Mubadalah.id – Dalam buku Perempuan Bukan Makhluk Domestik Dr. Faqihuddin Abdul Kodir menjelaskan bahwa banyak teks keagamaan baik yang otentik maupun populer tentang kenikmatan surga sering dibaca dengan perspektif patriarkal, yang hanya mengutamakan kepentingan laki-laki. Hal ini, menurutnya, menyebabkan perempuan direduksi menjadi makhluk pemuas nafsu.
Kiai Faqih mengajak kita membaca kembali teks-teks agama dengan pendekatan mubadalah. Dalam kerangka ini, kenikmatan surga semestinya tidak dilihat dari satu jenis kelamin saja.
Jika surga adalah tempat keadilan dan kebahagiaan sempurna, maka baik laki-laki maupun perempuan akan mendapatkan kenikmatan sesuai fitrah, nilai, dan amalnya bukan berdasarkan kebutuhan seksual.
Dalam logika mubadalah, surga bukanlah ruang “kepemilikan” bagi laki-laki. Melainkan ruang bagi semua hamba yang beriman.
Maka dari itu, narasi tentang kenikmatan surga bukan hanya soal tafsir keliru. Tetapi juga berdampak sosial nyata. Ia memperkuat budaya patriarki yang menempatkan perempuan sebagai objek kenikmatan.
Dalam konteks ekstrem, ia bisa memotivasi untuk melakukan kekerasan. Sebagaimana dalam kasus terorisme yang mereka yakini akan menjemput bidadari surga.
Padahal dalam konteks sosial-keagamaan, ia justru melanggengkan ceramah-ceramah yang menormalisasi subordinasi perempuan.
Lebih jauh, pemaknaan sempit tentang surga ini memperlihatkan betapa seksualitas laki-laki sering diberi ruang legitimasi teologis. Sementara seksualitas perempuan tetap dibungkam, dipertanyakan, atau bahkan disalahkan.
Padahal, jika kita kembali pada nilai dasar Islam sebagaimana dalam al-Qur’an, surga justru Tuhan berikan kepada setiap mukmin, laki-laki maupun perempuan, atas dasar amal saleh dan ketakwaan. Firman Allah dalam QS. An-Nisa:124 menegaskan:
“Barang siapa mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman. Maka mereka akan masuk surga dan mereka tidak akan merugi sedikit pun.”
Ayat ini jelas menghapus dikotomi kenikmatan berbasis jenis kelamin. []