Mubadalah.id – Isu tentang kesehatan mental belakangan ini menjadi salah satu yang sering diperbincangkan oleh masyarakat kita. Hal ini dipengaruhi oleh meningkatnya kasus bunuh diri yang terjadi di Indonesia. selain kasus bunuh diri, banyak penelitian yang menyebutkan juga bahwa generasi muda hari ini memiliki kesadaran yang cukup baik akan kondisi psikologi dirinya.
Peningkatan atas pengetahuan atau sikap aware atas aspek psikologis ini yang selanjutnya perbincangan tentang kesehatan mental semakin populer.
Meningkatnya pengetahuan tentang kesehatan mental yang terjadi pada masyarakat kita juga dipengaruhi oleh kemajuan teknologi. Kemudahan dan kebebasan masyarakat untuk mengakses informasi mengenai informasi tentang kesehatan mental atau ilmu psikologi secara umum.
Tulisan ini terinspirasi dari apa yang Ning Ita Fajria sampaikan yang memperbincangkan panjang lebar tentang kesehatan mental dan beberapa hal yang lain dalam podcats Rundingan Bersama Ning Syauqi. Ning Ita adalah seorang dokter sekaligus Nyai dari Madura. Beliau banyak membina masyarakat dan santri di Madura. Beliau juga banyak membicarakan tentang isu kesehatan mental.
Bunuh Diri dan Kadar Keimanan
Dalam podcast tersebut, Ning Syauqi menanyakan pada Ning Ita: Apakah seseorang yang bunuh diri juga ada kaitannya dengan imannya yang lemah Ning? Soalnya masyarakat kita seringkali memberikan label bahwa mereka yang bunuh diri adalah mereka yang imannya lemah.
Ning Ita menjawab; bahwa seseorang yang bunuh diri, ia biasanya memiliki faktor psikologis seperti depresi yang tersembunyi. Depresi ini bisa menyerang seorang individu dengan secara perlahan dan sangat smooth, hingga kita tidak menyadari bahwa kita mengalami depresi. Hal tersebut penyebabnya karena banyaknya tekanan atau masalah yang menimpa.
Nah dari sini, kita juga tahu bahwa setiap manusia memiliki banyak dimensi; spiritual, fisik dan mental. Jika pada seseorang yang bunuh diri kita temukan adanya riwayat depresi, panic attack, silent depression, atau masalah psikologis lainnya sebagai faktor yang memasuki dimensi mental harus kita bedakan dengan dimensi yang lain.
Hal yang saya sebutkan bukan tentang dimensi spiritual. Artinya, bahwa spiritualitas yang kuat belum tentu memberikan kekuatan secara mental. Kita harus lebih jeli dengan melihat faktor yang mempengaruhi seseorang terserang mental illness, bukan langsung memberikan judgment.
Mental Illness
Mengalami mental illness atau mengalami masalah kesehatan mental adalah sesuatu yang manusiawi. Setiap individu memiliki masa-masa sulit, masa memiliki tekanan dan masa berat dalam hidup. Semua itu adalah keniscayaan.
Namun, semua itu bisa kita hadapi dan bisa kita tangani dengan beberapa cara yang bisa kita lakukan. Kesedihan yang panjang dan kehidupan yang terasa sangat berat dengan berbagai tekanan adalah suatu proses dalam kehidupan.
Untuk menutup tulisan ini, saya ingin merekomendasikan sebuah buku yang sepertinya cocok untuk kita nikmati saat kondisi mental sedang tidak baik-baik saja. Buku yang berjudul “catatan untuk diriku” karya Haidar Bagir. Sebuah karya yang lahir dari perenungan Haidar Bagir seseorang yang menggeluti tasawuf dan filsafat.
Perenungan-perenungan yang kita lakukan tidak berat untuk kita pahami. Sebab seperti yang saya sampaikan dalam pengantar bahwa buku ini juga lahir dari masa-masa berat sang penulis.
Buku ini akan mengajak pembaca juga melakukan perenungan untuk menemukan makna dalam kehidupan. Pemaknaan ini yang selanjutnya akan membatu pembaca menemukan satu makna berupa harapan dan menuju bahagia atau ketenangan. Lebih lanjut, buku ini bagi saya sangat cocok untuk kita nikmati sebagai pemandu menemukan makna-makna yang ada dalam setiap fase kehidupan. Sekian. []