• Login
  • Register
Sabtu, 3 Juni 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Mengenali Batas Kemampuan Diri Sebagai Manusia

Setiap kemampuan manusia memiliki keterbatasan. Itu mengapa, kemampuan seseorang hanya akan berjalan efisien apabila ia menyadari kapasitasnya.

Rizki Eka Kurniawan Rizki Eka Kurniawan
26/05/2021
in Personal
0
Kemampuan

Kemampuan

1.3k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Setiap kemampuan manusia memilki keterbatasan. Itu mengapa, kemampuan seseorang hanya akan berjalan efisien apabila ia menyadari kapasitasnya. Syekh Abdul Qodir Al-Jailani pada salah satu khotbahnya yang tertulis dalam Fathur Rabbani menjelaskan akan pentingnya bagi seseorang untuk mengenali batas-batas kemampuannya. Beliau menjelaskan hal tersebut dengan analogi yang sederhana, katanya: “Jangan dekati ular dan macan, sebab mereka bisa membinasakanmu. Jika engkau seorang pawang, bolelah kau dekati ular itu, dan jika kau sudah memiliki kekuatan, maka dekatilah macan itu.”

Sebagaimana Syekh Abdul Qodir Al-Jailani katakan bahwa mengenali batas kemampuan diri kita sendiri merupakan salah satu faktor terpenting untuk bisa menuju keberhasilan. Ini sebab orang-orang yang tak mengenali batasnya tak akan bisa mengenali diri sendiri. Dengan itu, ia tak akan tahu kebutuhan-kubutuhannya yang harus terpenuhi. Ia akan menunjukan sifat gegabah, terburu-buru dan tidak fokus dalam melakukan sesuatu.

Ketidakmampuan seorang untuk mengenal batas juga bisa membahayakan diri sendiri. Orang biasa yang tidak memiliki kemampuan untuk menjinakkan binatang buas apabila mendekati ular dan macan beresiko untuk diserang, bahkan bisa mengakibatkan kematian.

Sesuatu Syekh Abdul Qodir Al-Jailani maksudkan dalam analoginya adalah bahwa seseorang harus bisa menilai diri sendiri terlebih dahulu sebelum melakukan sesuatu. Ia harus pandai mengukur sejauh mana batas kemampuannya dalam menangani sesuatu. Setidaknya, dengan mengenal batasanmu sendiri, ketika dalam suatu kondisi ada sebuah permasalahan dan kamu tidak bisa menanganinya. Kamu tidak akan memperpanjang masalah.

Daftar Isi

    • Rumangsa; Merasa Bisa Padahal Tak Mampu
  • Baca Juga:
  • Keadilan Bagi Perempuan Harus Didasarkan Pada Hak Asasi Manusia
  • Eksploitasi Hewan, Bukti Minimnya Empati Manusia
  • Memaknai Keadilan Bagi Perempuan
  • Hentikan Rasisme dan Sikap Diskriminatif
    • Akal Budi dan Daya Kreatif Manusia

Rumangsa; Merasa Bisa Padahal Tak Mampu

Kadang ada beberapa orang yang merasa bisa melakukan sesuatu, padahal hal itu di luar dari kemampuannya. Yang terjadi adalah, orang tersebut bukannya menangani masalah, tapi malah memperparah permasalahan. Kalau kata orang Jawa: “Bisa rumangsa, aja rumangsa bisa”.

Baca Juga:

Keadilan Bagi Perempuan Harus Didasarkan Pada Hak Asasi Manusia

Eksploitasi Hewan, Bukti Minimnya Empati Manusia

Memaknai Keadilan Bagi Perempuan

Hentikan Rasisme dan Sikap Diskriminatif

Kata rumangsa artinya merasakan, jadi bisa rumangsa dalam artian lengkapnya adalah kita bisa merasakan, menilai dan mengukur kemampuan diri sendiri. Kalau kamu benar-benar merasa bisa dalam menangani sesuatu, maka lakukanlah hal itu dengan penuh keyakinan. Namun, apabila kamu merasa tidak mampu menanganinya, maka “aja rumangsa bisa” (jangan merasa bisa) agar tidak membuat masalah baru.

Falsafah Jawa ini mengajarkan kita untuk selalu berendah hati dan mawas diri, serta menyadarkan kita agar tidak sombong dan merasa bisa menyelesaikan segala hal.

Rasulullah SAW bersabda: “Jika amanat telah disia-siakan, tunggu saja kehancuran terjadi.” Seorang sahabat bertanya; ‘bagaimana maksud amanat disia-siakan?’ Nabi menjawab; “Jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah kehancuran itu.” (Hadits Bukhari Nomor 6015)

Menurut Sabrang M.D.P fonder Symbolic.id menyatakan hampir tidak mungkin ada satu orang yang tahu semua hal. Setiap orang mempunyai interest satu atau dua untuk menjadi ahli di suatu bidang tapi “bodoh di bidang lain.”

Meskipun kalau kita tinjau mengenai kemampuan manusia secara psikologi, dalam pandangan Erich Fromm yang menyatakan bahwa manusia memiliki kebutuhan eksistensial yang salah satunya adalah kebutuhan transendesi (need for trancendece)—kebutuhan untuk mengatasi peranan pasif sebagai ciptaan yang membuat manusia selalu ingin melampoi dirinya.

Akal Budi dan Daya Kreatif Manusia

Manusia akan berupaya mengunakan akal budi dan daya kreatifnya untuk melampaui kodrat kebinatangannya. Dengan itu, ia akan terus memiliki inovasi dan menciptakan teknologi baru dalam hidup. Ia akan terus berkembang dari kesadaran hewan yang hanya mengandalkan insting alamiah menuju kesadaran manusia yang memiliki akal budi, imajinasi dan emosional. Ia menjadi mahluk yang berbeda dari lainnya.

Namun, untuk bisa terus melampaui (menguprade) diri menjadi lebih baik kita harus mulai menyadari bahwa kemampuan yang setiap orang miliki itu ada batasan. Karena tanpa kesadaran semacam itu, kemampuan yang setiap orang miliki tak akan bisa bekerja secara optimal, bahkan ilmu yang seseorang miliki yang seharusnya bisa bermanfaat untuk membangun kebermanfaatan berpotensi mendistorsi diri sendiri.

Untuk itu pengembangan diri tidak bisa secara terpaksa. Kita harus tahu batas kapan diri kita harus berhenti sejenak untuk rehat, memahami dan beradaptasi dengan sesuatu yang baru kita tuju. Kita harus tahu kapan kita kembali mengembangkan diri, mengoptimalkan potensi dan berkreasi.

Hal ini penting agar tidak meningkatkan resiko mengalami gejala neurotis dalam diri kita. Manusia tidak bisa menerima sesuatu dalam skala besar secara langsung, meskipun sesuatu itu memberikannya perasaan bahagia, namun jika sesuatu itu diterima melebihi kapasitasnya (berlebihan). Ia bisa kehilangan kesadaran. Ledakan dopamin dalam otaknya bisa membuatnya mabuk dan mengalami gejala-gejala neurotis. Hal ini diperkuat dengan sifat pikiran manusia yang kontradiksi.

Pikiran manusia selain dari pada mampu mengembangkan diri dan memberikan kebebasan untuk berkreasi dan berkehendak juga dapat mendistorsi, melemahkan dan menyakiti diri sendiri. Pikiran kita apabila terlalu sering terpakai (hyperaktif) pasti akan mengalami titik jenuh. Jika pada saat pikiran kita telah memasuki titik jenuh namun masih kita paksakan untuk tetap berpikir. Maka yang terjadi adalah, pikiran kita mulai kabur tidak jelas. Kita akan merasakan stres dan kecemasan berlebih.

Untuk itu, ada baiknya setiap upaya yang kita tunjukkan untuk pengembangan diri, kita lakukan secara bertahap, tanpa harus memaksakan diri untuk cepat berubah menjadi lebih baik. Tujuannya agar kondisi mental dan fisik kita tetap stabil, tanpa kestabilan kesuksesan suatu perkembangan hanya wacana. Lebih baik perlahan tapi pasti daripada cepat namun tidak selamat. []

Tags: Erich FrommKajian PsikologikemanusiaanKesehatan MentalmanusiapsikisPsikologi Remaja
Rizki Eka Kurniawan

Rizki Eka Kurniawan

Lahir di Tegal. Seorang Pembelajar Psikoanalisis dan Filsafat Islam

Terkait Posts

Korban Kekerasan Seksual

Laki-laki Bisa Menjadi Korban Kekerasan Seksual

1 Juni 2023
Nilai Perempuan

Bergantung pada Status, Nilai Perempuan Lebih dari Itu Part II

31 Mei 2023
Bidadari Surga

Bolehkah Kita Semua Memimpikan Bidadari Surga?

30 Mei 2023
Women's March Jakarta

Women’s March Jakarta 2023: Sudahi Bungkam, Lawan!

30 Mei 2023
Nilai Perempuan

Bergantung pada Status, Nilai Perempuan Lebih dari Itu Part I

27 Mei 2023
Fenomena Fast Beauty

Perempuan dan Masalah Lingkungan dari Fenomena Fast Beauty

26 Mei 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Maria Ulfah Santoso

    Maria Ulfah Santoso, Perempuan Yang Ikut Berkontribusi Lahirnya Pancasila

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Childfree sebagai Pilihan Hidup

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Dewi Suhita, Ratu Majapahit : Sosok di Balik Tegarnya Karakter Alina Suhita

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film Unearthing Muarajambi Temples: Menyingkap Kemegahan Nusantara

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mendengarkan Suara Perempuan Korban

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Prinsip Kesetaraan Dalam Islam
  • Peran Putri Owutango dalam Perkembangan Islam di Gorontalo
  • Keadilan Bagi Perempuan Harus Didasarkan Pada Hak Asasi Manusia
  • Menilik Relasi Gender dalam Agama Budha
  • Mendengarkan Suara Perempuan Korban

Komentar Terbaru

  • Ainulmuafa422 pada Simple Notes: Tak Se-sederhana Kata-kata
  • Muhammad Nasruddin pada Pesan-Tren Damai: Ajarkan Anak Muda Mencintai Keberagaman
  • Profil Gender: Angka tak Bisa Dibiarkan Begitu Saja pada Pesan untuk Ibu dari Chimamanda
  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist