Mubadalah.id – Bukan tidak mungkin mahasiswa merasa kurang nyaman karena mempertaruhkan hidup agar bisa merampungkan studi perkuliahan. Pengalaman paling menyakitkan saat mahasiswa tengah melakukan bimbingan skripsi menjadi korban kekerasan seksual oleh dosennya.
Kenapa kekerasan seksual bisa dilakukan dosen? Jawabannya singkat, dosen merasa paling kuasa dan menganggap mahasiswa sebagai kelas nomor dua. Dan menjadikan mahasiswa sebagai objek seksual.
Relasi kuasa menempatkan mahasiswa sebagai kelompok rentan seperti harus memilih antara merampungkan studi dengan menuruti hasrat seksual dosen atau melawan keinginan dosen namun terancam drop out. Kedua pilihan yang tidak ilmiah menjadi momok saat bimbingan skripsi. Mahasiswa bersedia menerima arahan dosen agar skripsi beres. Tapi, jangan kita hadapkan dengan perlakuan menakutkan yang bersumber dari hasrat seksual dosen. Salah kaprah ketika rasa hormat mahasiswa kita jadikan alat untuk dosen memperlakukan mahasiswa dengan semena-mena.
Persoalan menyakitkan lainnya yang harus dirasakan mahasiwa yaitu saat mendapat respons negatif dari pihak kampus setelah membuat laporan pengaduan: dianggap mengada-ada, dibilang tidak mungkin terjadi, atau dianggap mencoreng nama baik dosen. Respons ini yang meyakinkan bahwa kampus belum tentu menjadi ruang aman untuk mahasiswa melangsungkan proses belajar.
Merujuk Data Komnas Perempuan
Data Komnas Perempuan sepanjang tahun 2015 sampai dengan 2021, menyatakan bahwa terdapat 35 kasus kekerasan seksual di perguruan tinggi. Umumnya, terjadi karena relasi kuasa dosen sebagai pembimbing skripsi. Data tersebut direspons dengan terbitnya Permendikbud nomor 30 tahun 2021. Implementasi Permendikbud PPKS masih harus melewati serangkaian tantangan. Apalagi, saat korban tidak memiliki bukti dokumentasi selain ingatan yang bisa ia ucapkan.
Rasanya tidak mudah menjalani proses skripsi dengan membaca berbagai berita kekerasan seksual saat bimbingan. Sebab, apa yang korban rasakan menjadi bagian dari ketakutan aku di kampus. Setelah melewati skripsi, aku coba tuliskan panduan agar teman-teman bisa merampungkan skripsi dengan tenang dan aman dari kekerasan seksual. Minimal langkah tersebut bisa dilakukan oleh diri sendiri.
Pertama, kenali modus dan bentuk-bentuk kekerasan seksual di kampus. Melihat beberapa berita kekerasan seksual di kampus, modus yang bisa dosen lakukan ke mahasiswa misalnya mengajak bimbingan di luar kampus, mengunci ruang dosen saat bimbingan berlangsung, atau mengirim pesan yang tidak sesuai dengan konteks perkuliahan.
Ragam Kekerasan Seksual yang Terjadi
Bentuk kekerasan seksual yang bisa terjadi saat bimbingan skripsi, misalnya: dosen menatap mahasiswa dengan nuansa seksual, dosen menyentuh mahasiswa tanpa izin dan persetujuan, atau dosen mengirimkan pesan elektronik bernuansa seksual ke mahasiswa. Bentuk kekerasan seksual di kampus dapat kita baca lebih jelas melalui Permendikbud nomor 30 tahun 2021.
Kedua, rekam proses bimbingan skripsi. Saat terjadi kekerasan seksual, salah satu hambatan yang sering kita temukan yaitu minimnya bukti. Langkah yang bisa kita lakukan untuk meminimalisir terjadinya kekerasan seksual berulang, nyalakan rekaman sebelum masuk ke ruangan dosen dan letakkan hp di dekat sumber suara bimbingan. Selain untuk merekam materi, menyalakan rekaman juga bisa kita gunakan sebagai bukti saat terjadi kekerasan seksual.
Ketiga, kantongi parfum. Saat terjadi kekerasan seksual, korban bisa menyemprotkan parfum ke area mata pelaku. Adanya paparan cairan parfum pada mata dapat menyebabkan trauma kimia dan rasa sakit. Korban bisa melarikan diri dari ruangan bimbingan dan mencari pertolongan, di samping pelaku merasakan sakit bagian mata.
Keempat, hubungi Satgas PPKS. Segera lapor kasus kekerasan seksual ke Satgas PPKS di kampus agar segera mendapat pertolongan. Jangan takut untuk meminta pertolongan orang terdekat yang kita percaya agar tidak merasa sendirian.
Demikian panduan bimbingan skripsi bagi para mahasiswa akhir, agar aman dari kekerasan seksual. Karena kejahatan seksual itu tidak hanya karena faktor kesengajaan. Tapi kesempatan yang ada di depan, sementara kita lengah dan dalam kondisi tak berdaya. Maka, waspada itu lebih baik, dari pada menyesal di kemudian hari. []