Mubadalah.id – Jika merujuk kepada kitab-kitab hadis yang menyebutkan bahwa jihad perempuan dengan melaksanakan ibadah haji ini adalah sebagai penegasan keistimewaan ibadah haji dalam pandangan Allah SWT dan Rasul-Nya.
Al-Mundziri, misalnya, menempatkan teks hadis ini dalam bab keutamaan ibadah haji dan umrah, beriringan dengan hadis-hadis lain. Seperti bahwa ibadah haji adalah sebaik-baik amal, balasan ibadah haji tidak ada yang pantas kecuali surga di akhirat dan hadis-hadis lain yang senada.
Artinya, ujaran Nabi Muhammad SAW: “Jihadukunn al-Hajj” tidak bisa dimaknai dengan “(wilayah) jihad kamu (perempuan) adalah ibadah haji”. Tetapi “Kamu (perempuan) bisa memperoleh (pahala) jihad (dengan melakukan) ibadah haji”.
Pemaknaan ini bisa menjadi benar dan tepat dengan melihat korelasi hadis-hadis lain dan fakta-fakta yang telah tercatat dalam sejarah para sahabat perempuan masa Nabi Muhammad SAW.
Siti Aisyah r.a sendiri yang meriwayatkan hadis ini, juga pernah ikut serta dalam jihad perang bersama Nabi Muhammad SAW.
Imam al-Bukhari
Imam al-Bukhari dalam pasal tentang jihad (kitab al-Jihad wa al-Sayr) menulis bab-bab yang secara eksplisit menegaskan keterlibatan perempuan dalam perang dan jihad.
Seperti bab 63: ghazw al-mar’ah fi al-bahr (perempuan berperang di laut). Bab 64: haml al-rajul imra’atihi fi al-ghazw duna ba’dh nisa’ihi (laki-laki membawa serta istrinya berperang).
Kemudian di bab 65: ghazw al-nisa wa gitalihinna ma’a al-rijal (perempuan ikut serta berperang secara fisik bersama-sama dengan laki-laki). Bab 67, mudawat al-nisa al-jurha fi al-ghazw (pelayanan medis perempuan terhadap tentaratentara yang terluka).
Bab 68, radd al-nisa al-jurha wa al-qatla (perempuan melakukan pengangkutan tentara-tentara yang terluka dan terbunuh).
Penyebutan bab-bab ini adalah pemahaman al-Bukhari terhadap berbagai hadis yang berkaitan dengan perempuan dan jihad.
Ini merupakan pandangan fiqh al-Bukhari, sebagai penegasan bahwa perempuan, sama seperti laki-laki, bisa terlibat penuh dalam kancah jihad perang, tanpa pembedaan sama sekali.
Sehingga pemetaan wilayah jihad apalagi pelarangannya bagi perempuan, dengan mendasarkan pada teks-teks hadis sama sekali tidak bisa ia pertanggungjawabkan. []