Mubadalah.id – Bagaimana kabarnya sahabat salingers, menjelang akhir Ramadan, di mana banyak doa dilontarkan, banyak harap dilangitkan serta banyak mimpi disampaikan kepada Sang Pemilik langit dan bumi. Telah tertulis janji dalam kitab-Nya yang mulia, tentang malam lailatul qadar di 10 malam terakhir, yakni malam yang lebih baik dari seribu bulan.
Lalu, dari banyaknya doa yang telah kau hantarkan ke langit, masih sempat kah kau menyebut saudara-saudara kita di Palestina? Agar segera mendapatkan kemerdekaannya. Atau malah kau lalai dari menyebut mereka? Saking banyaknya anganmu terhadap dunia? Sedangkan saudara kita di Palestina, tengah membayar mahal kehormatan kaum muslim sedunia dengan darah dan air mata.
Tindakan genosida yang telah Israel lakukan adalah bentuk nyata kebiadaban mereka. Anak-anak, perempuan, para sepuh, rakyat biasa, semua ikut menjadi korban. Gaza seolah telah berubah menjadi kuburan masal. Mayat bergelimpangan, suara tangis ada dimana-mana, jerit ketakuan seolah menjadi kidung dan nyanyian mereka. MASIH adakah tempat aman untuk mereka di dunia ini? Anak-anak terpaksa menanggalkan masa bahagianya, terpaksa dewasa oleh keadaan.
Dalam artikel kali ini, kami akan membahas tentang seorang bocah 12 tahun, yang bernama Zakaria Sarsak, agar kita belajar tabah dari perjalanan hidupnya, menjadi relawan di RS Al-Aqsa Gaza.
Alasan Menjadi Relawan di Usia Muda
Beredar sebuah video yang memperlihatkan Sarsak tengah bolak-balik di rumah sakit Al-Aqsa Gaza, saat mendapatkan pertanyaan alasan mengapa dia mau menjadi relawan di usia yang sangat muda, sungguh jawaban yang keluar dari lisan mulianya adalah jawaban yang menampar sampai ke ulu hati.
Melansir, kumparan.com. berikut ulasannya.
Ia mengungkapkan alasannya menjadi relawan karena ingin membantu sesama warga Gaza yang terluka.
“Ketika kami pergi untuk menyelamatkan orang-orang yang terluka akibat serangan yang terjadi, saya merasa sedih, khususnya kepada anak-anak. Jadi, kami membawa semua yang terluka ke RS Al-Aqsa,” tuturnya.
Sarsak juga membantu membawa para jenazah ke ambulan, meskipun usianya terbilang masih bocah, namun nyalinya tidak perlu diragukan lagi.
“Saya membantu para dokter di dalam [rumah sakit]. Saya memasukkan obat ke dalam jarum suntik, saya membawa orang yang terluka ke radiologi. Dan saya membawa orang-orang yang terluka ke poli,” jelasnya.
Menjadi Tabah karena Keadaan
Dari Zakaria Sarsak ini, seharusnya kita belajar bahwasanya kadangkala keadan sulitlah yang membuat kita semakin kuat. Adakalanya dalam posisi terdesak, tersimpan power alami dalam diri kita sebagai manusia untuk lebih tabah lagi melawan rasa takut. Dari warga Gaza kita bisa melihat, kesabaran, ketabahan, sekaligus keikhlasan menyatu dalam satu ruang sendu yang mereka juga bingung kapan akan berakhir.
Sudah tidak ada lagi tawa seru anak-anak bermain bersama. Tak ada pula, salam hangat para kepala rumah tangga, pulang bekerja membawa nafkah keluarga. Apalagi aroma masakan sedap para ibu rumah tangga. Semuanya sudah tergantikan dengan ketar-ketir ketabahan berharap cemas, masih adakah waktuku besok?
Pelajaran yang Bisa diambil
RS Al-Aqsa merupakan salah satu dari sedikit rumah sakit yang beroperasi dan masih merawat pasien yang selamat dari serangan udara Israel. Akibat serangan Israel yang ingin menguasai Jalur Gaza, hingga kini sudah lebih dari 32 ribu warga Palestina tewas dan melukai lebih dari 75 ribu orang.
Dari kisah Sarsak dan ribuan anak Gaza yang kurang beruntung lainnya, semoga kita bisa belajar agar lebih menghargai hidup dan kehidupan. Agar lebih tenang dalam menilai permasalahan. Barangkali Allah ingin membuat kita lebih matang dan tabah dengan situasi sulit yang menimpa.
Selamat menjalankan ibadah puasa salingers, jangan lupa selipkan doa terbaik untuk saudara-saudara kita di Palestina. []