• Login
  • Register
Minggu, 8 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Etika Menerima Tamu

Zain Al Abid Zain Al Abid
29/12/2022
in Publik
0
Etika Menerima Tamu
63
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.Id– Manusia merupakan makhluk sosial yang tak bisa lepas pengaruh atau peran orang lain. Begitupun dalam hidup dalam rumah tangga, karenanya kita berdampingan dengan orang lain yang disebut dengan tetangga. Berikut etika menerima tamu dalam Islam.

Bak bermain peran dalam kehidupan sehari-hari kita sering dikunjungi dan mengunjungi satu sama lain. sekadar mampir ataupun ingin menyampaikan pesan lainnya. Sebagian menjadi tamu sebagian yang lain menjadi tuan rumah yang menerima tamu.

Sebagai muslim kita semua dianjurkan untuk menghormati dan menghargai atau memuliakan tamu. Tentu dengan kadar kemampuan kita.

“Man kana yukminu billahi wal yaumil akhir falyukrim dhaifahu,”

Sabda Rasul SAW di atas ingin menyampaikan barangsiapa mengaku beriman kepada Allah dan hari akhir, maka ia harus berupaya memuliakan tamunya.

Baca Juga:

Kursi Lipat dan Martabat Disabilitas

Jalan Tengah untuk Abah dan Azizah

7 Langkah yang Dapat Dilakukan Ketika Anda Menjadi Korban KDRT

Jam Masuk Sekolah Lebih Pagi Bukan Kedisiplinan, Melainkan Bencana Pendidikan

Cara menghormati tamu tentu sangat beragam. Sebagai orang Timur atau orang Indonesia misalnya, nenek moyang kita mengajarkan beragam cara untuk memperlakukan tamu. hal itu bisa kita lihat melaui upacara penyambutan tamu di berbagai daerah.yang istimewa.

Mereka dengan senang gembira melakukannya. Ada yang disambut tarian, dikalungi bunga, disandangi kain atau mahkota kehormatan dan jamuan tradisional yang istimewa.

Cara penghomatan seperti ini sudah ada sejak berabad-abad lamanya. Dan dilanggengkan oleh norma dan adat yang istimewa bahkan sebelum Islam masuk ke nusantara. Itu artinya penghormatan terhadap tamu bersifat keharusan yang dilakukan oleh siapapun tanpa memandang siapa apalagi agama.

Namun seiring waktu , kita disibukkan dengan kebisingan zaman yang serba cepat dan instan sisi kemanusian kita tergerus dengan teknologi yang itu sangat mempengaruhi pola fikir dan prilaku kita sehari-hari.Kepentingan yang berbeda, individualisme, membuat rasa penghargaan kita terhadap orang lain mulai terkikis.

Tamu hanya dianggap orang yang singgah sementara, bahkan dianggap orang lain yang tidak memiliki tempat tinggal. Ada yang cuek, acuh sekadar basa basi bahkan tidak ditemuinya sama sekali. Penghormatan secara adat dan budaya pun sekadar seremonial. Terlebih hanya untuk  pejabat tertentu saja atau bahkan hanya untuk merengkuh pundi pariwisata.

padahal Kita  sudah diingatkan Nabi untuk “falyukrim dhaifahu” supaya menghormati tamu, Menurut hadis yang diriwayatkan Imam Bukhori dan Muslim dari Abi Syuraiah Khuwailid bin Amr juga menyebutkan dengan senada. Di dalamnya ditegaskan penghormatan terhadap tamu selama tiga hari. Selebihnya dianggap sodakoh dari tuan rumah apa bila kita memperlakukan mereka dengan baik.

Lalu siapa yang berhak dianggap sebagai tamu?? Tentunya setiap orang yang mengunjungi rumah kita baik dari dekat maupun jauh. Tanpa memandang siapa orangnya, statusnya , adatnya atau keperluannya. akan menerimanya dengan  dengan ukuran suasana batin kita. bahkan akan memilih tamu seagama atau tidaknya dengan kita.

Siapapun ia yang berkunjung dengan cara yang baik harus dihormati. Apapun tujuan, keperluan dan itikad baiknya sebagai tamu itu tentu urusan tamu, termasuk kita kala bertamu. Urusan kita sebagai tuan rumah adalah menjamu dan menghormatinya.

Banyak cara tentunya untuk menghargai dan menghormati tamu.

Perlakukanlah orang lain seperti halnya engkau ingin diperlakukan orang lain. Kira kira begitu kata sang bajik. Minimal sekali ketika kita dikunjungi, sambut ia dengan baik, perilahkan duduk dan sajikan camilan, makanan dan minuman atau sekadar menemuinya. Pun jika tidak bisa menemunya beri tahu dengan baik jangan buat ia menunggu terlalu lama di halaman rumahmu..

Banyak pilihan atau cara untuk mengejawantahkan penghormatan kita terhadap tamu. Seberapa kita menghormati tamu menjadi ukuran seberapa pantas orang dapat menghormatimu.

Sebagaimana disebutkan dalam hadis riwayat Mu’adz Ibnu Jabal radhiyallahu ‘anhuma. :

“Tidak ada seorang hamba mukminpun yang memuliakan seorang tamu ikhlas karena Allah Yang Maha Dermawan, kecuali Allah akan memperhatikannya (memuliakan) sekalipun dia berada di antara kerumunan orang. Seandainya tamu yang datang termasuk ahli surga dan pemilik rumah ahli neraka, maka Allah Ta’ala menjadikan pemilik rumah tersebut termasuk ahli surga karena telah memuliakan tamunya.”

Dengan begitu sebagai seorang mukmin dituntut untul selalu berupaya memuliakan semata-mata untuk mencari Ridlo Allah SWT. Jangan takut dan ragu untuk melakukannya karena Allah langsung yang akan memuliakanmu.

Demikian penjelasan terkait etika menerima tamu dalam Islam. Semoga bermanfaat. [Baca juga: Kata-Katamu Tak Hilang. Ia Akan Kembali Kepadamu]

Zain Al Abid

Zain Al Abid

Zain Al Abid. Penulis merupakan Staf Fahmina Institute Cirebon, Alumnus ISIF Cirebon dan Pondok Darussalam Buntet Pesantren.

Terkait Posts

Jam Masuk Sekolah

Jam Masuk Sekolah Lebih Pagi Bukan Kedisiplinan, Melainkan Bencana Pendidikan

7 Juni 2025
Iduladha

Iduladha: Lebih dari Sekadar Berbagi Daging Kurban

7 Juni 2025
Masyarakat Adat

Masyarakat Adat dan Ketahanan Ekologi

7 Juni 2025
Toleransi di Bali

Dari Sapi Hingga Toleransi : Sebuah Interaksi Warga Muslim Saat Iduladha di Bali

7 Juni 2025
Siti Hajar

Spirit Siti Hajar dalam Merawat Kehidupan: Membaca Perjuangan Perempuan Lewat Kacamata Dr. Nur Rofiah

7 Juni 2025
Relasi Kuasa

Fenomena Walid; Membaca Relasi Kuasa dalam Kasus Kekerasan Seksual

7 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Jam Masuk Sekolah

    Jam Masuk Sekolah Lebih Pagi Bukan Kedisiplinan, Melainkan Bencana Pendidikan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Masyarakat Adat dan Ketahanan Ekologi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 3 Faktor Sosial yang Melanggengkan Terjadinya KDRT

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Fenomena Walid; Membaca Relasi Kuasa dalam Kasus Kekerasan Seksual

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Dari Sapi Hingga Toleransi : Sebuah Interaksi Warga Muslim Saat Iduladha di Bali

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Kursi Lipat dan Martabat Disabilitas
  • Jalan Tengah untuk Abah dan Azizah
  • 7 Langkah yang Dapat Dilakukan Ketika Anda Menjadi Korban KDRT
  • Jam Masuk Sekolah Lebih Pagi Bukan Kedisiplinan, Melainkan Bencana Pendidikan
  • Iduladha: Lebih dari Sekadar Berbagi Daging Kurban

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID