Mubadalah.id – Tidak bisa kita pungkiri manakala masuk bulan Ramadan, harga-harga kebutuhan pokok akan meroket. Sementara pendapatan keuangan masih segitu-gitunya. Keterdesakan ini yang kerap mengakibatkan masalah muncul. Istri dan suami yang tidak pandai mengelola masalah ini, nantinya akan terlibat adu mulut. Istri kurang bersyukur, suami pun akhirnya makin terpojok.
Apalagi kalau saat kondisi sulit begitu, orang tua pun dalam keadaan butuh bantuan. Suami pun bingung, siapa yang harus didahulukan, apakah istri atau orang tua?
Perintah Al-Qur’an Berbuat Baik pada Orang Tua
Bahwa Al-Qur’an memerintahkan agar anak berbuat baik kepada orang tua adalah betul. Sampai kapan pun anak harus tetap menghormati orang tuanya, meskipun anak tersebut telah menjadi suami dari perempuan yang telah menjadi istrinya.
وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْناً عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ
“Kami memerintahkan manusia (untuk berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah kepayahan dan menyapihnya pada dua tahun. ‘Bersyukurlah kepada-Ku dan kedua orang tuamu. Hanya kepada-Ku tempat kembalimu.” (QS. Luqman: 14)
Sejurus dengan Al-Qur’an, demikian dengan hadis Nabi Saw:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي قَالَ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أَبُوكَ
Dari Abu Hurairah ra., ia bercerita seseorang laki-laki yang mendatangi Rasulullah Saw., dan bertanya, “Siapa yang paling berhak kuperlakukan dengan baik?” Nabi menjawab, “Ibumu.” “Lalu siapa?” Nabi berkata lagi, “Ibumu.” Terus siapa?” Nabi berkata lagi, “Ibumu.” “Siapa lagi?” “Bapakmu”, kata Nabi.” (HR Bukhari dan Muslim).
Memuliakan Istri
Namun, di saat yang bersamaan, kita juga tidak boleh meremehkan atau mengenyampingkan istri. Berikut petunjuk Allah di dalam Al-Qur’an:
وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ
“Kewajiban suami memberi makan dan pakaian kepada istri dengan cara yang baik.” (QS. Al-Baqarah: 233).
Senafas dengan ayat Al-Qur’an di atas, Nabi Saw., juga mengingatkan:
فَاتَّقُوا اللَّهَ فِي النِّسَاءِ فَإِنَّكُمْ أَخَذْتُمُوهُنَّ بِأَمَانِ اللَّهِ وَاسْتَحْلَلْتُمْ فُرُوجَهُنَّ بِكَلِمَةِ اللَّهِ… وَلَهُنَّ عَلَيْكُمْ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ
“Takutlah kepada Allah perihal perempuan karena kalian mengambil mereka dengan amanat Allah dan menghalalkan farji mereka dengan kalimat-Nya… Kalian berkewajiban memberi makan dan pakaian secara baik.” (HR. Muslim, Abu Dawud, dan Ibnu Majah)
Dua ayat dan hadis di atas jangan kita pertentangkan. Jangan pula kita jadikan alat untuk mengutamakan satu pihak, sementara mengenyampingkan pihak lain. Maksudnya, peduli dan perhatian suami kepada istri, demikian juga sebaliknya, istri kepada suami, adalah kewajiban keduanya.
Demikian juga peduli dan perhatian kepada masing-masing orang tua dan mertua adalah sudah menjadi kepedulian bersama. Tidak boleh menegasikan salah satu pihak. Oleh karena itu, istri dan suami harus cermat dan tetap membangun komunikasi yang baik. Bagaimana kemudian urusan rumah tidak terbengkalai, tetapi juga hubungan dengan orang tua juga tetap baik.
Tidak Membebani Anak
Saya yakin, orang tua dan mertua itu tidak akan merepotkan, apalagi membebani anaknya yang telah berumah tangga, apalagi sampai bermusuhan dengan anak dan menantunya. Kalau pun ada dan terjadi demikian, harus segera kita hadapi dan kita carikan solusinya.
Jangan sampai hanya karena ada masalah dengan istri, lalu suami menjadikan dalil agama sebagai alat untuk melegitimasi sikapnya. Jadi berpaling dari istri itu seolah-olah dibenarkan dengan alasan mengutamakan kepentingan orang tua.
Modal utamanya adalah istri dan suami yang tetap bisa tenang meskipun dalam masalah. Kalau ada masalah antara istri dan suami, segera selesaikan baik-baik. Satu sama lain saling sharing dan menyampaikan unek-unek. Baru setelah itu bagaimana menyikapi persoalan lain, bagaimana sikapnya kepada orang tua dan mertua. Sudah pasti kodisi istri dan suami, dengan masing-masing orang tua dan mertuanya berbeda-beda.
Misalnya soal kondisi keuangan. Tapi sepanjang istri dan suami mampu menjalin komunikasi yang baik, apa pun yang menjadi keputusan, itulah keputusan yang terbaik. Keputusan yang tentu ada risikonya. Istri dan suami akan saling mengerti, bahwa akan sulit kalau tujuan hidup kita menyenangkan semua orang. Wallahu a’lam. []