Mubadalah.id – Hari-hari menjelang Iduladha, kita mafhum mendengar suara embek kambing di pinggir-pinggir jalan. Fenomena kambing-kambing terjejer lengkap dengan baliho “jual hewan kurban” di pinggir jalan saban tahun selalu terjumpai. Fenomena unik ini rasa-rasanya hanya terjadi di Indonesia. Hal ini terpantik, tak lain, dari kearifan masyarakat Indonesia yang setiap pekan menjajakan kambing mereka di pasar hewan.
Para juragan kambing seolah ingin jemput bola dalam menggaet pembeli. Orang-orang yang mencari kambing untuk berkurban tak harus datang ke peternakan. Melain cukup mendatangi jalan kota atau kecamatan untuk melihat-lihat bobot dan kambing jenis apa yang mereka incar.
Cara ini tentu efektif, kambing yang terjajakan di pinggir jalan bakal sering terlihat oleh pengendara atau lalu-lalang orang. Barangkali seseorang mulanya tak ingin berkurban, hanya karena sering melihat kambing-kambing sehat dan gemuk di jalanan terlewati, pada akhirnya berniat membelinya.
Dalam fenomena lain, beberapa yayasan, ormas, hingga pesantren tak ingin kalah oleh para juragan kambing. Mereka sedari bulan Zulqodah sudah gencar memberi tawaran kurban untuk umat. Pamflet tersebar menawarkan rincian jenis dan harga hewan.
Sesiapa yang ingin berkurban cukup membayar seharga hewan kurban yang ia pilih. Lalu proses kurban akan terlaksana di lembaga tersebut. Pun daging-dagingnya bakal terbagikan ke orang-orang yang berhak menerima di lingkungan lembaga.
Satu lembaga yang menyediakan jasa tersebut ialah Al-Bahjah, asuhan Buya Yahya. Dalam sebuah cuplikan, beliau mengajak sesiapapun yang memiliki niat dan mampu berkurban namun beberapa kondisi (waktu dan tempat) tak memungkinkan, maka bisa berkurban lewat lembaga Al-Bahjah.
Corak Promosi
Berbeda dengan penjaja kambing pinggir jalan dan lembaga penyedia kurban, seorang pedagang kambing asal Kasihan, Bantul, memiliki cara unik dalam menjajakannya. Sang pemilik, Adi Karnadi, bersama tiga orang perempuan sebagai pramuniaga (SPG) berhasil memikat para pencari kambing untuk dikurbankan. Kambing-kambingnya pun telah banyak terbeli. Adi mendulang rezeki di hari-hari menjelang Iduladha. Berkah.
Ketiga pramuniaga itu dengan sukarela memberi informasi tentang jenis, usia, hingga harga kambing pada pembeli. Sembari memromosikan, ketiga pramuniaga kerap terjun langsung memberi makan kambing-kambing. Bahkan sesekali membantu mengecek kesehatan bagian anggota kambing pada pembeli.
Teknik demikian memberi dampak siginifikan terhadap penjualan kambing-kambing milik Adi. Beberapa pekan sebelum Iduladha, Adi mengais laris atas kambing-kambinya yang terpesan pembeli. Pun beberapa ada yang minta dicarikan jenis dan usia kambing yang dikehendaki pembeli.
Kambing di Dinding Medsos
Tak hanya berjualan langsung, banyak pula penjual yang menawarkan kambing mereka di jagat media sosial. Para pedagang daring memfoto-videokan kambing mereka lengkap dengan harga, jenis, dan usia. Beberapa menyertakan nomor telepon agar bisa dihubungi pembeli, atau hanya sekadar bertanya.
Kemudahan hari ini untuk mencari hewan kurban terbantu oleh pesatnya teknologi. Dalam beberapa kesempatan kehadiran medsos memang membantu ibadah sosial seperti kurban ini. Saat bingung hendak mencari hewan kurban, seseorang hanya perlu mencari spesifikasi cukup lewat medsos.
Tak heran di beranda medsos mutakhir ini, algortima postingan kambing mendominasi. Sekian pemilik kambing dalam membuat postingan tawaran kambing sangat kompetitif. Foto dan video disertakan dengan takarir menarik di dalamnya. Pun memberi kriteria soal kesehatan dan kebugaran kambing.
Potret ini tentu memberi kesempatan kambing untuk mejeng di dinding media sosial menjelang Iduladha tiba. Sebelum mereka terkurbankan sebagai bagian dari ibadah umat Islam, kambing mengingatkan kita pada kisah nabi Ibrahim. Di hari-hari menjelang hari kemenangan, kambing memberi rezeki, cerita, dan ingatan. Kambing masih teranggap penting, walau hanya setahun sekali di pusaran nuansa Iduladha. []