• Login
  • Register
Jumat, 20 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hikmah

Pendekatan Keadilan Hakiki Perempuan

Semua fatwa KUPI adalah terang benderang, dengan pendekatan keadilan hakiki, mengupayakan transformasi sosial ini, mendorong agar perempuan tidak didiskriminasi ketika mengalami pengalaman biologis

Redaksi Redaksi
19/08/2024
in Hikmah, Pernak-pernik
0
Keadilan Hakiki Perempuan

Keadilan Hakiki Perempuan

253
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Karena perempuan dianggap sebagai manusia utuh dan subyek yang setara, keadilan hakiki meniscayakan pertimbangan pada pengalamannya yang bisa berbeda secara biologis dan sosial dari laki-laki.

Mubadalah.id – Perempuan dan laki-laki adalah subyek setara. Keduanya adalah sama-sama hamba-Nya yang dijadikan khalifah di muka bumi. Keduanya adalah manusia yang utuh, dalam kaitannya dengan kebaikan-kebaikan yang harus dihadirkan dalam kehidupan domestik maupun publik, maupun keburukan-keburukan yang harus dihindari dan dijauhkan.

Bahkan, keduanya berhak atas kebaikan dan atas partisipasi aktif dalam mewujudkannya (amar ma’rûf). Begitu pun berhak terhindar dari keburukan dan atas partisipasi aktif dalam menghapuskannya dari kehidupan (nahy munkar).

Fatwa-fatwa KUPI sangat kentara mengadopsi pendekatan mubadalah yang sudah resmi dalam Kongres di Cirebon pada bulan April 2017. Pendekatan mubadalah ini, secara substantif, juga meniscayakan pendekatan keadilan hakiki bagi perempuan, yang juga resmi pada Kongres Cirebon, atas inisiatif Mba Nyai Nur Rofi’ah, yang juga menjadi tokoh kunci bagi gerakan KUPI ini.

Karena perempuan dianggap sebagai manusia utuh dan subyek yang setara, keadilan hakiki meniscayakan pertimbangan pada pengalamannya yang bisa berbeda secara biologis dan sosial dari laki-laki.

Pengalaman Khas

Dalam pendekatan keadilan hakiki, kebaikan yang harus perempuan terima adalah yang berangkat dari pengalamannya yang khas dan bisa berbeda dari pengalaman laki-laki. Sebagai subjek yang setara dan manusia utuh, laki-laki dan perempuan berhak atas segala kebaikan, kemaslahatan, dan kesejahteraan.

Baca Juga:

Belajar dari Khansa binti Khidam Ra: Perempuan yang Dipaksa Menikah Berhak untuk Membatalkannya

Perkawinan Bukan Perbudakan: Hak Kemandirian Perempuan dalam Rumah Tangga

Lelaki Patriarki : Bukan Tidak Bisa tapi Engga Mau!

Nelayan Perempuan Madleen, Greta Thunberg, dan Misi Kemanusiaan Palestina

Namun, jenis kebaikan yang diterima laki-laki bisa berbeda dari yang diterima perempuan. Begitu pun bentuk kemaslahatan yang didefinisikan bagi perempuan, karena pengalamannya yang khas, bisa berbeda dari yang didefinisikan bagi laki-laki.

Setidaknya, dari perbedaan alat reproduksi, perempuan memiliki lima pengalaman yang tidak laki-laki alami. Yaitu menstruasi, hamil, melahirkan, nifas, dan menyusui.

Sehingga, kesakitan terkait hal ini, atau kesehatan, dan juga kebaikan mengenai semua hal ini, tidak bisa laki-laki definisikan dan dalam forum-forum yang hanya berisi laki-laki. Melainkan dari pengalaman nyata para perempuan, yang satu sama lain bisa beragam, dan keputusan forum yang harus melibatkan mereka.

Konsep Makruf

Sehingga konsep makruf, misalnya, dalam pendekatan keadilan hakiki, harus memastikan benar-benar baik bagi perempuan dalam melalui lima pengalaman biologis yang khas ini.

Sesuatu tidak bisa dianggap makruf, sekalipun didukung berbagai penafsiran, jika perempuan didiskriminasikan karena lima hal biologis tersebut.

Begitu pun keputusan hukum atau suatu kebijakan tidak bisa dipandang makruf jika menafikan pengalaman khas perempuan yang khas itu. Atau justru hasilnya membuat perempuan, dengan kondisi khas tersebut, tambah sakit dan sengsara.

Pengalaman lain adalah kondisi sosial yang dalam ribuan tahun perempuan mengalami stigmatisasi (pelabelan negatif), subordinasi (tidak dianggap penting dalam sistem kehidupan), marjinalisasi (peminggiran dari sistem keputusan), beban ganda antara domestik dan publik, serta kekerasan, baik fisik, psikis, seksual maupun yang lain.

Sesuatu kita anggap makruf, misalnya, adalah jika mempertimbangkan pengalaman sosial perempuan yang rentan terhadap lima bentuk ketidakadilan ini. Sehingga yang mereka putuskan harus mampu mentransformasikan kondisi perempuan menjadi manusia dengan martabat mulia. Bahkan sebagai pusat kehidupan sebagaimana laki-laki, terlibat dalam perumusan keputusan dan kebijakan, berbagi beban dengan pasangan. Juga terbebas dari segala bentuk kekerasan.

Semua fatwa KUPI adalah terang benderang, dengan pendekatan keadilan hakiki, mengupayakan transformasi sosial ini. Serta mendorong agar perempuan tidak didiskriminasi ketika mengalami pengalaman biologis tersebut dan berupaya menghapuskan segala bentuk ketidakadilan gender. []

Tags: hakikikeadilanPendekatanperempuan
Redaksi

Redaksi

Terkait Posts

Dipaksa Menikah

Belajar dari Khansa binti Khidam Ra: Perempuan yang Dipaksa Menikah Berhak untuk Membatalkannya

19 Juni 2025
Perkawinan

Perkawinan Bukan Perbudakan: Hak Kemandirian Perempuan dalam Rumah Tangga

19 Juni 2025
Pasangan Hidupnya

Jangan Rampas Hak Perempuan Memilih Pasangan Hidupnya

19 Juni 2025
Sister in Islam

Doa, Dukungan dan Solidaritas untuk Sister in Islam (SIS) Malaysia

18 Juni 2025
Kekerasan dalam

Saatnya Mengakhiri Tafsir Kekerasan dalam Rumah Tangga

18 Juni 2025
Pemukulan

Nabi Tak Pernah Membenarkan Pemukulan Terhadap Perempuan

18 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Tastefully Yours

    Tastefully Yours : Membongkar Konstruksi Sosial dari Dapur

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perkawinan Bukan Perbudakan: Hak Kemandirian Perempuan dalam Rumah Tangga

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Lelaki Patriarki : Bukan Tidak Bisa tapi Engga Mau!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Jangan Rampas Hak Perempuan Memilih Pasangan Hidupnya

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Belajar dari Khansa binti Khidam Ra: Perempuan yang Dipaksa Menikah Berhak untuk Membatalkannya

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Ulasan Crime and Punishment: Kritik terhadap Keangkuhan Intelektual
  • Belajar dari Khansa binti Khidam Ra: Perempuan yang Dipaksa Menikah Berhak untuk Membatalkannya
  • Tastefully Yours : Membongkar Konstruksi Sosial dari Dapur
  • Perkawinan Bukan Perbudakan: Hak Kemandirian Perempuan dalam Rumah Tangga
  • Ibnu Khaldun sebagai Kritik atas Revisi Sejarah dan Pengingkaran Perempuan

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID