Mubadalah.id – Munculnya website Aisha Wedding Organizer yang menawarkan perkawinan anak, nikah bawah tangan, dan poligami direspon oleh banyak pihak. Pasalnya ketiga hal tersebut mencederai semangat Undang-Undang Perkawinan dan Undang-Undang Perlindungan Anak.
Selain itu penyebaran informasi melalui website, pamflet, dan baliho secara terang-terangan juga menjadi hal yang harus terus dipantau untuk mengetahui motif dan tujuan yang mereka inginkan. Banyak pihak yang merespon, bahkan beberapa diantaranya melakukan upaya hukum untuk mengusut tuntas kejadiannya.
Dalam merespon hal tersebut, Setara Institute mengadakan diskusi media bersama Samindo (Sahabat Milenials Indonesia) yang diwakili oleh Disna Riantina, S.H, M.H. Rita Pranawari, M.A dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia, dan Dr. Faqihuddin Abdul Kodir, M.A perwakilan dari Jaringan Kongres Ulama Perempuan Indonesia juga founder Mubadalah.Id yang diadakan pada 13 Februari 2021 silam.
Diskusi media yang mengangkat tema ‘Logika Hukum dan Ideologi Misoginis dibalik Aisha Wedding’ banyak mengulik pasal-pasal yang dilanggar oleh mereka. selain itu juga mengingatkan kita tentang berbagai macam faktor yang melatarbelakangi munculnya hal tersebut, baik berupa problem kultural, struktural, atau bahkan sensasi media.
Lantas pasal apa sajakah yang dilanggar oleh Aisha Wedding Organizer ini? Apa faktor-faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi? Dan bagaimana upaya pemerintah, LSM, aktivis, dan masyarakat sipil dalam meresponnya? Untuk mengetahui jawabannya, silakan kunjungi kanal youtube Suara SETARA untuk pada link berikut ini: