• Login
  • Register
Rabu, 2 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Buku

Pelajaran dari “Berdiri di Kota Mati”

Bukan hal mudah memegang peran ganda dalam tatanan sosial. Menjadi ibu rumah tangga sekaligus menyelesaikan jenjang pendidikan tinggi. Dua hal ini bisa berjalan bergandengan tanpa saling menyikut apalagi mengalahkan, tidak bertentangan malah bisa saling mendukung.

Nur Kholilah Mannan Nur Kholilah Mannan
17/10/2020
in Buku, Sastra
0
372
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Kisah perjalanan ini membuat saya yakin pada makna bait syair Imam Syāfi’ī dalam Dīwannya (kitab yang berisi biografi orang nomor satu dalam madzhab Syafi’iyah);

سافر تجد عوضا عمن تفارقه # وانصب فإن لذيذ العيش فى النصب

“Bepergianlah (dari tanah lahir)mu, pasti kau temukan pengganti dari apa yang kau tinggalkan. Dan Berusahalah sekuat tenaga (untuk mencapai cita) karena kenikmatan hidup ada dalam perjuangan.”

Bahwa perjalanan Maria dan keluarga kecilnya merupakan usaha menikmati proses pemenuhan dahaga intelektual. Mereka hidup di negeri Seribu Menara dan negeri-negeri lainnya tanpa sanak saudara nasab, namun dipertemukan dengan keluarga yang menganggap mereka sebagaimana saudara nasab. Menurutku itu bukan bentuk kepasrahan namun lebih pada keteguhan tekad dan itikad bahwa mereka tak akan sendiri di sana. Selebihnya adalah usaha menikmati perjalanan di setiap jengkalnya.

Manusia-manusia yang mereka temui berasal dari adat, budaya, ras, bahasa, kulit dan bahkan agama yang beragam. Aisyah mahasiswi dari Sinegal yang khas dengan aroma Bokhournya, Amani mahasiswi asal Thailand yang dicalonkan untuk menyandang Double Degree (dua gelar) Sarjana Agama dan Pertanian, orang-orang yang memilih tinggal di Kota Mati, El-Qarafa, Aysel dan Shadiq, sepasang suami istri dari kota Karlsruhe (yang saya tak tahu bagaimana ejaannya) Berlin, Pengamen perempuan Gipsi yang dengan segala cara mendapatkan uang dan seribu wajah dunia yang memberikan jutaan pelajaran pada hidup Maria.

Baca Juga:

Perceraian dalam Fikih: Sah untuk Laki-Laki, Berat untuk Perempuan

Fikih yang Kerap Merugikan Perempuan

Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

Kekerasan dalam Pacaran Makin Marak: Sudah Saatnya Perempuan Selektif Memilih Pasangan!

Setelah membaca buku ini saya suka menyebut Maria adalah Woman Traveller (Perempuan Pelancong). Tentunya dengan segala perspektif yang ia pakai dalam melihat segala sudut destinasi yang ia singgahi.

Hamdalah saya merasa telah menyelesaikan perjalanan istimewa, dimulai dari Mesir, menyusuri tapak sejarah Islam, Kristen dan Yahudi di Istanbul, Venesia dan Cordoba. Semua itu aku ewati dalam 42 jam. Ya, karena penulis buku “Berdiri di Kota Mati”, Maria Fauzi, telah menjelaskan cukup detil tentang empat kota itu, membuat dahaga hasrat travellingku lumayan terobati.

Mbak Maria Fauzi yang memulai perjalanannya dari Mesir telah menyeret imajinasi saya ikut serta dalam perjalanannya, emosi saya juga ikut tersulut saat membaca kalimat-kalimatnya yang mengkritik dekadensi moral yang justru tumbuh subur di kota para Nabi.

Sebaliknya, membuat senyum saya sumringah saat membaca deskripsi dialog antar budaya yang bukan hanya beragam bahkan bertolak belakang namun tidak menjadi alasan perselisihan, alih-alih pertengkaran apalagi permusuhan.

Banyak hal berharga yang dapat saya ambil dari buku ini, jika Kalis menyebut tulisan Maria Fauzi ini informatif dan sarat dengan perspektif  yang tidak dimiliki oleh sembarang orang, mas Iqbal menyebutnya buku penjelajahan yang merepresentasikan kejelian mata Maria Fauzi dalam menilik setiap sudut tempat yang ia singgahi hingga berakhir pada sudut-sudut tersunyi Maria sendiri, maka saya lebih tertarik pada testimoni mas Aguk Irawan dan Afifah Ahmad yang sedikit menyinggung perempuan.

