Mubadalah.id. Perkembangan teknologi yang semakin pesat di Indonesia mendorong munculnya berbagai platform di media sosial. Platform tersebut memicu lahirnya konten kreator di media sosial seperti yang ada di Youtube, Tiktok dan Instagram.
Pada akhirnya masyarakat harus jeli dan bijak dalam mengakses setiap informasi yang ada. Hal ini sangat perlu supaya masyarakat tidak mudah terpengaruh dengan informasi keliru yang ada di media sosial.
Cara mem-filter informasi menjadi sangat penting. Mengingat banyak masyarakat yang tidak menyadarinya. Ternyata masih banyak konten seksis dan negatif yang mengindikasikan ketidakadilan gender.
Ketidakadilan gender sebagaimana terurai ialah diskriminasi berupa maraknya konten seksis di media sosial.
Melihat Dampak Seksisme Terhadap Perempuan
Anis Aqilah Binti Hamid dalam penelitiannya “Dampak Seksisme Terhadap Peluang Perempuan Muslim dan Budha dalam Mendapatkan Pekerjaan di Klang, Selangor”. Menjelaskan seksisme sebagai salah satu bentuk dari diskriminasi gender. Menganggap lebih rendah pada jenis kelamin tertentu.
Penilaian tersebut tanpa menilai kedudukan seseorang sebagai individu serta penilaian negatif terhadap seseorang tersebut. Merendahkan dan menyasar pada jenis kelamin tertentu.
Meskipun sering tertuju pada perempuan. Namun di era teknologi digital sekarang ini, seksisme bisa juga terjadi pada laki-laki. Hal demikian bisa terjadi di ruang nyata maupun di ruang maya yang tersebar di media sosial.
Bentuk-bentuk seksisme itu sendiri terlihat di beberapa konten yang ada di media sosial. Konten seksis tersebut secara kasat mata tidak menampilkan adanya seksisme sebagai diskriminasi gender. Sehingga masyarakat harus sangat jeli dalam mem-filter setiap informasi yang ada.
Konten Seksisme Di Media Sosial
Apabila melihat lebih dalam terlihat bahwa konten-konten di media sosial mengandung muatan seksisme yang sangat mendiskrimasikan gender. Seperti akun Instagram @an*****ni, @be*******a, @ta********aa dan akun lainya yang menampilkan dominasi kekuasaan perempuan. Khususnya terhadap finansial laki-laki dalam relasi rumah tangga.
Meskipun hanya sebagai konten hiburan. Namun konten tersebut memposisikan laki-laki lemah. Bergantung kepada izin istri dalam mengelola dan menggunakan uang hasil kerjanya.
Laki-laki tergambar begitu tunduk terhadap isteri. Seakan tidak ada kuasa menolak kemauan istri. Termasuk membeli barang-barang branded.
Uang suami berada dalam pengelolaan dan kuasa isteri. Tergambarkan istri berkuasa atas diri suami. Sehingga terdapat kontrol kuasa yang mensubordinasi pihak yang lemah di dalam relasi suami isteri tersebut.
Pada konten yang lain menampilkan pula bagaimana dominasi perempuan terhadap laki-laki. Ketidaksetaraan tersebut terlihat karena adanya pihak yang dominan. Pihak yang satu mengeksplorasi pihak yang lain.
Membincang Konsep Kesetaraan Ala Mubadalah
Melihat konsep kesetaraan gender, sangat tidak benar adanya dominasi yang berdampak negatif terhadap pasangan dalam relasi suami istri. Islam menjelaskan adanya prinsip egalitarian yang memiliki makna persamaan antara manusia. Laki-laki maupun perempuan antar bangsa, suku, dan keturunan.
Prinsip tersebut sejalan dengan konsep kesetaraan gender. Yakni mendorong adanya kesetaraan yang terwujud dalam bentuk kerja sama antara suami istri dan bukan mendominasi.
Sebagaimana penjelasan Dr. Faqihuddin Abdul Kodir, bahwa Idealitas keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah perlu kiranya menerapkan konsep kesetaraan. Perwujudannya dalam bentuk kerja sama antara suami istri maupun antara orang tua dan anak.
Kesalingan tersebut bertujuan untuk mencapai keadilan. Tujuan hidup yang adil dan tentram. Hal demikian bisa kita mulai dari lingkungan keluarga antara suami dan istri. Selanjutnya bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Masing-masing pihak membutuhkan satu sama lain. Perlu mengajak masing-masing pihak untuk bermubadalah. Bukan saling merendahkan satu sama lain. []