• Login
  • Register
Kamis, 19 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Paradox of Choice: Sebuah Jalan Menuju Neraka?

Frugal living adalah hidup sederhana dengan bijak membeli barang sesuai kebutuhan, sementara pelit memiliki pengertian yang berbeda

Indah Fatmawati Indah Fatmawati
27/08/2024
in Personal
0
paradox of choice

paradox of choice

1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id –  Pagi tadi saya sempat tertampar setelah melihat salah satu podcast di channel Youtube. Podcast tersebut mengulas mengenai Paradox of Choice. Iya, hal yang juga sempat membuat saya galau berhari-hari hanya karena alasan sepele, taukah apa?

Sebenarnya malu saya menjawabnya, tapi saya rasa semua orang pernah mengalaminya. Hanya gara-gara bingung memilih produk mana yang harus saya beli, sudah membuat saya galau seharian dan bolak-balik mengecek platform.

Beberapa hari yang lalu saya ingin membeli produk yang tentunya sudah saya sesuaikan dengan kebutuhan saya. Produk ini akan saya pakai untuk berbagai acara, maksudnya bisa saya pakai pada acara formal dan non formal. Berluang kali saya scroll platform, produk yang saya kira cocok dengan kebutuhan mulai saya masukkan  keranjang.

Saya tidak sadar ternyata sudah ada lebih dari satu produk yang masuk dalam keranjang. Namun saya tidak langsung cekout. Berulang kali saya harus membaca detail ukuran dan ulasan para pembeli sebelumnya dengan harapan saya tidak akan menyesal di kemudian hari.

Bingung dengan Banyaknya Pilihan yang Ada Saat Ini

Saya semakin bingung dengan beberapa pilihan yang saya hadapi. Hal yang membuat saya bingung karena masing-masing produk mempunyai kelebihan dan kekurangan.

Baca Juga:

Belajar dari Kehidupan Rumah Tangga Nabi: Menyelesaikan Konflik Tanpa Kekerasan

Katanya, Jadi Perempuan Tidak Perlu Repot?

Membaca Fenomena Perempuan Berolahraga

Melek Financial Literacy di Era Konsumtif, Tanggung Jawab atau Pilihan?

Jari jemari saya sudah mengklik dua produk yang akan saya cekout. Namun balik lagi, saya tidak boleh sekalap itu tanpa mempertimbangakan finansial saya kedepannya. Terlebih saya berusaha menerapkan frugal living dalam kehidupan saya. Sekedar desclaimer, frugal living dan pelit beda ya.

Frugal living adalah hidup sederhana dengan bijak membeli barang sesuai kebutuhan. Sementara pelit memiliki pengertian yang berbeda. Pelit berarti tidak mengeluarkan atau membeli barang meskipun itu menjadi kebutuhan kita.

Kembali lagi ke bahasan tadi, hari ini mungkin saya bisa memborongnya. Namun saya harus kembali bertanya, apakah nantinya akan nyaman untuk saya, atau akankah saya bisa memanfaatkan keduanya dengan baik?. Tentu saya harus bijak.

Keterkaitan Belanja dan Poligami, Keanehan yang Saya Ciptakan?

Membeli dua produk sekaligus dengan harga yang sangat ramah bagi kantong kaum bawah seperti saya tentu saja mungkin untuk saya jangkau. Namun sebelum jemari saya mengkilik tombol pesan, ada sedikit hal yang mengganggu pikiran saya. Isi kepala sedang bertarung dan malah mengaitkan dua pilihan tadi dengan konsep poligami. Aneh bukan?

Iya, tidak apa-apa kalau teman-teman menganggap saya aneh. Tapi secara ringkasnya begini isi kepala saya, sambil tersenyum saya coba mengaitkan masalah yang saya hadapi dengan kenyataan terjadinya poligami.

Iya, saya berasumsi bisa jadi orang-orang yang memiliki keinginan poligami adalah karena hanya ingin memiliki semua hal yang menurutnya Indah. Kesempurnaan semu yang sebenarnya ingin saya capai, padahal saya paham masing-maisng produk punya kelebihan dan kekurangan, tinggal saya saja yang harusnya bijak menyikapinya.

Merasa Cukup dan Bersyukur adalah Kunci

Tentu saja cukup dan bersyukur adalah kuncinya. Setelah merenungkan pergulatan isi kepala saya, akhirnya saya harus berpegang kembali pada prinsip hidup saya. “Saya harus memilih salah satunya, dan tidak boleh keduanya.”

Kembali pada pilihan yang tadi terasa menggiurkan bagi saya. Pilihan A, model dan warna sudah sesuai tapi ukuran terlalu besar. Sementara pilihan B, model dan warna sudah sesuai namun terlalu pendek. Akhirnya pilihan saya jatuhkan ke pilihan A dengan konsekuensi saya harus siap dengan segala kekurangan dan resikonya.

Saya menyadari bahwa  paradox of choice yang saya hadapi ini ternyata sangat luar biasa dampaknya. Paradox of choice sendiri adalah sebuah istilah yang populer dari buku “The Paradox of Choice: Why More Is Less” karya seorang psikolog bernama Barry Schwartz tahun 2004. Schwartz mengatakan bahwa semakin banyak pilihan yang tersedia, maka akan semakin sulit bagi kita untuk membuat keputusan.

Hal demikian juga berdampak pada semakin besar kemungkinan bahwa kita tidak puas dengan pilihan yang kita buat. Rasa cukup dan syukur yang memang harus kita tekankan, jika tidak maka paradox of choice ini akan membawa kita ke jalan neraka, Rasa tak pernah puas pada akhirnya membinasakan kita. []

Tags: Kajian PsikologikehidupanKesehatan Mentalparadox of choicepilihanSelf Love
Indah Fatmawati

Indah Fatmawati

Sebagai pembelajar, tertarik dengan isu-isu gender dan Hukum Keluarga Islam

Terkait Posts

Kesalehan Perempuan

Kesalehan Perempuan di Mata Filsuf Pythagoras

16 Juni 2025
Pesantren Disabilitas

Sebuah Refleksi atas Kekerasan Seksual di Pesantren Disabilitas

16 Juni 2025
Catcalling

Mari Berani Bersuara Melawan Catcalling di Ruang Publik

15 Juni 2025
Jadi Perempuan

Katanya, Jadi Perempuan Tidak Perlu Repot?

14 Juni 2025
Perempuan Berolahraga

Membaca Fenomena Perempuan Berolahraga

13 Juni 2025
Humor

Humor yang Tak Lagi Layak Ditertawakan: Refleksi atas Martabat dan Ruang

13 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Sister in Islam

    Doa, Dukungan dan Solidaritas untuk Sister in Islam (SIS) Malaysia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Berproses Bersama SIS Malaysia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nelayan Perempuan Madleen, Greta Thunberg, dan Misi Kemanusiaan Palestina

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Dr. Nur Rofiah Tegaskan Pentingnya Mengubah Cara Pandang untuk Hentikan Kekerasan Seksual pada Anak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Dari Indonesia-sentris, Tone Positif, hingga Bisentris Histori dalam Penulisan Ulang Sejarah Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Dr. Nur Rofiah Tegaskan Pentingnya Mengubah Cara Pandang untuk Hentikan Kekerasan Seksual pada Anak
  • Nelayan Perempuan Madleen, Greta Thunberg, dan Misi Kemanusiaan Palestina
  • Berproses Bersama SIS Malaysia
  • Doa, Dukungan dan Solidaritas untuk Sister in Islam (SIS) Malaysia
  • Saatnya Mengakhiri Tafsir Kekerasan dalam Rumah Tangga

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID