Mubadalah.id – Poligami merupakan relasi inter-personal yang melibatkan suami dan istri-istri, serta anak-anak. Pada relasi yang seperti ini, perempuan seringkali menjadi rentan terhadap segala bentuk kekerasan. Pada relasi yang seperti ini, al-Qur’an datang memberikan kritik untuk membela perempuan.
Dalam ungkapan al-Qur’an, poligami berpotensi terhadap perilaku ketidakadilan yang dilarang dan diharamkan. Sesuatu yang bisa mendatangkan yang haram, diharamkan, tetapi tidak bisa serta merta solusinya adalah berpoligami. Karena berpoligami, seperti kata al-Qur’an berpotensi pada tindak ketidakadilan, dan itu juga diharamkan.
Maka dari itu, berzina dan berpoligami tidak bisa kita hadapkan, dengan memilih salah satu untuk menghindari yang lain. Karena keduannya, memiliki dimensi yang berbeda satu dengan yang lain.
Imam Nawawi sendiri, menawarkan berpuasa kepada mereka yang memiliki appeal seksual yang tinggi. Sementara jika menikah mereka tidak bisa memenuhi kewajibannya terhadap perempuan.
Karena persoalan pernikahan adalah persoalan relasi yang harus mempertimbangkan pasangan, dan tidak hanya memikirkan kebutuhan dan kepentingan sendiri, tanpa melihat kepentingan pasangannya. Termasuk tentu saja kepentingan dan kebutuhan seksual.
Ketika seseorang merasa khawatir berbuat zina, tidak serta merta jalan keluarnya adalah poligami. Karena poligami yang tidak adil dan berpotensi terjadi kekerasan kepada perempuan, seperti dikatakan para ulama tafsir, juga diharamkan.
Keadilan adalah prinsip utama, untuk memutuskan sejauhmana kita masih harus menerima poligami dalam kehidupan masyarakat kita sekarang.
Jika prinsip ini diterima, maka persoalan menghindar dari berzina bisa diselesaikan dengan cara-cara lain yang tidak diharamkan dan tidak mengakibatkan kenistaan pasangan.
Lagi pula, persoalan laki-laki yang sudah beristri dan masih khawatir berzina adalah soal mengelola emosi seksual, yang mestinya bisa ia selesaikan melalui komunikasi intensif dan perbaikan relasi yang mungkin kurang optimal.
Jika masih saja tidak bisa ia selesaikan, maka persoalannya ada pada laki-laki, yang penyelesainnya tidak seharusnya mencederai pasangan. Hal demikian, karena prinsip keadilan merupakan basis utama untuk memahami pesan transformasi al-Qur’an, sebagai misi dasar kenabian dan prinsip ajaran-ajaran Islam. []