Ada dua alasan yang membuat buku ini langka dan penting dibaca; Pertama, ditulis oleh perempuan muda yang kaya refleksi dan referensi. Kedua, tulisan memuat kisa-kisah perempuan yang memberi perspektif  berbeda dan penuh nas.

Dan jangan lupa, perjalanan ini memberikan pelajaran penting bagi masyarakat kita bahwa setiap hal memiliki dua wajah, baik dan buruk, sebagaimana Mesir memiliki iklim keilmuan yang sangat tinggi, lahirnya tokoh-tokoh besar dari rahim kairo dan berkumpulnya jasad manusia mulia, ia juga memiliki lingkungan dan masyarakat yang bisa dikatakan bobrok, traffic Light yang tidak berfungsi dengan baik, bertebarannya penjahat kelamin, kebiasaan mencaci maki dan sebagainya.

Masyarakat kita juga seperti itu (sepetinya saya tak perlu mendeskripsikan masyarakat kita), yang perlu kita lakukan adalah optimis dengan selalu (minimal) memperbaiki diri, syukur jika mampu meperbaiki orang lain. manusia langgeng karena rahmat bukan laknat.

Lebih dari itu, buku ini menurut saya adalah reprsentasi dari pasangan resiprokal. Maria Fauzi dan suaminya sama-sama menjadi subjek dari sebuah perjalanan intelektual, bukan hanya itu namun juga ideologis. Keduanya saling membantu menyempurnakan hidup masing-masing. Bahwa setiap manusia berhak menjadi subjek dari kesuksesan hidupnya.

Maria, suami dan bayi kecilnya tidak akan melewati pengalaman-pengalaman luar biasanya di beberapa kota jika tidak ada kesalingan yang kuat, sikap saling mendukung dari semua pihak dan kepercayaan yang utuh untuk menunjang setiap langkah yang dijalani.

Bukan hal mudah memegang peran ganda dalam tatanan sosial. Menjadi ibu rumah tangga sekaligus menyelesaikan jenjang pendidikan tinggi. Dua hal ini bisa berjalan bergandengan tanpa saling menyikut apalagi mengalahkan, tidak bertentangan malah bisa saling mendukung. Jadi, saya merekomendasikan bagi perempuan harus membaca buku ini! []

Tags: bukuperempuanPerjalananSastraTravelling
Nur Kholilah Mannan

Nur Kholilah Mannan

Terkait Posts

Kapan Menikah

Jangan Tanya Lagi, Kapan Aku Menikah?

29 Juni 2025
Fiqh Al-Usrah

Fiqh Al-Usrah Menjembatani Teks Keislaman Klasik dan Realitas Kehidupan

28 Juni 2025
Novel Cantik itu Luka

Novel Cantik itu Luka; Luka yang Diwariskan dan Doa yang Tak Sempat Dibisikkan

27 Juni 2025
Fiqhul Usrah

Fiqhul Usrah: Menanamkan Akhlak Mulia untuk Membangun Keluarga Samawa

25 Juni 2025
Hakikat Berkeluarga

Membedah Hakikat Berkeluarga Ala Kyai Mahsun

23 Juni 2025
Fiqh Al Usrah

Fiqh Al Usrah: Menemukan Sepotong Puzzle yang Hilang dalam Kajian Fiqh Kontemporer

21 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Anak Difabel

    Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Meninjau Ulang Amar Ma’ruf, Nahi Munkar: Agar Tidak Jadi Alat Kekerasan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mewujudkan Fikih yang Memanusiakan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Gaji Pejabat vs Kesejahteraan Kaum Alit, Mana yang Lebih Penting?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Demianus si ‘Manusia Pembalut’ dan Perlawanan terhadap Tabu Menstruasi
  • Vasektomi, Gender, dan Otonomi Tubuh: Siapa yang Bertanggung Jawab atas Kelahiran?
  • Perceraian dalam Fikih: Sah untuk Laki-Laki, Berat untuk Perempuan
  • Gaji Pejabat vs Kesejahteraan Kaum Alit, Mana yang Lebih Penting?
  • Fikih yang Kerap Merugikan Perempuan

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID