• Login
  • Register
Senin, 16 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Dilema Anak Perempuan Pertama: Bertahan di Tengah Patriarki dalam Keluarga

Tekanan patriarki sering kali memaksa anak perempuan pertama untuk menunda atau bahkan mengorbankan mimpi dan cita-citanya.

Jannatul Aulia Jannatul Aulia
28/01/2025
in Personal
0
Anak Perempuan Pertama

Anak Perempuan Pertama

1.4k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Hidup sebagai anak perempuan pertama dalam sebuah keluarga yang secara tidak sadar menganut sistem patriarki adalah sebuah tantangan yang tidak bisa kita hindari. Di tengah ekspektasi yang tinggi dan keterbatasan yang sering kali datang dari norma-norma sosial yang tidak adil, anak perempuan pertama kerap menjadi tumpuan keluarga. Baik dalam perihal tanggung jawab domestik ataupun secara emosional.

Beban Ekspektasi yang Tidak Seimbang

Dalam keluarga yang masih menganut sistem patriarki, anak perempuan khususnya anak pertama sering kali menjadi tumpuan beban yang berkedok kewajiban. Beban tanggung jawab sering kali mulai sejak usia dini. Dari yang mulanya dituntut untuk menjadi panutan bagi adik-adiknya, membantu pekerjaan rumah, bahkan menggantikan peran orang tua dalam mengurus keluarga.

Jika kita lihat dari sisi positif memang terlihat bagus untuk mengajarkan hal-hal yang nampaknya sudah menjadi tugas perempuan yang kita kenal secara umum. Namun sayangnya tanggung jawab yang kita bebankan tersebut tidak selalu terimbangi dengan pengakuan yang setara.

Tidak sedikit anak perempuan pertama yang merasa jerih payah mereka terabaikan. Selalu ada kesalahan yang terlihat dan menjadi masalah. Walaupun itu hanya segores debu di atas meja. Lain halnya anak laki-laki yang dibiarkan di rumah, entah bangun jam berapa ataupun makan tanpa cuci piring.

Pengorbanan Impian Pribadi

Tekanan patriarki juga sering kali memaksa anak perempuan pertama untuk menunda atau bahkan mengorbankan mimpi dan cita-citanya. Mereka justru diharapkan untuk mendahulukan kebutuhan keluarga daripada ambisi mereka. Banyak anak perempuan yang pada akhirnya takut untuk berbicara dan menuntut hak mereka karena tahu akan mendapatkan banyak omelan dan berakhir kembali harus mengalah.

Baca Juga:

Luka Ibu Sebelum Suapan Terakhir Bagian II

Ayat Al-Qur’an tentang Relasi Suami dan Istri

Ketika Rumah Tak Lagi Aman, Rumah KitaB Gelar Webinar Serukan Stop Kekerasan Seksual Anak di Lingkup Keluarga

Prinsip Ketauhidan dalam Relasi Suami Istri

Impian untuk hidup dengan tenang pun harus ia korbankan demi memenuhi tuntutan untuk selalu mengalah dengan dalih harus menjadi panutan yang baik. Padahal belum tentu ada yang memandangnya sebagai panutan.

Pertanyaan selanjutnya, apakah meminta hak sebagai anak akan mereka anggap sebagai durhaka? Apakah mengungkapkan ketidaknyamanan dalam keluarga mereka anggap sebagai anak yang tidak tahu diri? Tabu untuk memahamkan ini dalam sebuah keluarga yang menganut patriarki yang selalu menekan anak perempuan tanpa tersadari.

Anak perempuan khususnya anak pertama seperti tidak lagi mempunyai perasaan. Apapun kesalahan dalam berkeluarga dan bersaudara, maka anak perempuan sebagai kakak lah yang harus dan wajib memperbaikinya, tanpa menyadari bahwa mereka juga terluka.

Ketidakadilan ini menciptakan dilema yang sulit, yakni antara untuk memilih memenuhi ekspektasi keluarga atau mengejar kebahagiaan dan tujuan hidup sendiri. Keduanya sering kali terasa seperti pilihan yang tidak adil.

