• Login
  • Register
Senin, 5 Juni 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Buruh,Teologi dan Perempuan

Berbicara tentang buruh, mungkin kita semua adalah buruh saat ini. Selama kita masih digaji oleh orang lain, maka kita adalah buruh.

Hifni Septina Carolina Hifni Septina Carolina
04/05/2021
in Publik
0
Buruh

Buruh

92
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Berbicara tentang buruh, mungkin kita semua adalah buruh saat ini. Selama kita masih digaji oleh orang lain, maka kita adalah buruh. Perjuangan hak buruh untuk mendapatkan kenaikan gaji, jaminan kesehatan, jaminan sosial merupakan perjuangan yang tiada akhir. Selama buruh masih dianggap sebagai beban perusahaan, maka adanya outsourching atau pemutusan kontrak kerja secara sepihak dapat dilakukan perusahaan kapanpun. Seharusnya buruh dianggap sebagai aset perusahaan, karena mereka berperan besar dalam kemajuan ekonomi maupun sosial.

Regulasi pemerintah yang belum berpihak pada buruh, seperti Omnibus Law, pemerintah ngotot agar kebijakan tersebut segera dilaksanakan, supaya buruh cepet bekerja. Tetapi hal tersebut mengalami penolakan dari kaum buruh sendiri, karena kebijakan lebih menguntungkan perusahaan. Selain itu, profil angkatan kerja yang rerata lulusan SMA juga menjadi masalah lain, karena minim skill atau pengetahuan. Belum lagi, sarjana yang mendaku salah jurusan, menjadikan perguruan tinggi seolah sebagai pencetak buruh secara masif setelah mereka lulus. Pertanyaan selanjutnya, bagaimana mengalokasikan SDM untuk lebih produktif bukan hanya jadi buruh industri?

Dalam sistem kapitalisme, stratifikasi sosial akan selalu muncul antara buruh dan majikan, status di antara keduanya secara otomatis menimbulkan adanya perbedaan kelas. Dalam pandangan sosialisme, kepemilikan individu atas alat produksi perlu dihilangkan, karena buruh merupakan pihak yang sangat tereksploitasi oleh sistem kapitalisme. Dan Islam memandang buruh sebagai makhluk Allah SWT yang sama dengan manusia lainnya.

Islam memilih jalan bahwa kesejahteraan sosial akan tercapai jika dibangun di atas landasan keadilan. Namun hal tersebut, seringkali luput dari ceramah atau khutbah para ustadz, sehingga lagi-lagi keadilan belum nyata dirasakan setiap orang apalagi buruh. Ustadz seringkali mengajarkan untuk mendahulukan sikap pasrah dan tawakal. Sehingga perjuangan kaum buruh bisa jadi terbelenggu oleh ajaran tersebut. Mereka memilih diam dan bersyukur atas apa yang telah diperoleh, walaupun secara sosiologis mereka punya beban untuk menghidupi keluarga.

Belum lagi, berbicara buruh perempuan yang lebih rentan mengalami ketidakadilan bahkan kekerasan berbasis gender. Misalnya, kesenjangan upah bagi perempuan mencapai 30 persen di sektor formal, dan bahkan sampai 50 persen di sektor informal, di mana sebagian besar ketimpangan tersebut disebabkan oleh praktek-praktek diskriminatif. Perempuan dilihat dalam masyarakat sebagai penyokong, bukan pekerja utama. Mempekerjakan perempuan dengan upah rendah tidak membebaskan perempuan justru menambah beban kehidupan mereka bahkan memiskinkan mereka.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • 4 Kebolehan Childfree Dalam Pandangan Maqashid Syariah
  • Analisis Gender untuk Dekonstruksi Disabilitas
  • Keadilan Gender Dalam Kacamata Hukum
  • Benarkah Laki-laki Lebih Unggul dari Perempuan?

Baca Juga:

4 Kebolehan Childfree Dalam Pandangan Maqashid Syariah

Analisis Gender untuk Dekonstruksi Disabilitas

Keadilan Gender Dalam Kacamata Hukum

Benarkah Laki-laki Lebih Unggul dari Perempuan?

Transformasi teknologi dan disrupsi menyumbang banyak pekerjaan baru bagi kalangan baby boomer yang menghabiskan waktu dengan lebih banyak nongkrong tapi uang mengalir melalui adsense dan sebagainya. Yang sering dipahami salah oleh generasi old, punya babi ngepet, tuyul dsb. Mengembangkan berbagai sektor ekonomi kreatif bisa menjadi pilihan membangun kemandirian secara ekonomi selain menjadi buruh.

Maka, di hari buruh ini seyogyanya kita bisa mengajak masyarakat lebih mandiri untuk bergotongroyong. Pemberdayaan perempuan di Komunitas Payungi Lampung bisa menjadi contoh. Mereka secara sosiologis maupun teologis tidak mengenal istilah buruh. Mereka menjadi tuan di usahanya masing-masing. Bagaimana skill up warga payungi bisa di kembangkan untuk sama-sama maju? Bagaimana sektor ekonomi kreatif bisa dikembangkan melalui gotong royong? Mengingat kondisi pandemi ini, cukup mengerikan bagi para pengusaha, terlebih lagi bagi buruh. []

Tags: Genderhari buruhkeadilanKesetaraanperempuanPerempuan Pekerjateologi
Hifni Septina Carolina

Hifni Septina Carolina

Terkait Posts

Agama dan Negara

Relasi Agama dan Negara Dalam Pandangan Buya Husein

5 Juni 2023
Childfree

4 Kebolehan Childfree Dalam Pandangan Maqashid Syariah

5 Juni 2023
Politisi Perempuan

Sikap Negara dan Media dalam Memotret Politisi Perempuan

5 Juni 2023
Analisis Gender Disabilitas

Analisis Gender untuk Dekonstruksi Disabilitas

5 Juni 2023
Hati Suhita

Hati Suhita dan Geliat Sastra Pesantren di Indonesia

4 Juni 2023
Relasi Gender dalam Agama Budha

Menilik Relasi Gender dalam Agama Budha

3 Juni 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Haji

    Taushiyah Mengantar Jamaah Haji

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ketika Pasangan Hidup Pergi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Analisis Gender untuk Dekonstruksi Disabilitas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Inara Rusli Lepas Cadar demi Pekerjaan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sikap Negara dan Media dalam Memotret Politisi Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Relasi Agama dan Negara Dalam Pandangan Buya Husein
  • Belajar Welas Asih Lewat Buku Aku Ingin Pulang Meski Sudah di Rumah
  • 4 Kebolehan Childfree Dalam Pandangan Maqashid Syariah
  • Sikap Negara dan Media dalam Memotret Politisi Perempuan
  • Analisis Gender untuk Dekonstruksi Disabilitas

Komentar Terbaru

  • Ainulmuafa422 pada Simple Notes: Tak Se-sederhana Kata-kata
  • Muhammad Nasruddin pada Pesan-Tren Damai: Ajarkan Anak Muda Mencintai Keberagaman
  • Profil Gender: Angka tak Bisa Dibiarkan Begitu Saja pada Pesan untuk Ibu dari Chimamanda
  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist