adalah sikap beragama yang seimbang antara pengamalan agama sendiri (eksklusif) dan penghormatan kepada praktik beragama orang lain yang berbeda keyakinan (inklusif).

Tidak ada sedikitpun role yang mengarahkan seseorang untuk berkompromi terhadap ajaran seorang yang lain karena prinsip dasar yang kita gunakan adalah لَكُمْ دِيْنُكُمْ وَلِيَ دِيْنِ (untukmu agamamu, untukku agamaku). Untuk menjaga prinsip tersebut maka penghormatan kepada agama lain yang selanjutnya kita sebut toleransi sebagai salah satu indikator moderasi beragama menjadi kunci dan sesuatu yang niscaya.

Stigma yang tidak kalah menggelitik selanjutnya adalah “moderasi beragama merupakan titipan pihak asing”. Dalam pidato pengukuhan Doktor Honoris Causanya, Lukman Hakim Saifuddin menjelaskan bahwa moderasi beragama lahir dari diri umat beragama itu sendiri. Jadi sama sekali bukan pesanan atau agenda pihak asing. (https://kemenag.go.id/read/terima-dr-h-c-dari-uin-jakarta-lukman-hakim-saifuddin-jelaskan-kesalahpahaman-terhadap-moderasi-beragama-a9gm2)

Statement tersebut menegaskan bahwa kondisi umat beragama dengan perbedaan pemahaman mendorong perlu adanya wadah untuk mengakomodir pemahaman-pemahaman agama. Di mana akan melahirkan kebaikan kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal ini yang melatarbelakangi moderasi beragama lahir, dari unsur internal umat beragama itu sendiri, bukan agenda dari eksternal (pihak asing).

Stigma pada Moderasi Beragama

Meski masih banyak stigma-stigma yang melekat pada wacana moderasi beragama, komitmen untuk menyebarluaskannya tidak lantas membuat agen-agen moderasi beragama surut. Pemerintah bersama-sama agen-agen ini dari unsur tokoh agama, penyuluh, pegiat media, pemerhati isu agama, dan lain sebagainya tetap berkomitmen untuk menciptakan narasi-narasi yang terkandung dalam wacana moderasi beragama.

Upaya-upaya ini mereka lakukan melalui berbagai hal. Seperti upaya internalisasi nasionalisme di pesantren melalui kegiatan upacara bendera di pesantren yang tokoh-tokoh agama pesantren insiasi. Upaya intensitas pelatihan penguatan moderasi beragama kepada generasi milenial oleh pemerhati isu agama. Seperti yang Jaringan Gusdurian lakukan melalui kegiatan Youth Camp Muda Toleran Menjadi Pemuda yang Moderat.

Upaya selanjutnya datang dari pegiat media dengan menyuguhkan nilai-nilai moderasi beragama dalam setiap postingan. Sebagaimana yang media-media Islam lakukan, seperti mubadalah.id, islami.co, alif.id dan yang lainnya. []

 

 

 

 

 

Tags: IndonesiaKeberagamaanModerasi BeragamaPerdamaiantoleransi
Yulinar Aini Rahmah

Yulinar Aini Rahmah

Terkait Posts

Anda Korban KDRT

7 Langkah yang Dapat Dilakukan Ketika Anda Menjadi Korban KDRT

7 Juni 2025
KDRT

3 Faktor Sosial yang Melanggengkan Terjadinya KDRT

7 Juni 2025
Apresiasi Kepada Perempuan yang Bekerja di Publik

Islam Berikan Apresiasi Kepada Perempuan yang Bekerja di Publik

6 Juni 2025
Wuquf Arafah

Makna Wuquf di Arafah

5 Juni 2025
Aurat

Aurat Perempuan: Antara Teks Syara’ dan Konstruksi Sosial

5 Juni 2025
Batas Aurat

Menelusuri Perbedaan Pendapat Ulama tentang Batas Aurat Perempuan

5 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Jam Masuk Sekolah

    Jam Masuk Sekolah Lebih Pagi Bukan Kedisiplinan, Melainkan Bencana Pendidikan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Masyarakat Adat dan Ketahanan Ekologi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 3 Faktor Sosial yang Melanggengkan Terjadinya KDRT

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Fenomena Walid; Membaca Relasi Kuasa dalam Kasus Kekerasan Seksual

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Spirit Siti Hajar dalam Merawat Kehidupan: Membaca Perjuangan Perempuan Lewat Kacamata Dr. Nur Rofiah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • 7 Langkah yang Dapat Dilakukan Ketika Anda Menjadi Korban KDRT
  • Jam Masuk Sekolah Lebih Pagi Bukan Kedisiplinan, Melainkan Bencana Pendidikan
  • Iduladha: Lebih dari Sekadar Berbagi Daging Kurban
  • Masyarakat Adat dan Ketahanan Ekologi
  • 3 Faktor Sosial yang Melanggengkan Terjadinya KDRT

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID