• Login
  • Register
Jumat, 6 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Penyandang Disabilitas: Teknologi Asistif Lebih Penting daripada Mantan Pacar

Kesenjangan ekonomi menyebabkan tidak semua disabilitas mempunyai alat bantu.

Zenit Miung Zenit Miung
02/06/2025
in Publik
0
Teknologi Asistif

Teknologi Asistif

1.3k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

“Galau brutal kalau tidak ada kursi roda,” ungkap Stella tentang pentingnya teknologi asistif melalui pesan whatsapp (5/12/25).

Mubadalah.id – Zaman modern menjadi tanda perkembangan teknologi untuk menunjang mobilitas masyarakat, khususnya penyandang disabilitas. Sebelum teknologi pengampu berinovasi, pergerakan difabel terbatas dan sulit.

Munculnya teknologi asitif sangat membantu kegiatan disabilitas. Terlebih lagi jika rancangannya sesuai dengan kebutuhan difabel. Mereka bebas bergerak dan dapat berpartisipasi aktif di tengah-tengah masyarakat.

Teknologi asistif adalah alat atau suatu produk yang dimodifikasi sesuai kebutuhan penyandang disabilitas, diperoleh secara komersial atau siap pakai. Tujuannya untuk menambah, mempertahankan, serta  meningkatkan kemampuan fungsional difabel. (Suzanne Robitaille, 2018: 5)

Teknologi  Asistif sebagai Alat Kemandirian bukan Hambatan

Stella, disabilitas daksa, selalu memanfaatkan kursi roda untuk rutinitasnya. Dia mendapatkan peralatan penunjang itu dari Gus Dur dan Lembaga Wafcai. Dengan kursi roda adaptif ini, dia bisa bergerak bebas dan pergi kemana saja. Dia juga dapat mengembangkan potensi menulis puisi. Baginya alat bantu mobilitasnya lebih penting dari mantan.

Ketika  Sekolah Dasar, Stella tidak menggunakan kursi roda. Selama enam tahun saudaranya selalu menggendong anak kecil yang lucu ini ke sekolah. Dia hanya duduk saja selama di kelas.  Tidak berani ke toilet karena sungkan meminta bantuan teman sekelasnya, sehingga selalu menahan buang air sampai pulang sekolah.

Baca Juga:

Trans Jogja Ramah Difabel, Insya Allah!

Kreativitas tanpa Batas: Disabilitas dan Seni

Belajar dari Malaysia Soal Akses Difabel

Tantangan Difabel: Aku Tidak Berbeda, Hanya Hidup dengan Cara yang Berbeda

Sekarang ini dia ingin mendapat kursi roda elektrik namun biayanya sangat mahal. Padahal semakin canggih kursi roda semakin memudahkan mobilisasinya. Harapannya alat bantu disabilitas harganya terjangkau. Pemerintah juga tidak memangkas anggaran disabilitas supaya  mendapat alat bantu sesuai kebutuhan para difabel.

Di cerita lain, seorang siswa Tuli dari Kediri. Maira namanya. Sejak lahir telinganya sudah tidak berfungsi. Percakapan sehari-hari menggunakan bahasa isyarat. Bahasa itu merupakan komunikasi alami (bahasa ibu)  disabilitas rungu.

Maira memakai Alat Bantu Dengar (ABD) selama di sekolah. Orang tua nya mampu membeli teknologi asistif itu dengan harga yang lumayan fantastis.  Dia tidak mengenakan ABD saat berkumpul dengan komunitas Tuli dan bersama kedua orang tuanya di rumah. Menurutnya penggunaan alat dengar tidak nyaman jika menempel di telinga seharian. Risih katanya.

Dalam bersosialisai dia lebih nyaman dengan teman Tuli dibanding dengan teman dengar. Menurutnya sesama Tuli saling mengerti bahasa isyarat. Sehingga pesannya tersampaikan dengan baik.

Meskipun begitu, dia juga tidak bisa menghindar  berinteraksi dengan orang yang bisa mendengar. Alat bantu dengar dan smartphone merupakan media komunikasi Maira. Terkadang dia pun  berbicara dengan komunikasi oral.  Hanya orang-orang tertentu yang bisa memahami bahasa oralnya, seperti ibu dan sepupunya. Dari proses pertukaran pesan inilah, dia membangun hubungan sosialnya dengan baik.

Finansial menjadi hambatan bagi penyandang disabilitas dalam memiliki teknologi pengampu. Apabila dari keluarga yang mampu, uang tidak problem utama. Sebaliknya,  bagi keluarga yang tidak mampu pembelian alat bantu menjadikannya extra cost dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Kolaborasi  Pemenuhan Teknologi Asistif Disabilitas

Kesenjangan ekonomi menyebabkan tidak semua disabilitas mempunyai alat bantu. Mengutip dari Solidernews.com (13/08/2024), World Bank menunjukkan  15-20 persen populasi miskin menyandang disabilitas di negara berkembang.

Tahun 2022 Eva Rahmi Kasim, Kepala Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial Yogyakarta, menyatakan ada dua kebijakan yang perlu diterapakan dalam mencapai teknologi inklusif.

Pertama, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) memfokuskan penyandang disabilitas untuk mendapatkan alat bantu yang lebih mudah dan murah.

Kedua, kolaborasi penyandang disabilitas dan industri lokal dalam menyediakan alat bantu. Dengan melibatkan dua partisipan tersebut  memberikan peluang pekerjaan pada disabilitas dan membantu meningkatkan ekonomi masyarakat.

Pihak  BRIN, Dr. Edi Hermawan, menjelaskan lebih lanjut bahwa tugas BRIN hanya berfokus pada riset desain teknologi asistif yang tepat untuk berbagai jenis disabilitas. Produksi masal bukan ranah badan riset ini tetapi bagian industri (pengembang teknologi).

Di webinar lain Antoni Tsaputra Ph.D, disabilitas fisik sekaligus akademisi dan peneliti di Padang, menyampaikan bahwa upaya pemenuhan teknologi asistif melibatkan seluruh komponen stakeholder. Mereka meliputi: pemerintah, pengembang teknologi, periset, akademisi,  masyarakat, dan penyandang disabilitas.

Peran disabilitas dalam pembuatan alat bantu sangat penting. Mereka adalah individu yang mengalami langsung. Keterlibatannya membantu menentukan bagaimana  teknologi pengampu itu sudah sesuai atau tidak dengan kebutuhan disabilitas.

Dengan adanya saling kerjasama sesama difabel dan non difabel, teknologi membantu kemaslahatan ummat.  Jadi, semua orang dapat merasakan  aksesibilitas melalui sarana dan prasana yang ramah dan nyaman.

“Teknologi berinovasi   sebagai alat kemandirian penyandang disabilitas. Penciptaan alat bantu bukan sekedar mengembangkan teknologi canggih namun teknologi inklusif bagi disabilitas dan non-disabilitas,” imbuhnya dalam webinar Peran Teknologi dalam Memfasilitasi Kehidupan Difabel pada 20 Februari 2025.

Selain kolaborasi stakeholder, harga teknologi asistif juga perlu dipertimbangkan. Adanya investasi khusus kehidupan difabel akan membantu  kebutuhannya. Sehingga mereka tidak terbebani dengan extra cost alat bantu, mulai dari membeli dan merawatnya. []

Tags: AksesibilitasAlat BantuPenyandang DisabilitasRuang InklusiTeknologi Asistif
Zenit Miung

Zenit Miung

Kunci menulis adalah membaca

Terkait Posts

Raja Ampat

Tambang Nikel Ancam Kelestarian Alam Raja Ampat

5 Juni 2025
Ibadah Kurban

Ibadah Kurban dan Hakikat Ketaatan dalam Islam

4 Juni 2025
Mitos Israel

Mitos Israel di Atas Penderitaan Warga Palestina

4 Juni 2025
Trans Jogja

Trans Jogja Ramah Difabel, Insya Allah!

3 Juni 2025
Perbedaan Feminisme

Perbedaan Feminisme Liberal dan Feminisme Marxis

2 Juni 2025
Ketuhanan

Ketuhanan yang Membebaskan: Membangun Perdamaian dengan Dasar Pancasila

1 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kekerasan Seksual

    Perspektif Heterarki: Solusi Konseptual Problem Maraknya Kasus Kekerasan Seksual di Lembaga Pendidikan Agama  

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menggali Fikih Ramah Difabel: Warisan Ulama Klasik yang Terlupakan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mitos Israel di Atas Penderitaan Warga Palestina

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menelusuri Perbedaan Pendapat Ulama tentang Batas Aurat Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tambang Nikel Ancam Kelestarian Alam Raja Ampat

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Iduladha sebagai Refleksi Gender: Kritik Asma Barlas atas Ketaatan Absolut
  • Aurat Perempuan: Antara Teks Syara’ dan Konstruksi Sosial
  • Tambang Nikel Ancam Kelestarian Alam Raja Ampat
  • Menelusuri Perbedaan Pendapat Ulama tentang Batas Aurat Perempuan
  • Menggali Fikih Ramah Difabel: Warisan Ulama Klasik yang Terlupakan

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID