• Login
  • Register
Sabtu, 25 Maret 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Platon: Teman Sejati tidak Harus Sefrekuensi

Teman sejati tidak harus sefrekuensi. Teman sejati adalah mereka yang mau saling berbagi dan saling menguntungkan satu sama lain. Mereka yang saling berbeda tapi tak pernah lupa dan selalu setia terhadap temannya adalah orang yang pantas kita sebut sebagai teman sejati.

Rizki Eka Kurniawan Rizki Eka Kurniawan
16/06/2021
in Personal
0
Platon

Platon

359
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Mungkin kita sering mendengar perkataan dari seseorang: “Pada akhirnya kita akan dipertemukan dengan teman yang sefrekuensi” atau mungkin kita sering mengeluh karena selama hidup belum bisa menemukan teman yang sefrekuensi. Tapi apa yang dimaksud teman sefrekuensi itu? Definisi umum yang sering kita temui adalah teman yang memiliki minat dan ketertarikan yang sama. Tapi, benarkah kesamaan itu adalah sesuatu yang bisa membuat seseorang saling berteman?

Platon, salah satu dari tiga filsuf paling berpengaruh dari Yunani yang dikenal sebagai al-Syekh al-Yunani atau Aflatun oleh para pemikir Islam dalam salah satu dialognya yang berjudul Lysis memberikan pandangan lain mengenai pertemanan.  Salah satu pemikirannya yang menarik dalam dialog tersebut adalah pemikirannya tentang teman sejati. Platon berpendapat bahwa teman sejati tidak selalu ditemukan pada orang-orang yang memiliki kesamaan. Ia bahkan menegaskan bahwa permusuhan terbesar justru ada di antara mereka yang memiliki kesamaan.

Pemikiran ini agaknya banyak diadaptasi untuk sebuah alur cerita dalam serial anime dan manga. Salah satunya adalah serial anime Black Clover yang dibuat berdasarkan serial manga karya Yūki Tabata, singkat cerita Asta dan Yuno adalah dua anak yatim piatu yang hidup bersama di gereja. Mereka berbagi makanan dan minuman yang sama. Mereka tidur berdua dalam satu kamar yang sama setiap harinya. Mereka berdua adalah sahabat sejati yang tak pernah terpisahkan.

Tapi, semenjak keduanya punya minat dan ketertarikan yang sama untuk menjadi Kaisar Sihir. Keduanya mulai saling mencemburui kekuatan satu sama lain. Mereka berdua saling menjaga jarak hingga akhirnya keduanya memutuskan untuk saling menjadi rival dalam merebutkan gelar Kaisar Sihir. Meskipun dalam serial manga dan anime Black Clover, persaingan antara Asta dan Yuno diceritakan dengan lebih sehat.

Keduanya memang saling mencemburui kekuatan satu sama lain dan saling merebutkan gelar Kaisar Sihir, namun keduanya masih tetap berteman meskipun agak menjaga jarak dan menjadi tidak terlalu akrab seperti dulu saat masih tinggal bersama di gereja.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Ngaji Rumi: Patah Hati Dengan Dunia, Puasa Sebagai Obatnya
  • Mati Mencari Nafkah untuk Keluarga, Lebih Baik daripada Mati Berjihad
  • Kemanusiaan Perempuan
  • Tubuh sebagai Kendaraan Jiwa dalam Perspektif Imam al-Ghazali

Baca Juga:

Ngaji Rumi: Patah Hati Dengan Dunia, Puasa Sebagai Obatnya

Mati Mencari Nafkah untuk Keluarga, Lebih Baik daripada Mati Berjihad

Kemanusiaan Perempuan

Tubuh sebagai Kendaraan Jiwa dalam Perspektif Imam al-Ghazali

Dalam serial manga lain yang lebih populer seperti Naruto karya Masashi  Kishimoto, persamaan minat dan ketertarikan antara dua orang yang saling berteman diperlihatkan sebagai sumber dari munculnya perselisihan dan permusuhan. Diceritakan pada masa kecil Naruto dan Sasuke adalah teman sejati, mereka berdua selalu menjalankan misi bersama. Setelah beranjak dewasa keduanya memiliki minat yang sama untuk menjadi Hokage di Desa Konohagakure. Kesamaan minat tersebut akhirnya membuat Naruto dan Sasuke harus saling bertarung di Lembah Kematian untuk menunjukan siapa yang layak menjadi Hokage.

Dalam dua cerita ini kita mendapati gambaran akan pemikiran Platon yang menyatakan bahwa kesamaan minat dan ketertarikan malah bisa menjadi pemicu dari kecemburuan, persaingan dan lebih parahnya bisa menimbulkan kebencian. Sebagaimana yang Platon tulis dalam dialognya melalui tokoh Socrates yang berdiskusi dengan Lysis dan Menexenos, dalam diskusi itu Socrates berujar:

“Aku pernah mendengar seorang mengatakan, bahwa permusuhan terbesar justru ada di antara mereka yang sama dan di antara mereka yang baik; dan lebih hebat lagi orang itu mengutip Heseiodos sebagai saksinya: “tukang gerabah mencemburui tukang gerabah, penyair mencemburui penyair, pengemis mencemburui pengemis”, orang itu menyatakan bahwa hal ini berlaku umum. Justru pada hal-hal yang paling samalah ditemukan banyak kecemburuan, persaingan dan kebencian, sementara saling persahabatan ditemukan pada hal-hal yang saling tidak sama…”

Dalam dialog tersebut Socrates juga memberikan contoh yang membuktikan bahwa hal-hal yang tidak sama kerap kali justru membuat orang saling berteman. Socrates mencontohkan bahwa orang miskin mau tidak mau harus berteman dengan orang kaya agar mendapatkan bantuan darinya, orang lemah harus berteman dengan orang kuat agar dapat menguatkan dirinya, orang bodoh harus berteman orang pintar agar dapat bertambah pengetahuannya.

Bagi Socrates, ketidaksamaan justru malah memberikan ketertarikan yang saling menguntungkan satu sama lain. Mereka yang tidak sama memiliki peluang untuk saling menguntungkan satu sama lain. Karena dengan ketidaksamaan orang-orang bisa saling belajar serta berbagi keunikan dan kelebihannya masing-masing.

Socrates juga memberikan sebuah alegori sederhana mengenai ketidaksamaan yang saling menguntungkan. Ketidaksamaan yang saling menguntungkan dialegorikan oleh Socrates dengan dualisme fenomena seperti kering basah, dingin panas, manis pahit, tajam tumpul, kekosongan kepenuhan.

Meskipun fenomena tersebut saling berlawanan namun mereka saling menguntungkan, sebagaimana basah akan berguna jika bisa membasahi sesuatu yang kering, dingin akan berguna jika bisa mendinginkan yang panas, manis akan berguna jika bisa menghilangkan rasa pahit, tajam akan berguna jika bisa menajamkan sesuatu yang tumpul dan kepenuhan akan berguna jika bisa memenuhi sesuatu yang kosong, begitu pula sebaliknya.

Dengan adanya lawan segala sesuatu akan jadi memiliki kegunaan. Tanpa lawan sesuatu tak akan bisa memainkan peran. Kalau dalam kehidupan manusia contoh mudahnya bisa kita dapatkan dari hubungan antara suami dengan istri. Keduanya memiliki jenis kelamin yang berbeda, perbedaan jenis kelamin ini tentunya akan memberikan pengaruh kepribadian yang saling berlawanan antara laki-laki dengan perempuan, seperti laki-laki lebih cenderung mengutamakan pikiran sedangkan perempuan lebih mengutamakan perasaan.

Meskipun keduanya berbeda dan saling berlawanan, mereka tetap bisa saling membantu untuk memenuhi kebutuhan satu sama lain. Mereka sama-sama bekerja sama untuk memenuhi kebutuhan batin (cinta, kasih sayang, pengakuan dan ketenangan jiwa) dan kebutuhan biologis (seks, makanan dan kepemilikan harta benda) agar bisa mencapai kebahagian bersama.

Kita bisa menyimpulkan bahwa perbedaan dapat membuat kita saling mengenal dan menutupi kekurangan dan hal-hal yang berlawanan dalam diri kita memacu kita untuk bisa saling meluluhkan hati satu sama lain.

Namun pemikiran Platon mengenai pertemanan ini juga tidak menutup kemungkinan bahwa segala sesuatu yang mempunyai kesamaan tidak akan bisa berteman. Mau sama atau berbeda keduanya bisa saling berteman selagi bisa menyikapi kesamaan dan perbedaan dengan benar.

Platon memberikan pemikiran baru kepada kita bahwa teman sejati tidak harus sefrekuensi. Teman sejati adalah mereka yang mau saling berbagi dan saling menguntungkan satu sama lain. Mereka yang saling berbeda tapi tak pernah lupa dan selalu setia terhadap temannya adalah orang yang pantas kita sebut sebagai teman sejati. []

Tags: HikmahKebijaksanaankehidupankemanusiaanPemikiran FilsufpersahabatanPlatonSocratesTeman Sejati
Rizki Eka Kurniawan

Rizki Eka Kurniawan

Lahir di Tegal. Seorang Pembelajar Psikoanalisis dan Filsafat Islam

Terkait Posts

Target Ibadah Ramadan

3 Tips Jika Target Ibadah Ramadan Berhenti di Tengah Jalan

25 Maret 2023
Memilih Childfree

Salahkah Memilih Childfree?

24 Maret 2023
Rukhsah bagi Ibu Hamil dan Menyusui

Rukhsah bagi Ibu Hamil dan Menyusui Saat Ramadan

23 Maret 2023
Menjadi Minoritas

Refleksi: Sulitnya Menjadi Kaum Minoritas

21 Maret 2023
Rethink Sampah

Meneladani Rethink Sampah Para Ibu saat Ramadan Tempo Dulu

20 Maret 2023
Perempuan Bukan Sumber Fitnah

Ingat Bestie, Perempuan Bukan Sumber Fitnah

18 Maret 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Puasa dan Intoleransi

    Puasa dan Intoleransi: Betapa Kita Telah Zalim Pada Sesama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Jangan Pernah Menyalahkan Agama Seseorang yang Berbeda

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nabi Muhammad Saw Berpesan Jika Berdakwah Sampaikan Dengan Tutur Kata Lembut

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kebebasan Dalam Konstitusi NKRI

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pentingnya Zakat bagi Perempuan Korban Kekerasan Seksual

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Kitab Sittin Al-‘Adliyah: Nabi Saw Melarang Umatnya Merendahkan Perempuan
  • 3 Tips Jika Target Ibadah Ramadan Berhenti di Tengah Jalan
  • Kebebasan Dalam Konstitusi NKRI
  • Wahai Ayah dan Ibu, Jadilah Sahabat Bagi Anakmu!
  • Nabi Muhammad Saw Berpesan Jika Berdakwah Sampaikan Dengan Tutur Kata Lembut

Komentar Terbaru

  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Petasan, Kebahagiaan Semu yang Sering Membawa Petaka pada Maqashid Syari’ah Jadi Prinsip Ciptakan Kemaslahatan Manusia
  • Berbagi Pengalaman Ustazah Pondok: Pentingnya Komunikasi pada Belajar dari Peran Kiai dan Pondok Pesantren Yang Adil Gender
  • Kemandirian Perempuan Banten di Makkah pada Abad ke-20 M - kabarwarga.com pada Kemandirian Ekonomi Istri Bukan Melemahkan Peran Suami
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist