• Login
  • Register
Sabtu, 19 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hikmah

Puasa dalam Kondisi Junub: Sikap Siti Aisyah dan Abu Hurairah

Dalam Alquran, Tuhan mengizinkan seseorang untuk makan, minum, dan berhubungan suami-istri di malam hari sampai terbitnya fajar

Moh Soleh Shofier Moh Soleh Shofier
14/03/2024
in Hikmah, Rekomendasi
0
Puasa Junub

Puasa Junub

1.2k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah. id – “Barang siapa yang bangun pagi dalam kondisi junub (sebab mimpi atau melakukan hubungan suami istri, maka (janganlah) berpuasa (karena) tidak sah”. Tutur Abu Hurairah dalam cuplikan hikayatnya.

Maka Abu Bakar bin Abdurrahman, salah satu pendengar ceritanya, bergegas pulang menemui ayahnya, Abdurrahman bin Harits – dengan benak yang berkecamuk terasa janggal informasi yang ia dengar.

Benar saja, Abdurrahman, sang ayah, langsung menampik keterangan yang anaknya sampaikan terkait ketidak-absahan puasa lantaran junub sebagaimana Abu Hurairah sampaikan.

Sekurang-kurangnya, dua alasan yang membuat Abdurrahman mengingkarinya. Pertama, kenapa keterangan itu baru terdengar di masa kekhalifahan Marwan bin Mu’awiyah.

Padahal kasus serupa sudah ada sebelumnya dan tak ada sahabat yang mengoreksinya. Kedua, keterangan tersebut terasa tak singkron dengan pemahaman ayat Alquran.

Baca Juga:

Praktik Kesalingan sebagai Jalan Tengah: Menemukan Harmoni dalam Rumah Tangga

Menakar Kualitas Cinta Pasangan Saat Berhaji

Kuasa Suami atas Tubuh Istri

Relasi Imam-Makmum Keluarga dalam Mubadalah

Tanggapan Ummul Mukminin terkait puasa dalam kondisi Junub

Ketimbang menerka-nerka tanpa jawaban pasti, maka bapak-anak itu langsung berangkat untuk mengonfirmasi. Tentu saja dalam hal ini adalah Siti Aisyah dan Ummu Salamah sebagai referensi dalam klarifikasi. Dua perempuan hebat yang menjadi istri Nabi.

Di kediaman Ummul Mukminin Siti Aisyah, sang bapak matur terkait keterangan yang ia dapat dari anaknya dari Abu Hurairah. Yang langsung dapat bantahan tegas. Siti Aisyah dan Ummu Salamah mengisahkan, bagaimana dulu, Nabi Muhammad pernah berpuasa padahal beliau sedang junub bukan lantaran mimpi.

Lega sudah antara bapak-anak, Abdurrahman dan Abu Bakar dapat jawaban meyakinkan. Tak berhenti di situ, bapak-anak itu – setelah menyambangi pemimpinnya: Marwan – mendiskusikan dengan Abu Hurairah menyangkut dua keterangan yang bertolak belakang.

Reaksi Abu Hurairah dapat Klarifikasi dari Ummul Mukminin

Tampak kaget, Abu Hurairah mendengar keterangan yang disampaikan bapak-anak itu hingga ia perlu mengulangi pertanyaannya, memastikan. “Benar Ummul Mukminin mengatakan demikian?”. “Iya”, jawab Abdurrahman dengan mantap yang menghilangkan kegusaran Abu Hurairah.

Maka dengan sedikit diplomatik, Abu Hurairah menuturkan, “Keduanya: Siti Aisyah dan Ummu Salamah lebih tahu! Dan saya dapat informasi itu dari Fadl bin Abbas, bukan dari Nabi”. (HR. Muslim, 3/137).

Hal yang menarik dari rangkaian tersebut antara lain adalah bahwa ilmu itu universal. Tanpa memandang jenis kelamin, harus mengapresiasi orang yang berilmu. Demikian sejak awal sikap islami menempatkan. Bahkan Abu Hurairah, secara tegas mengakui bahwa Siti Aisyah dan Ummu Salamah lebih tahu soal itu, kendati senyap-senyap menerimanya.

Menyikapi Hadis Riwayat Ummul Mukminin sebagai Pijakan

Dalam syarahnya, Imam Nawawi mengutarakan komentarnya. Bahwa hadis yang Siti Aisyah dan Ummu Salamah sampaikan lebih kredibel sebagai landasan hukum. Alasannya, pertama, keduanya lebih tahu dalam soal itu ketimbang lainnya. Kedua, karena sejalan dengan pemahaman ayat Alquran (Syarah Muslim, 7/222).

Dalam Alquran, Tuhan mengizinkan seseorang untuk makan, minum, dan berhubungan suami-istri di malam hari sampai terbitnya fajar. Konsekuensi logisnya, maka seseorang yang junub dan belum sempat mandi maka puasanya tetap sah.

Menyikapi Hadis Riwayat Abu Hurairah

Masih menurut Imam Nawawi ketika menyikapi hadis yang diriwayatkan Abu Hurairah beliau memiliki tiga alternatif. Ketiganya untuk menyelamatkan riwayat Abu Hurairah yang bertentangan dengan keterangan Ummul Mukminin dan Al-Quran.

Pertama, bahwa sikap Nabi yang melarang puasa bagi orang junub adalah mengajarkan pada umatnya hal yang terbaik, yaitu mandi terlebih dulu. Bukan lantas tidak boleh puasa, atau puasanya tak sah.

Kedua, barangkali konteks hadis tersebut bagi para pasutri yang sedang melakukan hubungan suami istri sampai kebablas waktunya. Artinya, memang puasanya tidak sah tapi bagi orang yang melakukan hubungan suami istri sampai pagi hari.

Ketiga, hadis tersebut adalah dinasakh. Cuma Abu Hurairah belum dengan hadis yang menasakhnya sehingga tatkala mendengar keterangan Ummul Mukminin yang menjadi dalil nasakh maka Abu Hurairah menganulir pendapatnya, dan beralih kepada hadis riwayat Ummul Mukminin (Syarah Sahih Muslim). []

Tags: hubungan intimistriJunubpuasasuami
Moh Soleh Shofier

Moh Soleh Shofier

Dari Sampang Madura

Terkait Posts

Nabi Saw

Pesan Terakhir Nabi Saw: Perlakukanlah Istri dengan Baik, Mereka adalah Amanat Tuhan

18 Juli 2025
rajulah al-‘Arab

Aisyah: Perempuan dengan Julukan Rajulah Al-‘Arab

18 Juli 2025
Sejarah Perempuan

Mengapa Perempuan Ditenggelamkan dalam Sejarah?

18 Juli 2025
Mengantar Anak Sekolah

Mengantar Anak Sekolah: Selembar Aturan atau Kesadaran?

18 Juli 2025
Rabi’ah al-Adawiyah

Belajar Mencintai Tuhan dari Rabi’ah Al-Adawiyah

18 Juli 2025
Sejarah Perempuan dan

Mengapa Sejarah Ulama, Guru, dan Cendekiawan Perempuan Sengaja Dihapus Sejarah?

17 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Fazlur Rahman

    Fazlur Rahman: Memahami Spirit Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam Al-Qur’an

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pesan Terakhir Nabi Saw: Perlakukanlah Istri dengan Baik, Mereka adalah Amanat Tuhan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Aisyah: Perempuan dengan Julukan Rajulah Al-‘Arab

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Refleksi tentang Solidaritas yang Tidak Netral dalam Menyikapi Penindasan Palestina

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kehamilan Perempuan Bukan Kompetisi: Memeluk Setiap Perjalanan Tanpa Penghakiman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • COC: Panggung yang Mengafirmasi Kecerdasan Perempuan
  • Pesan Terakhir Nabi Saw: Perlakukanlah Istri dengan Baik, Mereka adalah Amanat Tuhan
  • Fazlur Rahman: Memahami Spirit Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam Al-Qur’an
  • Aisyah: Perempuan dengan Julukan Rajulah Al-‘Arab
  • Refleksi tentang Solidaritas yang Tidak Netral dalam Menyikapi Penindasan Palestina

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID