Mubadalah.id – Khithbah dan peminangna adalah tahap berikutnya yang diperlakukan untuk memantapkan pilihan. Dalam hadits riwayat al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar, bahwa beliau berkata:
نهى النبي صلى الله وسلم اْن يبيع بعضكم على بيع بعض ولا يخطب الرجل على خطبة اْ خيه حتى يترك الخا طب قبله اْو ياْدْن له الخا طب
Artinya: “Nabi melarang seseorang dari kamu menjual sesuatu yang sudah dijual saudaranya. Dan janganlah seseorang meminang perempuan yang sudah saudaranya pinang. Hingga saudara yang sebelumnya meminang itu membatalkan pinanganya atau memberikan izin kepadanya”.
Dengan khithbah, calon suami dan istri, lebih memantapkan hati agar tidak ragu lagi dan memagari diri agar tidak menengok sana-sini.
Setelah khithbah, calon suami-istri bisa semakin mendekatkan pola pikir dan cara pandang. Termasuk dalam hal-hal yang krusial namun sering keduanya anggap tabu. Tentang keuangan, misalnya.
Masalah ini perlu keduanya bicarakan bukan dalam kerangka membangun matearilisme. Tetapi lebih pada kejujuran dan keterbuakan agar calon suami-istri memiliki gambaran dan kesiapan menatap masa depan sesuai dengan keadaan yang ada.
Perjanjian perkawinan juga bisa menjadi instrument efektif untuk menepis kegamangan. Tak hanya berisi pengaturan harta dalam perkawinan, perjanjian perkawinan juga bisa mencantumkan hal-hal yang ia rasa perlu clear di depan.
Misalnya, istri tetap berkarir setelah menikah tanpa mengorbankan keluarga, atau suami-istri akan saling setia dalam perkawinan monogami. Atau istri bebas bersilaturahim dengan orang tua dan keluarga. []