• Login
  • Register
Sabtu, 12 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Figur

Mendalami Peran dan Arus Kesetaraan: Riffat Hasan, Teologi Feminis, hingga Hak Asasi Manusia

Teologi feminis bukan hanya sekadar kritik terhadap ketidakadilan, tetapi juga tawaran solusi untuk menciptakan dunia yang lebih setara

Muhammad Syihabuddin Muhammad Syihabuddin
14/12/2024
in Figur, Rekomendasi
0
Riffat Hasan

Riffat Hasan

1.6k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Teologi feminis adalah salah satu cabang pemikiran yang menantang interpretasi tradisional agama yang sering kali melanggengkan ketidaksetaraan gender. Gerakan ini bertujuan untuk meninjau kembali teks-teks suci dengan lensa keadilan gender. Selain itu menempatkan perempuan sebagai subjek yang aktif dalam diskursus keagamaan.

Dalam banyak tradisi keagamaan, narasi yang dominan sering kali bersifat patriarkal, meminggirkan perempuan dari posisi kepemimpinan atau peran strategis dalam masyarakat.

Teologi Feminis: Sebuah Pendekatan Baru dalam Memahami Agama

Riffat Hasan, seorang teolog feminis asal Pakistan, merupakan salah satu tokoh yang berperan penting dalam membawa wacana teologi feminis ke dalam Islam.

Karyanya menekankan bahwa banyak interpretasi Islam yang ia gunakan untuk membenarkan subordinasi perempuan sebenarnya berasal dari budaya patriarkal, bukan dari prinsip dasar agama itu sendiri. Dengan membedah teks-teks Al-Qur’an dan Hadis, ia menyoroti bagaimana prinsip-prinsip keadilan dan persamaan gender sebenarnya inheren dalam Islam.

Menurut Riffat Hasan, salah satu konsep yang perlu kita kaji ulang adalah pemahaman tentang penciptaan manusia. Narasi populer yang menganggap Hawa (perempuan) sebagai penyebab dosa asal bukanlah bagian dari ajaran Al-Qur’an, melainkan warisan dari tradisi Judeo-Kristen.

Baca Juga:

Islam dan Persoalan Gender

Tauhid: Kunci Membongkar Ketimpangan Gender dalam Islam

Tauhid: Fondasi Pembebasan dan Keadilan dalam Islam

Ikhtiar Menyuarakan Kesetaraan Disabilitas

Dalam Al-Qur’an, penciptaan laki-laki dan perempuan disebut setara. Hal ini menunjukkan kesamaan martabat dan tanggung jawab di hadapan Tuhan. Dengan pandangan ini, Riffat Hasan tidak hanya menawarkan kritik, tetapi juga menciptakan ruang untuk dialog yang lebih inklusif dalam tradisi Islam.

Menantang Patriarki melalui Perspektif Teologi Feminis

Pemikiran Riffat Hasan tidak hanya berkutat pada pembacaan ulang teks agama. Tetapi juga melibatkan upaya sistematis untuk membongkar struktur sosial yang diskriminatif. Salah satu aspek utama dari teologi feminis adalah memahami bagaimana agama sering kali digunakan sebagai alat untuk mempertahankan kekuasaan patriarkal.

Dalam konteks ini, Hasan menunjukkan bahwa tantangan terhadap patriarki tidak bisa berhenti pada revisi teologis, tetapi harus mencakup perubahan sosial yang konkret.

Sebagai seorang akademisi, Riffat Hasan menyadari bahwa pendidikan adalah kunci untuk membuka ruang kesadaran kritis. Ia mengajarkan pentingnya mendekati agama dengan pertanyaan-pertanyaan kritis. Bukan hanya menerima interpretasi dogmatis.

Dalam banyak masyarakat, perempuan sering kali tidak memiliki akses yang setara terhadap pendidikan agama. Sehingga mereka tidak dapat menafsirkan teks-teks suci dari sudut pandang mereka sendiri. Dengan memberdayakan perempuan untuk memahami dan menafsirkan agama secara langsung, Hasan mendorong mereka untuk memperjuangkan hak-hak mereka dengan landasan yang kuat.

Di sisi lain, Hasan juga menekankan pentingnya solidaritas antara laki-laki dan perempuan dalam perjuangan melawan ketidaksetaraan. Ia percaya bahwa patriarki adalah masalah bersama yang harus diatasi oleh semua pihak. Dalam pemikiran ini, teologi feminis tidak hanya menjadi gerakan perempuan, tetapi juga panggilan universal untuk menegakkan keadilan. 

Teologi Feminis dan Hak Asasi Manusia: Jembatan Menuju Kesetaraan Global

Kontribusi Riffat Hasan dalam teologi feminis memiliki implikasi yang lebih luas terhadap perjuangan hak asasi manusia (HAM). Dalam pandangannya, agama dan HAM bukanlah entitas yang saling bertentangan, melainkan dapat saling melengkapi jika kita interpretasikan dengan cara yang inklusif.

Riffat Hasan menegaskan bahwa prinsip-prinsip seperti keadilan, persamaan, dan martabat manusia adalah nilai-nilai universal yang terdapat baik dalam ajaran agama maupun dalam deklarasi HAM internasional.

Namun, ia juga mengakui tantangan besar dalam membangun jembatan antara agama dan HAM. Salah satu tantangan tersebut adalah adanya resistensi dari kelompok-kelompok konservatif yang melihat gerakan feminisme atau HAM sebagai ancaman terhadap otoritas tradisional.

Dalam konteks ini, pendekatan Riffat Hasan yang menggunakan argumen berbasis agama menjadi sangat relevan. Dengan menunjukkan bahwa nilai-nilai HAM memiliki akar dalam tradisi keagamaan, ia mampu menarik perhatian audiens yang lebih luas, termasuk mereka yang skeptis terhadap wacana sekular.

Selain itu, teologi feminis juga berkontribusi pada pengembangan kebijakan yang lebih adil dan inklusif. Dalam dunia yang semakin plural, pemikiran seperti ini penting untuk membangun masyarakat yang menghargai perbedaan tanpa mengorbankan prinsip-prinsip keadilan.

Sebagai contoh, pendekatan Riffat Hasan dapat kita gunakan untuk mendorong reformasi hukum di negara-negara yang masih memberlakukan aturan diskriminatif terhadap perempuan atas nama agama.

Menuju Kesetaraan yang Substantif

Perjuangan untuk kesetaraan gender adalah upaya panjang yang melibatkan berbagai aspek, mulai dari revisi teologi hingga reformasi sosial dan hukum. Pemikiran Riffat Hasan sebagai seorang teolog feminis Muslim menjadi salah satu tonggak penting dalam perjalanan ini.

Dengan membongkar mitos-mitos patriarkal yang selama ini mendominasi interpretasi agama, ia membuka jalan bagi dialog yang lebih inklusif dan transformasi sosial yang berkeadilan.

Teologi feminis bukan hanya sekadar kritik terhadap ketidakadilan. Tetapi juga tawaran solusi untuk menciptakan dunia yang lebih setara. Dalam konteks global, pendekatan ini dapat menjadi jembatan antara agama dan HAM. Dua elemen yang sering kali diposisikan secara diametral. Dengan demikian, perjuangan untuk kesetaraan gender tidak hanya menjadi isu perempuan, tetapi juga bagian integral dari perjuangan untuk keadilan universal. []

Tags: GenderHak Asasi ManusiakeadilanKesetaraanRiffat HasanTeologi Islam
Muhammad Syihabuddin

Muhammad Syihabuddin

Santri dan Pembelajar Instagram: @syihabzen

Terkait Posts

Isu Disabilitas

Tidak Ada yang Sia-sia Dalam Kebaikan, Termasuk Menyuarakan Isu Disabilitas

12 Juli 2025
Ikrar KUPI

Ikrar KUPI, Sejarah Ulama Perempuan dan Kesadaran Kolektif Gerakan

11 Juli 2025
Kopi yang Terlambat

Jalanan Jogja, Kopi yang Terlambat, dan Kisah Perempuan yang Tersisih

10 Juli 2025
Perempuan Lebih Religius

Mengapa Perempuan Lebih Religius Daripada Laki-laki?

9 Juli 2025
Nikah Massal

Menimbang Kebijakan Nikah Massal

8 Juli 2025
Sejarah Ulama Perempuan

Mencari Nyai dalam Pusaran Sejarah: Catatan dari Halaqah Nasional “Menulis Ulang Sejarah Ulama Perempuan Indonesia”

7 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Negara Inklusi

    Negara Inklusi Bukan Cuma Wacana: Kementerian Agama Buktikan Lewat Tindakan Nyata

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Peran Perempuan dan Perjuangannya dalam Film Sultan Agung

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Islam dan Persoalan Gender

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tauhid: Kunci Membongkar Ketimpangan Gender dalam Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Laki-laki dan Perempuan adalah Manusia yang Setara

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Perempuan dan Pembangunan; Keadilan yang Terlupakan
  • Perbedaan Biologis Tak Boleh Jadi Dalih Mendiskriminasi Hak Perempuan
  • Tidak Ada yang Sia-sia Dalam Kebaikan, Termasuk Menyuarakan Isu Disabilitas
  • Laki-laki dan Perempuan adalah Manusia yang Setara
  • Kegagalan dalam Perspektif Islam: Antara Harapan Orang Tua dan Takdir Allah

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID