• Login
  • Register
Kamis, 3 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

Pernahkah Nabi Sedikit Saja Menormalisasi KDRT?

Tak pernah ada keterangan bahwa baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memberi perlakuan tak baik kepada istri, anak, dan cucu-cucunya. Malah sebaliknya, sang insan kamil justru menjadi teladan terbaik bagi sekalian umatnya; baik secara fi’li (sikap) maupun qauli (titah)

Ahmad Dirgahayu Hidayat Ahmad Dirgahayu Hidayat
07/02/2022
in Keluarga
0
Perempuan yang Menolak Lamaran Nabi

menormalisasi KDRT

114
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Bismillahirrahmanirrahim, secara pribadi merasa terpanggil untuk turut mengkaji normalisasi KDRT yang viral baru-baru ini. Mendengar isi ceramah ustadzah Oki, ada beberapa catatan analisis saya secara objektif yang akan saya tuangkan dalam tulisan khusus nanti, insya Allah. Namun, kali ini saya hanya akan mengkaji bagaimana agama menilai KDRT, bagaimana Nabi meneladankan relasi surgawi dalam rumah tangganya. (Baca: Sisi Lain Rumah Tangga Nabi dalam Lagu Aisyah)

Terkait isu rumah tangga, kacamata agama tentu tak lepas dari tuntunan al-Qur’an surah an-Nisa’ ayat 19. Dalam penggalan surah tersebut dikatakan, Wa’asyiruhunna bil ma’ruf wa in karihtumuhunna fa’asa an takrohu syai’an wa yaj’alallahu fihi khairan katsira, “Dan, perlakukanlah mereka dengan baik dan pantas. Jika pun kalian punya benci, maka (sabarlah!), mungkin saja kau membenci sesuatu yang Allah titipkan penuh kebaikan di dalamnya”. Dan, beberapa ayat lain yang semuara.

Beberapa hari lalu, kami di Komunitas Lingkar Ngaji Lesehan mengadakan seminar dengan tajuk ‘Upaya Melahirkan Laki-laki Baru dan Perempuan Tangguh di Tengah Budaya Jahiliah Modern’. Seminar yang cukup ramai itu menyadarkan kami bahwa perjuangan membela martabat perempuan masih sangat jauh.

Bayangkan, seorang pendakwah sekaliber ustadzah Oki-yang hidup di tengah kota, dengan peradaban intelektual dan informasi yang maju-masih belum benar-benar tertanam cara pandang yang ramah perempuan, masih meresahkan banyak kaum perempuan.

Apalagi sikap dan petuah orang-orang kampung, yang jauh jarak dengan peradaban. Saya tidak menggeneralisasi. Ini hanya perbandingan dari sudut kemajuan intelektual dan peradaban kota dan kampung. Dan, kami merasa belum sukses dalam seminar itu. Sayang sekali, saya sebagai pembicara belum setenar ustadzah Oki.

Baca Juga:

Belajar dari Kehidupan Rumah Tangga Nabi: Menyelesaikan Konflik Tanpa Kekerasan

Di hadapan Ribuan Jamaah Salat Tarawih di Masjid Istiqlal, Nyai Badriyah Jelaskan Peran Perempuan dalam Sejarah Islam

Fatimah Binti al Aqra’: Kaligrafer Ulung, Sekretaris Istana, dan Perawi Hadis

Membincangkan Sejarah Muslim Tionghoa dalam Penyebaran Islam di Nusantara

Membincang soal bagaimana agama dan baginda Nabi khususnya, dalam meneladankan relasi surgawi, tentu kita akan kembali mengangkat tema ‘laki-laki baru’. Istilah yang diperkenalkan oleh para ulama perempuan-kali pertama saya dengar dari guru kami di Ma’had Aly, kiai Imam Nakhe’i-yang akan terus hit dan relevan sampai kapan pun.

Secara singkat, ‘laki-laki baru’ adalah mereka yang dalam hidupnya berupaya mewujudkan relasi surgawi di rumah tangganya. Relasi yang tidak menguasai, mengalahkan, dan merendahkan pasangannya (istri). Laki-laki baru adalah istilah bagi mereka yang berakhlak mulia, yang berkomitmen untuk saling melindungi dan menghormati, berbudi pekerti luhur laiknya baginda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam di tengah masyarakat jahiliah dahulu.

Teladan Relasi Surgawi dalam Rumah Tangga Nabi

Sudah maklum bagi kita semua, bahwa rumah tangga Nabi adalah bangunan surga dunia, penuh cinta dan kasih-sayang. Di dalamnya terdapat romantika asmara yang tersulam rapi nan indah, sehingga mampu menciptakan kesejukan serta kenyamanan bagi siapa saja yang mendengar, membaca, apalagi menyaksikan langsung. Inilah yang seharusnya kita teladani. Di antara teladan relasi surgawi Nabi, yaitu;

Pertama, selalu memberi perlakuan terbaik kepada keluarganya.

Tak pernah ada keterangan bahwa baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memberi perlakuan tak baik kepada istri, anak, dan cucu-cucunya. Malah sebaliknya, sang insan kamil justru menjadi teladan terbaik bagi sekalian umatnya; baik secara fi’li (sikap) maupun qauli (titah). Beliau adalah ‘laki-laki baru’ di tengah masyarakat jahiliah Arab.

Dalam sebuah Hadist riwayat imam at-Tirmidzi, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

خيركم خيركم لأهله وأنا خيركم لأهلي

Artinya, “Manusia terbaik adalah mereka yang memberi perlakuan terbaik kepada keluarganya, dan saya adalah orang dengan perlakuan terbaik bagi keluarga saya (teladani itu!).”

Kedua, penuh cinta dan kasih sayang.

Allah subhanahu wa ta’ala telah memfasilitasi baginda Nabi dengan  sikap, jiwa dan akhlak al-Qur’an. Bahkan jauh sebelum al-Qur’an diturunkan. Itulah makna ayat 3-5 surah an-Najm, Wa ma yanthiqu ‘anil hawa, in hua illa wahyuy yuha, ‘allamahu syadidul quwa, “Ucapan dan sikap Nabi tak didorong nafsu dan egoismenya, semua itu merupakan tuntunan al-Qur’an, melalui bimbingan malaikat Jibril ‘alaihissalam”. Sementara, dalam surah ar-Rum (21) disebutkan:

ومن آياته أن خلقلكم من أنفسكم أزواجا لتسكنوا إليهاوجعل بينكم مودة ورحمة إن في ذلك لآيات لقوم يتفكرون

Artinya, “Dan, termasuk tanda kebesaran-Nya yaitu ketika menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar dapat menyemai ketangan di sana. Allah juga menciptakan cinta dan kasih sayang di antara kalian. Sungguh, pada hal itu terdapat tanda kebesaran Allah bagi yang berpikir”.

Ayat ini tak pernah luput dibaca di setiap acara akad nikah. Maknanya, tentu menasehati kita bahwa seluruh bahan bangunan rumah tangga adalah cinta dan kasih sayang. bukan egoisme, KDRT dan caci-maki.

Ketiga, berakhlak semulia mungkin.

Dalam sebuah Hadist riwayat at-Tirmidzi dikatakan:

أكمل المؤمنين إيمانا أحسنكم خلقا وخياركم خياركم لنسائهم خلقا

Artinya, “Mukmin dengan iman paripurna adalah mereka dengan akhlak terindah kepada istri-istrinya.”

Mengapa harus dengan istilah semulia mungkin? Karena berbudi pekerti baik itu perlu diupayakan. Selain Nabi yang maksum, tak ada pekerti baik yang tak diupayakan.

Keempat, tidak egois dalam memenuhi kebutuhan sendiri.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mencontohkan teladan terbaik kepada umatnya dalam hal pemenuhan nafkah keluarga. Imam Abu Daud meriwayatkan sebuah Hadist, Rasulullah bersabda:

عَنْ سَعِيدِ بْنِ حَكِيمِ بْنِ مُعَاوِيَةَ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ جَدِّهِ مُعَاوِيَةَ الْقُشَيْرِيِّ، قَالَ: أَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: فَقُلْتُ: مَا تَقُولُ فِي نِسَائِنَا قَالَ: أَطْعِمُوهُنَّ مِمَّا تَأْكُلُونَ، وَاكْسُوهُنَّ مِمَّا تَكْتَسُونَ، وَلَا تَضْرِبُوهُنَّ، وَلَا تُقَبِّحُوهُنَّ

Artinya, “Dari Sa’ad bin Hakim bin Mu’awiyah, dari ayahnya, yang diterima dari kakeknya yang bernama Mu’awiyah al-Qusyairi. Ia menceritakan dirinya yang pernah menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bertanya, ‘Bagaimana menurutmu cara terbaik memperlakukan istri-istri kami?’, Nabi menjawab, ‘Beri mereka makan dari apa yang kamu makan, beri mereka pakaian seperti yang kamu pakai, dan jangan sekali pun memukul dan mencaci maki mereka’.”

Tak Pernah Kasar dan Merendahkan

Selanjutnya adalah meneladani sikap Nabi yang tak pernah kasar, merendahkan para ummul mukminin, anak dan cucunya, apalagi sampai main pukul. Kalau Gus Ulil Abshar Abdalla di akun Twitternya merespon dengan mengatakan bahwa Nabi tak pernah memukul istrinya, saya sendiri ingin menambah redaksi itu.

Jadi, bukan hanya tidak pernah, justru malah melarang menormalisasi KDRT. Pada dua redaksi terakhir Hadist riwayat Abu Daud di atas dikatakan, Wa la tadhribuhunna wa la tuqabbihuhunna, “Jangan sekali pun memukul dan mencaci maki mereka”.

Jadi, urusan menormalisasi KDRT sekali pun tak pernah dilakukan Nabi, yang ada malah melarang keras. Dan, terkait surah an-Nisa’ ayat 34 harus dipahami dengan benar secara lebih mendalam. Saya punya dugaan, orang yang membela ustadzah Oki dengan tuduhan normalisasi KDRT dengan ayat ini, barangkali hanya membaca al-Qur’an terjemah yang dikeluarkan Kementerian Agama. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bisshawab. []

 

Tags: Keluarga NabiLaki-Laki BarunabiPeradaban IslamSejarah Islam
Ahmad Dirgahayu Hidayat

Ahmad Dirgahayu Hidayat

Ahmad Dirgahayu Hidayat, alumnus Ma’had Aly Situbondo, dan pendiri Komunitas Lingkar Ngaji Lesehan (Letih-Semangat Demi Hak Perempuan) di Lombok, NTB.

Terkait Posts

Marital Rape

Ketika Istilah Marital Rape Masih Dianggap Tabu

2 Juli 2025
Anak Difabel

Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak

1 Juli 2025
Peran Ibu

Peran Ibu dalam Kehidupan: Menilik Psikologi Sastra Di Balik Kontroversi Penyair Abu Nuwas

1 Juli 2025
Geng Motor

Begal dan Geng Motor yang Kian Meresahkan

29 Juni 2025
Keluarga Maslahah

Kiat-kiat Mewujudkan Keluarga Maslahah Menurut DR. Jamal Ma’mur Asmani

28 Juni 2025
Sakinah

Apa itu Keluarga Sakinah, Mawaddah dan Rahmah?

26 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Boys Don’t Cry

    Boys Don’t Cry: Membongkar Kesalingan, Menyadari Laki-laki Juga Manusia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Demianus si ‘Manusia Pembalut’ dan Perlawanan terhadap Tabu Menstruasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Egoisme dan Benih Kebencian Berbasis Agama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ironi: Aktivis Lingkungan Dicap Wahabi Lingkungan Sementara Kerusakan Lingkungan Merajalela

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Vasektomi, Gender, dan Otonomi Tubuh: Siapa yang Bertanggung Jawab atas Kelahiran?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Hak dan Kewajiban Laki-laki dan Perempuan dalam Fikih: Siapa yang Diuntungkan?
  • Fokus Potensi, Difabel Bukan Objek Konten Kesedihan!
  • Mengapa Perceraian Begitu Mudah untuk Suami?
  • Ketika Istilah Marital Rape Masih Dianggap Tabu
  • Melihat Lebih Dekat Nilai Kesetaraan Gender dalam Ibadah Umat Hindu: Refleksi dari SAK Ke-2

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID