Mubadalah.id – Dalam penerapan relasi mubadalah dengan mereka yang berbeda agama ini terinspirasi dari kisah-kisah Nabi Muhammad Saw bersama mereka yang beragama lain.
Kisah yang menterjemahkan prinsip kerahmatan Islam dan keagungan akhlak Nabi Saw, terkait relasi muslim dengan yang berbeda agama.
Selama kehidupan Nabi Saw di Mekkah, baik sebelum maupun setelah menerima wahyu. Begitu pun selama kehidupan di Madinah, pada saat umat Islam telah memiliki komunitas, atau bahkan bisa disebut sebagai negara.
Kisah-kisah ini masih jarang diangkat ke permukaan, sehingga kebanyakan umat Islam hanya mengenal satu narasi saja bahwa non-muslim adalah kafir dan musuh yang harus dimusnahkan.
Jika merujuk pada kehidupan Nabi Muhammad Saw, narasi ini sama sekali tidak benar, baik yang tercatat dalam al-Qur’an, kitab-kitab Hadits, maupun kitab-kitab sirah, atau sejarah kehidupan beliau.
Baik sebelum maupun setelah memperoleh wahyu, kehidupan Nabi Saw dikelilingi oleh orang-orang yang belum, atau tidak, masuk Islam.
Lebih banyak yang non-Muslim dari pada yang muslim. Relasi Nabi Saw dengan mereka, semuanya adalah baik, dengan karakter utama Nabi Saw sebagai al-amin, yang amanah, terpercaya, jujur, dan berbudi mulia.
Sebuah karakter yang justru membuat kagum dan terkesima banyak pihak pada Islam dan seluruh ajaran-ajarannya.
Memang banyak pihak dari non-muslim yang memusuhi Nabi Saw dan para pengikut yang sudah masuk Islam. Bahkan terlalu banyak.
Dan ini sering menjadi narasi kepahlawanan para sahabat Nabi Saw, baik laki-laki maupun perempuan, dalam menghadapi para musuh Islam. Namun, juga banyak non-muslim yang tidak memusuhi.
Bahkan justru memberikan pertolongan, perlindungan, dan dukungan kepada Nabi Saw. Dengan mereka, sekalipun non-muslim, Nabi Saw memiliki hubungan yang kuat dan baik.
Sehingga perlu berterima kasih, bahkan berbalas jasa. Artinya, perbedaan agama sama sekali tidak memutus persahabatan dan pertemanan. Apalagi persaudaraan. Permusuhanlah yang memutus persahabatan itu. Bukan perbedaan agama.*
*Sumber: tulisan Faqihuddin Abdul Kodir, dalam buku Relasi Mubadalah Muslim Dengan Umat Berbeda Agama