• Login
  • Register
Jumat, 4 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hukum Syariat

Istilah Bucin dan Hubungan yang Saling

Fatikha Yuliana Fatikha Yuliana
26/06/2020
in Hukum Syariat
0
103
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Istilah Budak Cinta atau dikenal dengan Bucin menjadi bahasa kekinian yang ditujukan kepada orang yang tergila-gila dengan cinta, dan mau melakukan apapun demi orang yang ia cinta. Bucin ini bisa dialami oleh siapa saja, baik pasangan yang belum menikah maupun yang sudah menikah.

Layaknya seorang budak yang diperintahkan tuannya. Ia akan menuruti perintah apa saja dari tuannya dan rela mengorbankan harta, jiwa, raga, semuanya diberikan demi orang yang dicintainya. Orang yang mengalami bucin ini biasanya selalu menomor-satukan urusan percintaan di atas segalanya.

Tak jarang para bucin ini sering melakukan sesuatu yang sering di luar nalar. Entah itu berisiko besar atau malah merugikan, ia akan bertahan demi keinginan pasangannya. Tidak salah menuruti pasangan, namun jika sampai merugikan diri sendiri itu namanya bukan cinta. Sebab cinta tidak memaksa, yang ada kerelaan untuk saling memberi dan menerima serta saling membahagiakan antara keduanya.

Dalam Islam, ikatan pernikahan memiliki karakter utama, yaitu berpasangan (izdiwaj) dan kerjasama (musyarakah). Karakter ini menjadi landasan dalam memaknai konsep-konsep rumah tangga, seperti ketaatan, kepemimpinan, kerelaan, juga termasuk dalam praktik kerja-kerja domestik. Karena itu, perwujudan kebahagiaan dan kasih sayang harus diusahakan bersama, dikerjakan bersama, dan dirasakan keduanya.

Bahasa kasih atau ekspresi cinta sangat diperlukan dalam satu hubungan, tujuannya untuk memupuk cinta kasih dari keduanya. Ekspresi cinta harus dilakukan dari masing-masing, dari laki-laki dan perempuan atau suami dan istri, terhadap pasangannya. Ekspresi cinta dalam hubungan harus bersifat mubaadalah atau timbal balik, tidak bisa hanya satu arah atau sepihak saja. Saling melakukan dan meminta, saling memberi dan menerima.

Baca Juga:

Belajar Inklusi dari Sekolah Tumbuh: Semua Anak Berhak Untuk Tumbuh

Tahun Baru Hijriyah: Saatnya Introspeksi dan Menata Niat

Pesan Pram Melalui Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer

Rumah Tak Lagi Aman? Ini 3 Cara Orang Tua Mencegah Kekerasan Seksual pada Anak

Laki-laki harus memberi ekspresi cinta yang dibutuhkan pasangannya, dan menerima dari pasangannya. Begitu juga perempuan, memberi ekspresi cinta pada pasangannya dan memperoleh dari pasangannya apa yang menjadi kebutuhan dari ekspresi cintanya.

Masing-masing dari keduanya sepatutnya tahu tentang ekspresi cinta atau bahasa kasih yang diharapkan dari pasangannya, pun bahasa kasih atau ekspresi cinta yang diperlukan pasangannya yang harus ia penuhi. Bahasa kasih dan ekspresi cinta masing-masing bisa saja sama dan bisa pula berbeda. Bahkan sekalipun ketika kebutuhannya sama, tetapi bisa berbeda secara kualitas dan kuantitasnya.

Diambil dari berbagai sumber, bahasa kasih atau ekspresi cinta terbagi menjadi lima, yakni menghabiskan waktu dalam kebersamaan (quality time), pernyataan (words of affirmation), layanan (act of service), sentuhan secara fisik (physical touch), dan hadiah (receiving gifts).

Dari kelimanya, mungkin saja, sebagian orang ada yang membutuhkan semuanya dan sebagian lainnya hanya membutuhkan salah satunya. Karenanya, penting untuk kita mengetahui dan mengenali kebutuhan bahasa kasih, baik yang diinginkan diri kita sendiri maupun oleh pasangan. Kemudian memenuhinya untuk pasangan dan meminta dipenuhi oleh pasangan.

Seperti yang dikatakan Kiai Faqihuddin Abdul Kodir dalam bukunya Qira’ah Mubaadalah, jika kita ingin relasi yang dapat bergerak memberikan kenyamanan dan kebahagiaan, maka kita harus memupuknya secara terus menerus dengan bahasa kasih yang tepat sesuai yang diperlukan oleh pasangan kita. Kita pun, secara mubaadalah, harus menyampaikan sesuatu yang kita inginkan dari pasangan kita.

Sayangnya, istilah bucin yang berkembang saat ini justru terlihat adanya ketimpangan dalam satu hubungan. Bahasa kasih yang diekspresikan, seringnya, hanya dari salah satu pihak atau satu arah. Ini memungkinkan adanya keterpaksaan atau tekanan, baik secara sadar maupun tak sadar, dalam melakukan dan memenuhi bahasa kasih dan ekspresi cinta yang diinginkan pasangannya.

Sebab dalam cinta tak ada konsep perbudakan, yang ada saling berkasih sayang dan saling membahagiakan.[]

Fatikha Yuliana

Fatikha Yuliana

Fatikha Yuliana, terlahir di Indramayu. Alumni Ponpes Putri Al-Istiqomah Buntet Pesantren Cirebon. Berkuliah di Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) Cirebon. Jatuh cinta pada kopi dan pantai.

Terkait Posts

Perempuan sosial

Perempuan Bukan Fitnah: Membongkar Paradoks Antara Tafsir Keagamaan dan Realitas Sosial

10 Mei 2025
Sunat Perempuan

Sunat Perempuan dalam Perspektif Moral Islam

2 Mei 2025
Metode Mubadalah

Beda Qiyas dari Metode Mubadalah: Menjembatani Nalar Hukum dan Kesalingan Kemanusiaan

25 April 2025
Kontroversi Nikah Batin

Kontroversi Nikah Batin Ala Film Bidaah dalam Kitab-kitab Turats

22 April 2025
Anak yang Lahir di Luar Nikah

Laki-laki Harus Bertanggung Jawab terhadap Anak Biologis yang Lahir di Luar Nikah: Perspektif Maqasid Syari’ah

25 Maret 2025
Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

18 Maret 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kritik Tambang

    Pak Bahlil, Kritik Tambang Bukan Tanda Anti-Pembangunan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Islam Harus Membela Kaum Lemah?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Islam Melawan Oligarki: Pelajaran dari Dakwah Nabi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rumah Tak Lagi Aman? Ini 3 Cara Orang Tua Mencegah Kekerasan Seksual pada Anak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Belajar Inklusi dari Sekolah Tumbuh: Semua Anak Berhak Untuk Tumbuh
  • Tahun Baru Hijriyah: Saatnya Introspeksi dan Menata Niat
  • Pesan Pram Melalui Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer
  • Rumah Tak Lagi Aman? Ini 3 Cara Orang Tua Mencegah Kekerasan Seksual pada Anak
  • Berjalan Bersama, Menafsir Bersama: Epistemic Partnership dalam Tubuh Gerakan KUPI

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID