Mubadalah.id – Akhir-akhir ini drama di platform Vidio, Wetv, beberapa film di Netflix bergenre misterius. Usaha itu dapat membangun ketertarikan para kaum muda untuk nonton sambal berpikir. Berkaca dari film-film bergenre misterius ini dipecahkan permasalahannya oleh sosok perempuan.
Seperti film Switchover, Merajut Mendam, My Nerd Girl, My Ice Girl, Why? Keseluruhan pemeran utama film Indonesia ini ya perempuan. Bahkan, film bergenre horor yang misterius seperti siksa kubur pemerannya adalah seseorang perempuan untuk menjawab pertanyaan “adakah siksa di dalam kubur?”.
Sebenarnya ada apa dengan perempuan? Sepertinya, dunia industri sudah mengakui kehadiran perempuan di tengah masyarakat. Bahkan, beberapa film Indonesia belakangan ini berusaha mengungkapkan sifat-sifat kesetaraan antara laki-laki dan perempuan.
Sebagaimana, stigmatisasi masyarakat yang mengatakan bahwa akal perempuan di bawah laki-laki harus terhapuskan. “bila wanita sudah beraksi, dunia hancur” begitulah bait dari lagu Rossa yang berjudul Hey Ladies. Ternyata, ada yang salah dalam pemahaman orang-orang terhadap hadis yang diriwayatkan oleh seseorang bisa kita buktikan keshahihan hadisnya, yaitu Bukhari.
Stigmatisasi Masyarakat, Akal Perempuan Setengah Laki-Laki
Tertulis dalam buku karya Faqihuddin Abdul Kodir dengan judul “Perempuan (Bukan) Sumber Fitnah” dalam sub bab “Separuh Akal dan Agama”. Hadis inilah yang menjadi perdebatan di kaum feminis.
Dari Abu Said al-Khudriy, berkata Nabi Muhammad Saw. Berkata kepada mereka “Aku tidak melihat perempuan-perempuan (yang dianggap) kurang akal dan kurang agama, yang sanggup mengalahkan akal seorang laki-laki tangguh dan kukuh pendirian, kecuali ia ada salah satu dari kalian.”
Pandangan dari guru Faqihuddin Abdul Kodir yaitu Syekh Ramadan al-Buthy dan Syekh ‘Abd al-Halim Abu Syuqqah sebagai kalimat pemujian atau sedang bersenda gurau dengan para perempuan. Karena, terucapkan ketika sedang berhari-raya, saat orang Islam sedang bersukacita.
Teks utuhnya seperti ini: “saya kagum dengan para perempuan ini, (dianggap) hanya punya separuh akal dan agama, tetapi sanggup mengalahkan laki-laki yang paling pintar dan teguh pendirian sekalipun.” Narasi dari hadis tersebut tidak membicarakan persoalan norma agama, namun sebagai kalimat mujamalah.
Naqishati’alin bukan berarti kurang akal, melainkan kurang dalam berpikir. Kurang bepikir itu tidak bisa kita maknai dengan tidak mau berpikir. Melainkan kurangnya pembiasaan, kurangnya pembiasaan. Dengan begitu, hadis yang menjadi kontroversial tentang akal perempuan di bawah akal lelaki tidak bisa kita maknai secara literal.
Tidak hanya perempuan yang memiliki potensi kurang akal, namun lelaki juga bisa memiliki potensi tersebut. Selanjutnya, dalam tadarus kyai Faqih mengatakan bahwa hadis tersebut jangan kita gunakan untuk mendiskriminasi perempuan, karena berpotensi mencederai visi dan misi Islam yaitu rahmatan lil ‘alamin.
Keutamaan Akal bukan dari Jenis Kelamin
Teks hadis tersebut sama sekali tidak menetapkan akal perempuan bernilai separuh dari laki-laki. Bukan juga menunjukkan superioritas laki-laki lebih dari perempuan dalam berbagai hal, hanya karena jenis kelaminnya laki-laki. Islam tidak pernah membedakan jenis kelamin, ataupun rasis karena perbedaan ras, suku, atau asal usulnya.
Melainkan, Allah menilainya dalam keimanan hati dan perbuatannya. Kekurangan akal perempuan bisa karena struktur social yang tidak memberikan kesempatan untuk berpikir. Seperti, tersebutkan Rasulullah dalam hadisnya,
Dari Abu Hurairah r.a, berkata: Rasulullah Saw. Bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak melihat pada rupa kalian, tidak juga pada harta kalian, tetapi Dia melihat hati kalian dan amal-amal kalian.” (Shahih Muslim, Kitab al-Birr wa al-Shilah wa al-Adab, no.6708).
Begitulah cara Islam memandang perempuan bukan dengan sebelah mata. Kedua jenis kelamin ini memiliki potensi untuk berpikir dan memiliki akal yang sempurna. Dunia industri sudah mengakui peran dan kehadiran perempuan di tengah masyarakat. Hal ini mulai dengan penyebaran film bergenre misterius itu. Semoga ke depan tidak ada lagi masyarakat yang mendiskriminasi perempuan dengan akalnya yang dianggap kurang dari laki-laki. []