Dampak pada Kesehatan Mental dan Emosional

Beban ekspektasi dan tanggun jawab yang berat kemudian akan berdampak buruk pada kesehatan mental dan emosional anak perempuan pertama. Perasaan tidak cukup dihargai, tekanan untuk selalu sempurna, dan kurangnya dukungan emosional sering kali membuat mereka kesepian dan kelelahan.

Selain itu, konflik internal antara memenuhi harapan keluarga dan keinginan pribadi dapat menyebabkan rasa bersalah yang mendalam. Banyak anak perempuan pertama yang tumbuh dengan perasaan bahwa mereka harus selalu terlihat kuat dan tidak boleh menunjukkan kelemahan.

Bahkan untuk sekadar menangis dan mengeluh lelah pun dipertanyakan sebegitu runtutnya. Seperti, kenapa menangis? Sudah berani ngelawan orang tua? Memang kamu ngapain sampai berani bilang lelah? Pertanyaan-pertanyaan seperti itu yang membuat anak perempuan pertama takut untuk berbicara dan pada akhirnya memperparah tekanan yang mereka rasakan.

Meskipun ada beberapa langkah untuk membantu anak perempuan pertama keluar dari tekanan, namun biasanya mereka akan sulit menerapkan langkah tersebut. Terlebih jika sudah dihantui oleh ucapan-ucapan yang bisa melukai hati mereka.

Anak perempuan pertama itu rapuh, mereka perlu lingkungan yang bisa mendukung secara emosional. Maka jangan hakimi mereka ketika ternyata mereka lebih nyaman bersama teman-teman ataupun komunitasnya daripada bersama keluarganya.

Orang bilang, beranilah untuk sedikit mengungkapkan, kenyataannya perlu keberanian yang besar untuk berbicara. Dalam sebuah keluarga sangat kita perlukan kesadaran bahwa untuk menciptakan lingkungan yang lebih adil dan mendukung, setiap anggota keluarga memiliki peran penting dan tanggung jawab bersama, baik itu tanggung jawab domestik maupun secara emosional. []

Tags: Anak PerempuanAnak Perempuan PertamaAnak PertamaBudaya PatriarkikeluargapatriarkiRelasi
Jannatul Aulia

Jannatul Aulia

Mahasiswa Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir di UIN Antasari Banjarmasin. Bisa berkunjung ke Instagram @jannatulaulia_

Terkait Posts

Catcalling

Mari Berani Bersuara Melawan Catcalling di Ruang Publik

15 Juni 2025
Jadi Perempuan

Katanya, Jadi Perempuan Tidak Perlu Repot?

14 Juni 2025
Perempuan Berolahraga

Membaca Fenomena Perempuan Berolahraga

13 Juni 2025
Humor

Humor yang Tak Lagi Layak Ditertawakan: Refleksi atas Martabat dan Ruang

13 Juni 2025
Menyulam Spiritualitas

Menyulam Spiritualitas dan Rasionalitas: Belajar Menyebut Nama Tuhan dari Perempuan Abad 16

12 Juni 2025
Noble Silence

Menilik Relasi Al-Qur’an dengan Noble Silence Pada Ayat-ayat Shirah Nabawiyah Tokoh Perempuan (Part 3)

11 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Tragedi Pemerkosaan

    Negara Amnesia, Korban Masih Terjaga: Kami Menolak Lupa atas Tragedi Pemerkosaan 98

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Luka Ibu Sebelum Suapan Terakhir Bagian II

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mari Berani Bersuara Melawan Catcalling di Ruang Publik

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Isu Perceraian Veve Zulfikar: Seberapa Besar Dampak Memiliki Pasangan NPD?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film Pengepungan di Bukit Duri: Bagaimana Sistem Pendidikan Kita?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Tanggung Jawab Pasangan Suami Istri dalam Menjaga Perkawinan
  • Mari Berani Bersuara Melawan Catcalling di Ruang Publik
  • Negara Amnesia, Korban Masih Terjaga: Kami Menolak Lupa atas Tragedi Pemerkosaan 98
  • Luka Ibu Sebelum Suapan Terakhir Bagian II
  • Pentingnya Komitmen Suami dan Istri dalam Kerja Domestik dan Publik

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID