Mubadalah.id – Bagaimana khitan perempuan dalam perspektif Mubadalah? Kalau kita benar dan serius hendak memberikan penyadaran kepada masyarakat tentang khitan perempuan, kita mesti melakukan langkah-langkah strategis agar pesan tentang khitan perempuan yang membahayakan perempuan ini dapat diterima dengan baik. Sebab sering kali kita terjebak pada kepentingan ego masing-masing. Masing-masing pihak merasa paling benar dan menafikan potensi perbedaan. Di banyak tempat, praktik khitan perempuan membahayakan dan menyakiti perempuan. Bahkan menyebabkan kematian terhadap eksistensi perempuan. Hidup perempuan sedemikian diatur-atur oleh budaya patriarkhi.
Mari kita kedepankan proses penyadaran yang komprehenshif. Bukan hanya sekadar mengumpulkan pendapat para ulama fiqih klasik maupun kontemporer. Sebab kalau pendekatannya hanya demikian, yang dirugikan tetap perempuan. Kita harus kembalikan fiqih kepada maknanya yang hakikat. Di mana fiqih diciptakan untuk kemaslahatan manusia, baik perempuan maupun laki-laki. Bagaimana pun fiqih itu pendapat manusia yang memungkinkan adanya perubahan seriring kehidupan yang dinamis. Fiqih itu dibuat atas dasar merespon realitas bukan malah mencederai dan mendiskriminasi perempuan dan kemanusiaan.
Isu khitan perempuan ini sebetulnya sudah lumayan lama dihembuskan. Saya sendiri pernah menuliskannya di buku saya yang pertama “Akhlak Islam untuk Muslimah” yang terbit pada tahun 2012 silam. Bahkan data-data tentang praktik khitan perempuan yang kejam, telah banyak dirilis, namun pada faktanya upaya penyadaran bisa jadi tidak maksimal. Sebagian masyarakat adat dan sebagian umat Muslim di Indonesia–terutama teman-teman hijrah dan radikal–tetap menolak dengan seruan untuk tetap melakukan praktik khitan perempuan. Di sinilah pentingnya dakwah lillahi ta’ala. Dakwah penyadaran yang timbul dari kesadaran tulus bersama. Bukan atas dasar kepentingan sepihak para pemangku kebijakan, misalnya hanya untuk sekadar menghabiskan anggaran, sebatas laporan dan lain sebagainya, baik dari pihak pemerintah, ormas, LSM maupun lainnya.
Tanpa upaya penyadaran yang tulus dan serius, isu demi isu hanya akan berhenti pada isu yang jauh dari bermanfaat. Niat baik penyadaran khitan perempuan justru seperti akan menjadi masalah berikutnya yang tak berujung. Dan ini sangat bergantung pada nurani kita masing-masing. Dalam proses penyadaran memang membutuhkan waktu dan kesabaran. Penyuluhan demi penyuluhan, penyadaran demi penyadaran harus dilakukan secara menyeluruh dan dari segala lini. Bukan hanya berhenti pada tataran formalitas yang jauh dari substansi. Semoga penyadaran akan bahaya khitan perempuan betul-betul dipahami masyarakat.[]