• Login
  • Register
Sabtu, 24 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Kasus Pelecehan Guru terhadap Siswi di Cirebon: Ketika Ruang Belajar Menjadi Ruang Kekerasan

Tindakan sang bibi tentu bukan tanpa alasan. Ia ingin memutus rantai kekerasan yang dialami keponakannya agar tidak ada korban-korban berikutnya.

Andayu Aisyah Putri Andayu Aisyah Putri
24/05/2025
in Publik
0
Kekerasan

Kekerasan

940
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Dunia pendidikan belakangan ini semakin mengkhawatirkan. Sekolah yang semestinya menjadi ruang aman untuk belajar, justru berubah menjadi tempat yang rawan terjadinya kekerasan.

Termasuk para guru yang seharusnya menjadi sosok utama dalam membimbing dan mendidik siswa dengan ilmu pengetahuan serta nilai-nilai kebaikan. Namun, kenyataannya tidak semua guru menjalankan peran itu dengan baik.

Dalam sejumlah kasus, justru ada oknum guru yang menyalahgunakan posisinya dan melakukan kekerasan, termasuk kekerasan seksual, terhadap muridnya sendiri.

Salah satu kasus kekerasan seksual ini terjadi di salah satu sekolah di Cirebon. Mengutip unggahan akun Instagram Radar Cirebon, seorang guru di salah satu sekolah ternama diduga melakukan pelecehan terhadap siswinya yang masih duduk di bangku kelas 7 SMP.

Dalam salah satu tangkapan layar percakapan guru dan murid di Whatsapp yang banyak tersebar di media sosial. Terlihat bagaimana pelaku, seorang guru, berusaha melakukan pelecehan kepada korban seorang siswi kelas 7 SMP. Melalui pesan Whatsapp, guru tersebut menuliskan:

Baca Juga:

KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

Alarm Bahaya Pencabulan Anak: Belajar dari Kasus Keluarga di Garut

Pesan Toleransi dari Perjalanan Suci Para Biksu Thudong di Cirebon

Adil Memaknai Ingsun Titip Tajug lan Fakir Miskin

“Ke bpk aja, yuk ke sini, maafin bpk ya? Bpk peluk kamu, barangkali kamu marah sama bpk, jngn cerita2 ke yang lain ya?”

Upaya Manipulatif

Pesan ini, menurut saya menunjukkan adanya upaya manipulatif untuk meredam perasaan korban, sekaligus menyuruhnya diam dan tidak menceritakan kejadian tersebut kepada siapa pun.

Situasi ini semakin menguatkan dugaan bahwa pelaku menyadari perbuatannya salah, namun tetap memaksakan kehendak secara halus dan manipulatif.

Dalam percakapan lain yang juga tersebar luas di media sosial, pelaku kembali melontarkan kalimat yang mengarah pada pelecehan:

Guru: Kesini dulu ya, mampir
Murid: Insyaallah pa
Guru: Boleh pegang ga?
Murid: Mksd bpk pegang apa?
Guru: apa aja

Percakapan ini pertama kali dibagikan oleh bibi korban di sebuah grup Facebook. Dalam unggahannya—yang kemudian dikutip oleh DetikJabar—ia menyampaikan bahwa keponakannya telah menjadi korban perbuatan tak senonoh seorang guru. Meski unggahan itu kini sudah dihapus, tangkapan layarnya terlanjur tersebar luas.

Alasan bibi korban membagikan percakapan tersebut, sebagaimana tertulis dalam akun Instagram Radar Cirebon, adalah karena ia ingin memberikan efek jera kepada pelaku. “Karena ini ponakan saya. Kasihan, anak masih SMP. Maunya sih supaya ada efek jera buat si guru,” tulisnya.

Tindakan sang bibi tentu bukan tanpa alasan. Ia ingin memutus rantai kekerasan yang dialami keponakannya agar tidak ada korban-korban berikutnya.

Menanggapi kasus ini, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3APPKB) Kota Cirebon, Suwarso Budi, menyatakan bahwa pihaknya akan menindaklanjuti kasus tersebut. Mereka akan melakukan asesmen, mengumpulkan data dari sekolah, pelaku, maupun keluarga korban.

Ketika Korban Justru Disalahkan

Sayangnya, dalam banyak kasus kekerasan seksual, korban sering kali justru mendapat stigma negatif dari masyarakat.

Alih-alih memberikan dukungan, mereka justru disalahkan, dianggap berlebihan, bahkan menjadi sasaran perundungan. Kondisi ini membuat korban merasa takut, stres, trauma, dan malu, sehingga banyak yang akhirnya memilih diam.

Jika merujuk pada kasus di atas, isi percakapan antara guru dan murid dengan jelas menunjukkan adanya intensi seksual yang tidak pantas. Situasi ini mencerminkan relasi kuasa yang timpang antara guru dan siswa, di mana pelaku bisa memanipulasi posisi dan kepercayaan yang diberikan padanya.

Respons korban dalam percakapan tersebut mungkin terlihat seperti menunjukkan persetujuan, namun hal itu bisa jadi dipengaruhi oleh tekanan psikologis atau bentuk manipulasi yang dikenal sebagai child grooming.

Child grooming adalah proses di mana pelaku secara perlahan membangun kedekatan emosional dengan anak atau remaja yang rentan. Biasanya karena masalah dalam keluarga atau kurangnya perhatian.

Pelaku akan memosisikan diri sebagai orang yang paling memahami, menciptakan rasa aman dan nyaman. Ketika korban mulai percaya, pelaku lebih mudah melakukan kekerasan seksual tanpa perlawanan.

Karena itu, sangat penting bagi masyarakat untuk memberikan dukungan moral dan psikologis kepada korban. Dukungan ini tidak hanya membantu mereka pulih dari trauma, tetapi juga memberi kekuatan untuk melawan ketidakadilan dan berani bersuara.

Memutus Rantai Kekerasan Seksual di Sekolah

Menurut laporan Kompas.id, sekitar 45% kasus kekerasan seksual terjadi di lingkungan sekolah, dan yang paling miris, sebagian besar pelakunya adalah guru. Angka ini bukan sekadar statistik. Ia adalah peringatan keras bahwa ruang belajar yang seharusnya aman justru menjadi tempat yang rawan, dan ini harus segera kita hentikan.

Untuk memutus rantai kekerasan seksual di sekolah, membutuhkan langkah-langkah nyata yang melibatkan semua pihak: guru, siswa, orang tua, dan pihak sekolah. Berikut beberapa hal penting yang bisa kita lakukan bersama:

Pertama, Edukasi dan Sosialisasi Sejak Dini. Anak-anak perlu dibekali pemahaman tentang apa itu kekerasan seksual, bentuk-bentuknya, dan bagaimana cara merespons jika mereka mengalaminya atau melihatnya terjadi. Edukasi ini tidak cukup hanya diberikan sekali. Namun perlu diulang dan diperkuat melalui kurikulum sekolah, pelatihan guru, serta forum orang tua.

Kedua, Membangun Budaya Sekolah yang Aman dan Terbuka. Sekolah harus menjadi ruang yang nyaman, terbuka, dan bebas dari rasa takut.

Budaya positif bisa kita bangun lewat kegiatan-kegiatan yang mendorong kebersamaan dan saling menghargai, seperti pentas seni, forum diskusi siswa, atau kelas refleksi yang rutin. Ruang komunikasi antara murid dan guru juga perlu dibuka lebar, tanpa ada dominasi atau tekanan.

Ketiga, Menyediakan Sistem Pengaduan yang Ramah Anak. Setiap sekolah wajib memiliki mekanisme pengaduan yang mudah dan tidak mengintimidasi.

Anak-anak harus tahu bahwa suara mereka penting, akan didengar, dan tidak akan menimbulkan risiko balik. Artinya, perlindungan terhadap pelapor dan korban harus dijamin penuh, baik secara psikologis maupun hukum. []

Tags: CirebongurukasusmuridpelecehanRuang BelajarRuang Kekerasan
Andayu Aisyah Putri

Andayu Aisyah Putri

Saya adalah Mahasantriwa Sarjana Ulama Perempuan Indonesia (SUPI) ISIF Cirebon.

Terkait Posts

Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan

Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia: Tegaskan Eksistensi Keulamaan Perempuan

24 Mei 2025
Ulama perempuan Indonesia

Bulan Kebangkitan: Menegaskan Realitas Sejarah Ulama Perempuan Indonesia

24 Mei 2025
Memahami Disabilitas

Belajar Memahami Disabilitas dan Inklusivitas “Hanya” Dengan Naik Transjatim

23 Mei 2025
Peran Aisyiyah

Peran Aisyiyah dalam Memperjuangkan Kesetaraan dan Kemanusiaan Perempuan

20 Mei 2025
Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas

Ironi Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas: Kesenjangan Menjadi Tantangan Bersama

20 Mei 2025
Inses

Grup Facebook Fantasi Sedarah: Wabah dan Ancaman Inses di Dalam Keluarga

17 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Laku Tasawuf

    Hidup Minimalis juga Bagian dari Laku Tasawuf Lho!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menjembatani Agama dan Budaya: Refleksi dari Novel Entrok Karya Oky Madasari

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kasus Pelecehan Guru terhadap Siswi di Cirebon: Ketika Ruang Belajar Menjadi Ruang Kekerasan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Self Awareness Ala Oh Yi Young di Resident Playbook

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bulan Kebangkitan: Menegaskan Realitas Sejarah Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia: Tegaskan Eksistensi Keulamaan Perempuan
  • Meneladani Noble Silence dalam Kisah Bunda Maria dan Sayyida Maryam menurut Al-Kitab dan Al-Qur’an
  • Ihdâd: Pengertian dan Dasar Hukum
  • Hidup Minimalis juga Bagian dari Laku Tasawuf Lho!
  • Menjembatani Agama dan Budaya: Refleksi dari Novel Entrok Karya Oky Madasari

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version