• Login
  • Register
Senin, 12 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hikmah

Mu’asyarah Bil Al-Ma’ruf Dalam Relasi Seksual

Selanjutnya, relasi seksual antara suami istri harus dilakukan secara wajar. Artinya suami menyetubuhinya melalui jalan depan (kemaluan) istri, dan bukan pada jalan belakang (anus atau lubang pantat).

Redaksi Redaksi
11/07/2024
in Hikmah, Pernak-pernik
0
Relasi Seksual

Relasi Seksual

488
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Dalam bidang relasi seksual dan kemanusiaan, mu’asyarah bi al-ma’ruf yang dijalankan oleh suami dan istri, adalah di antara keduanya harus saling memberi dan menerima, saling mengasihi dan menyayangi, tidak saling menyakiti, tidak saling memperlihatkan kebencian dan masing-masing tidak saling mengabaikan hak atau kewajibannya.

Terhadap masalah hubungan seks, pandangan madzhab-madzhab fikih Islam berheda-beda. Madzhab Maliki misalnya, berpendapat bahwa suami wajib menggauli istrinya, selama tidak ada halangan atau uzur.

Hal ini berarti bahwa ketika seorang istri menghendaki hubungan seks, maka suami wajih memenuhinya. Ini berbeda dengan pandangan madzhab Syafi’i. Madzhab ini mengatakan bahwa kewajiban suami menyetubuhi istrinya pada dasarnya hanyalah sekali saja untuk selama mereka masih menjadi suami istri.

Kewajiban ini hanyalah untuk menjaga moral istrinya. Pandangan ini di latar belakangi oleh prinsip bahwa melakukan hubungan seks adalah hak seorang suami. Istri menurut pendapat ini disamakan dengan rumah atau tempat tinggal yang disewa.

Alasan lain adalah bahwa orang hanya bisa melakukan hubungan seks apabila ada dorongan syahwat (nafsu). Dan ini tidak bisa ia paksakan. Akan tetapi sebaiknya, masih menurut pendapat ini, suami tidak membiarkan keinginan seks istrinya itu, agar hubungan mereka tidak berantakan.

Baca Juga:

Tidak Ada Cinta bagi Arivia

Jangan Nekat! Pentingnya Memilih Pasangan Hidup yang Tepat bagi Perempuan

Separuh Mahar untuk Istri? Ini Bukan Soal Diskon, Tapi Fikih

Semua Adalah Buruh dan Hamba: Refleksi Hari Buruh dalam Perspektif Mubadalah

Madzhab Hanbali menyatakan bahwa suami wajib menggauli istrinya paling tidak sekali dalam empat bulan, apabila tidak ada uzur. Jika batas maksimal ini suami langgar, maka antara keduanya harus bercerai. Madzhab ini mendasarkan pandangannya pada ketentuan hukum Ila’ (sumpah untuk tidak menggauli istri.

Relasi Seksual Suami Istri

Selanjutnya, relasi seksual antara suami istri harus dilakukan secara wajar. Artinya suami menyetubuhinya melalui jalan depan (kemaluan) istri, dan bukan pada jalan belakang (anus atau lubang pantat).

Hadits Nabi Saw menyatakan:

“Adalah terlaknat, laki-laki yang mendatangi (menyetubuhi) istrinya pada dubur (anus)”. (HR. Abu Daud)

“Janganlah kamu mendatangi istri-istrimu pada dubur (anus), Sesungguhnya Allah tidak merasa malu untuk menyatakan kebenaran”. (HR. al-Turmudzi)

Para ulama fikih sepakat mengenai hal ini. Menurut mereka apabila permainan seks ini dilakukan dan mereka mengerti mengenai larangan ini, maka mereka harus dihukum. Ini adalah permainan maksiat. Bahkan Ahmad bin Hanbal mengatakan:

“Jika kedua orang itu bersepakat melakukannya, maka mereka harus bercerai. Jika laki-laki memaksa istrinya melakukan seks anus padahal sudah istrinya cegah, maka keduanya harus cerai.” []

Tags: Mu'asyarah Bi Al-Ma'rufRelasiseksual
Redaksi

Redaksi

Terkait Posts

Islam

Islam Hadir untuk Gagasan Kemanusiaan

11 Mei 2025
Menyusui

Menyusui adalah Pekerjaan Mulia

10 Mei 2025
Bekerja adalah

Bekerja adalah Ibadah

10 Mei 2025
Mengapa Bekerja

Perempuan Bekerja, Mengapa Tidak?

10 Mei 2025
perempuan di ruang domestik

Perempuan di Ruang Domestik: Warisan Budaya dan Tafsir Agama

9 Mei 2025
PRT

Mengapa PRT Identik dengan Perempuan?

9 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Pekerja Rumah Tangga

    Ibu, Aku, dan Putriku: Generasi Pekerja Rumah Tangga

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Apakah Barak Militer Bisa Menjadi Ruang Aman bagi Siswi Perempuan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tidak Ada Cinta bagi Arivia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Vasektomi untuk Bansos: Syariat, HAM, Gender hingga Relasi Kuasa

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengirim Anak ke Barak Militer, Efektifkah?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Waisak: Merayakan Noble Silence untuk Perenungan Dharma bagi Umat Buddha
  • Islam Hadir untuk Gagasan Kemanusiaan
  • Apakah Barak Militer Bisa Menjadi Ruang Aman bagi Siswi Perempuan?
  • Ibu, Aku, dan Putriku: Generasi Pekerja Rumah Tangga
  • Tidak Ada Cinta bagi Arivia

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version